Furious

245 16 7
                                    

Harry POV

Aku sengaja berjalan kaki jauh jauh dari flat ke apartment Kendall. Entahlah, aku hanya butuh udara segar sepertinya. Menghela nafas panjang, malam ini memang salju masih turun. Dingin yang kurasa membuat bibirku kering.

Banyak alasan yang membuatku kesal malam ini. Kendall misalnya, dia tak mengaktifkan ponselnya sejak tadi siang, padahal paginya aku masih menyempatkan menelfonnya saat baru bangun tidur.

Di tambah lagi Diana, huh! Kau tau, tadi dia sangat mesra dengan Zayn. Jujur, itu juga alasan aku menjadi sekesal ini. Tapi aku masih kurang mengerti kenapa aku kesal.

Aku memasuki lobby apartment Kendall dan bertemu satu dua orang di dalamnya. Sepi sekali, pikirku. Setelah memasuki lift, aku mengambil ponselku dan kembali mencoba menelfon Kendall. Sedikit kejutan rasanya tak apa, bukan?

Dan, ponselnya sudah aktif. "Hallo." Suara Kendall terdengar serak di ujung sana.

"Hai, babe, kau dimana? Aku bosan sekali, masih berada di studio." Kataku sambil menahan tawa.

"Um, aku--ah-itu-di apartment." Jawabnya. Aneh, terdengar krasak krusuk disana.

"Ohya? Hm, baiklah." Ucapku.

"Kapan kau pulang, babe? I miss youuu..." Kata Kendall manja.

"Ya, sekitar 3 jam lagi. I miss you too, baby." Balasku.

"Okay, kalau begitu aku tidur dulu, aku mengantuk." Katanya lalu memutuskan sambungan telefon. Aku menggelengkan kepala. Kendall memang selalu seperti itu.

Aku terkekeh sendiri membayangkan bagaimana wajah Kendall jika dia melihat aku ada di apartmentnya. Aku keluar dari lift lalu menuju pintu apartment Kendall. Aku diam sebentar di depan pintu.

Kelihatannya sepi, Kendall pasti sudah tidur. Aku memutar kenop pintu dan masuk perlahan. Kebiasaan buruk Kendall adalah tidak pernah mengunci pintu jika dia sudah di dalam apartment. Aku sudah seringkali menasihatinya bahwa itu bisa saja menjadi suatu hal yang buruk. Tapi, Kendall ya Kendall, tidak ingin mendengar ucapan siapapun kecuali dirinya sendiri.

Aku melangkah pelan pelan ke depan pintu kamarnya. Tanganku menggapai kenop pintu hendak memutarnya saat mendengar suara laki laki dari dalam. Aku menarik tanganku kembali, mencoba mendengar percakapan mereka.

Tapi, rasanya mereka bukan mengobrol, suaranya terdengar seperti...desahan. Ya Tuhan...

"I love you, babe..." Samar samar terdengar suara laki laki itu diikuti tawa kecil Kendall.

"I love you more, darling." Balas Kendal manja. Aku bahkan tak pernah mendengar dia semanja itu padaku.

Tanganku sudah terkepal, emosi menguasi diriku. Aku membuka pintu kamar Kendall yang mang juga tak terkunci. Kendall sedang berada di pangkuan laki laki itu. Oh, wajah kekasihku pucat pasi melihatku...

"Ha--harry..." Gumam Kendall.

"Wow, santai, man!" Laki laki yang aku tak kenal sama sekali itu terlihat ketakutan saat aku menarik kerah kemejanya.

"Who the fuck are you?!" Tanyaku dengan suara keras.

"Harry! What the hell are you doing?!" Kendall mencoba menjauhkanku dengan laki laki itu.

"Stay away, bitch!" Aku menepis tangan Kendall dengan lumayan keras.

"Harry, let him go!" Kendall kembali berteriak padaku saat tanganku berhasil menyentuh rahang laki laki itu dengan keras.

Aku tak menggubris ucapan Kendall. Emosiku sudah benar benar memuncak. Tanganku tak berhenti menyerang wajah laki laki sialan di depanku.

"I said, let him go!" Suara Kendall yang Kencang seakan akan baru menyadarkanku. Aku melepaskan cengkraman tanganku pada ketah bajunya.

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang