Ziana

223 9 4
                                    

Author POV

Aku menunggumu di depan pintu kamar apartment mu pukul 7. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.

Love, Zayn

Love, Zayn.

Diana membaca berulang kali pada tulisan di paling bawah kertas itu. Love, Zayn.

Ia akhirnya melipat selembar kertas kecil berwarna biru muda itu dan meletakkannya di atas meja, kembali melanjutkan pekerjaannya pada cucian kotor di belakang.

Zayn, tumben sekali ia mengajaknya keluar dengan cara seperti itu. Tadi ia sedang berkutat dengan mesin cuci, detergen, dan pakaian kotor miliknya saat mendengar bel di depan bunyi. Saat ia membuka pintu depan, tidak seorangpun berada di sana, melainkan hanya secarik kertas berukuran kecil di bawah kakinya-yang baru ia sadari saat hendak menutup pintu. Biasanya Zayn akan menelfon atau mengirim sms, tak jarang pula laki laki itu akan menyampaikannya langsung sambil membawakan sesuatu untuk Diana seperti sarapan dan lain lain.

Oh ya, Harry sudah kembali ke rumahnya pagi pagi sekali. Mereka bangun saat matahari belum muncul dan sarapan bersama di pagi buta. For the last time, pikirnya.

Mereka sempat hendak bertengkar lagi karena hal sepele macam berebut siapa yang akan mencuci piring. Tapi pada akhirnya mereka mencuci piringnya bersama. Diana tak lupa mengantar Harry sampai di lobby dan memeluk untuk terakhir kalinya. Seperti janji Harry tadi malam. Saat matahari muncul, ia akan meninggalkan dan melepaskan Diana seutuhnya. Membiarkan gadis itu terbang bebas tanpa ikatan mereka. Dan sebelum matahari muncul itulah, ia memeluk Diana.

Ada sesuatu yang mengganjal perasaannya. Dan tadi pagi, dada dan tenggorokannya terasa sakit. Ia tercekat dan butuh menangis untuk melegakan perasaan itu, tapi air matanya tak keluar sama sekali. Ia sudah terlalu lelah menangisi Harry semalaman penuh. Kini saat terakhir kali, ia kehabisan air matanya untuk laki laki itu.

Ting tong

Suara bel terdengar lagi. Dia harap kali ini memiliki sosok yang akan berdiri di depan pintu, bukan lagi secarik kertas. Ia kembali meninggalkan pekerjaannya dan membukakan pintu. "Hai," seseorang menyapanya dengan riang saat ia baru saja membuka pintu.

"Shiella!" Jeritnya tertahan. Betapa bahagianya ia di kunjungi gadis itu. "Ya ampun aku begitu merindukanmu!"

Shiella bergerak mendekatinya dan memeluk Diana erat erat. "Aku juga!"

"Ayo masuk,"

Shiella memasuki ruang tamu dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa merah darah milik Diana dan meletakkan tas tangannya di sampingnya. "Kau ingin minum teh? Atau apa? Katakan saja aku akan membuatkannya untukmu."

"Tidak perlu repot repot, Di. Tapi kalau boleh aku ingin minum susu coklat hangat hehe," jawab Shiella seraya menyengir memperlihatkan gigi gigi rapihnya yang berwarna putih.

"Baiklah, tunggulah di sini dan buatlah dirimu nyaman, aku akan segera kembali."

"Okay,"

Diana pergi ke pantry dan membuat minuman untuk mereka berdua. Sayup sayup terdengar suara televisi menyala, pasti Shiella, fikirnya. Lalu sebentar kemudian ia mendengar ponsel milik Shiella berdering, di sambut "halo," suara gadis itu.

"Ya, aku baru saja sampai,"

"Ya, Niall, ia sedang membuat minuman di belakang."

"Apa?"

"Okay,"

"Yup....haha okay, see you,"

"Umm, ya-l-love you too,"

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang