Other Girl

167 12 2
                                    

Diana POV

"Kamu dimana..."

Aku mengecek lagi selembar kertas kecil yang di atasnya tertera alamat rumah Harry di kawasan Cambrdige. Ini benar, tapi sudah beberapa kali aku memencet belnya ia masih juga belum membukakan pintu. Atau ia sedang tidak ada di rumah? Atau dia memang tidak kesini melainkan tempat lain?

Komplek yang sangat sepi dan udara yang berangin cukup kencang di luar sini. Banyak pohon pohon cemara tinggi yang semakin menuju petang membuat suasana makin mencekam. Sudah berapa jam aku di sini? Tapi Harry masih juga belum menunjukkan batang hidungnya.

Lampu lampu tinggi dengan cahaya jingga keemasannya belum mampu menerangi jalan, malah membuat keremangan cahaya yang seram. Dan aku takut, juga kedinginan.

Sebenarnya dimana kamu?...

Akhirnya aku duduk di atas potongan kayu yang cukup besar di sebelah pagar rumah Harry. Rumahnya besar, sangat besar. Bahkan rumah ini 3 kali lebih besar daripada flat kami di Boston yang kufikir flat paling besar yang pernah aku tempati. Tapi itu bukan poin utama aku kesini. Aku kesini hanya untuk menemuinya, aku ingin tau bagaimana kabarnya dan apa alasannya ia tidak pulang ke flat selama satu minggu.

Aku merapatkan jaket tebal yang kukenakan. Akhirnya aku bangkit dari dudukku dan kembali memencet bel rumah Harry. Aku menelefonnya.

"Halo." Akhirnya, di nada sambung ke 4 ia menjawab panggilan telefonku. Ya Tuhan, aku merindukannya.

"Kamu dimana? Aku ada di depan rumahmu di kawasan Cambrdige, Harry. Kamu baik baik saja kan? Kenapa tidak pulang ke flat selama 7 hari? Aku merindukanmu, Hazz. Aku fikir kamu-"

"Breath, Diana." Ia terkekeh kecil. "Aku jawab pertanyaan kamu satu satu ya, aku ada di suatu tempat yang lumayan jauh, kamu tidak perlu kesini. Aku baik baik saja, aku tidak pulang ke flat karena masih ada urusan di sini. Aku juga rindu kamu, Di. Sedang apa kamu di rumahku?"

Aku tersenyum, kalimat terpanjang yang ia ucapkan dari seminggu kami tidak saling bicara. "Aku mencari kamu. Aku...khawatir."

Ia diam sebentar. "Nanti aku telefon lagi ya, aku harus pergi."

"Tapi--"

Tut..tut..tut..

Aku baru saja bicara sebentar, Hazz, kenapa langsung di matikan? Tapi tidak apa, yang penting aku sudah mendapatkan kesempatan untuk mendengar suaranya. Dan perasaan lega seketika merayapiku, ia baik baik saja.

Membenarkan letak tas selempangku, aku menatap ke arah pintu depan rumah bercat abu abu minimalis ini. Seandainya ia di dalam, seandainya ia tau aku merindukannya, seandainya ia tau aku kedinginan, seandainya ia tau kini aku hanya ingin menempatkan diriku di dalam peluknya, seandainya saja pintu itu akan terbuka dan menampakan sosoknya. Seandainya.

Lalu aku berbalik dan berjalan pelan di atas aspal dan di bawah mendungnya awan petang.

***
Author POV

"Kau benar benar tega membiarkannya menunggumu di luar?" Niall memecahkan keheningan sementara Harry hanya berdiri menghadap ke jendela besar. Jendela itu hanya bisa melihat keluar tanpa bisa di lihat dari luar ke dalam. Tentu Diana tak bisa melihat Harry yang sedari tadi terus memperhatikan setiap gerak tubuhnya.

"Dia tidak boleh tau soal ini, Niall. Dia tidak bisa."

"Bisa atau tidak bisanya ia, atau boleh atau tidak bolehnya ia tau soal masalah ini kau tetap tidak boleh membiarkannya di luar sana. Sendirian, kedinginan."

Iya, benar memang. Apa yang membuatnya tega membiarkan Diana kedinginan di luar sana tanpa ada kabar yang pasti mengenai dirinya.

Tapi sulit. Jika ia membiarkan Diana masuk kedalam dan memeluk gadis itu, pasti ia tak akan tahan mengucapkan segala keresahannya satu minggu ini. Management memintanya menjalani kontrak kencan palsu dengan gadis lain. Diana pasti terluka dan marah. Dan ia tau pasti ia dan Diana pasti akan kembali ke masa masa menunggu yang menyakitkan seperti dulu. Untuk berada di posisi sedekat itu dengan Diana, untuk menyebut dirinya sebagai kekasih Diana, dulu sangat sulit mendapatkannya, bukan? Lalu sekarang ia harus mengatakan ia diminta untuk menjalani kencan palsu. Setiap adegan yang akan di isi dengan pelukan dan ciuman mesra di depan publik, kalian fikir Diana akan dengan senang hati menerimanya? Jikalaupun iya gadis itu menyetujui dan memberikan izin, Harry tau pasti gadisnya akan terus tertekan.

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang