Love Is You

248 16 16
                                    

Diana POV

Ini adalah hari ketiga semenjak kami benar benar resmi menjadi sepasang kekasih. Sore itu di dalam mobil, akhirnya kami benar benar meluapkan perasaan yang sejak lama terendap di masing masing. Harry meyakinkanku dengan kata katanya, ia mengukuhkan hatiku untuk memberikan kepercayaan seutuhnya padanya.

Aku tak lagi risau dengan masalah berapa lama aku hidup di dunia, karena seberapa cepatnya itu, aku akan melaluinya dengan Harry di sampingku.

Ia membuatku yakin, bahwa hanya dengan kekuatan cinta semuanya akan kalah. Mungkin ini hanya awal dari cerita cinta kami yang akan terus berlanjut. Masih banyak tantangan dan ujian kedepannya, tapi kembali lagi, aku, maksudku kami, akan melewatinya bersama. Selama masih ada Harry, aku yakin aku akan kuat menjalaninya. Apapun itu.

***
Aku menaikkan comforter hingga ke atas dada, suara keran shower di dalam kamar mandi baru berhenti ketika aku memejamkan mata. Harry keluar dari dalam kamar mandiku dengan boxer hitam dan rambutnya yang setengah basah. Di tangan kirinya terdapat handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya. Ia berjalan mendekat dan duduk di tepi bed. "Mind to cuddle with me?"

Aku tersenyum sambil menepuk bagian tempat tidur sebelahku yang kosong. "I need that."

Ia meletakkan handuk tadi di atas nakas dan mulai memposisikan tubuhnya di sebelahku. Harry menarik comforter sampai cukup menutupi tubuhnya yang shirtless dan menarik tubuhku mendekat. Aku menghirup wangi tubuhnya yang memakai sabun beraroma strawberry milikku, aku tertawa kecil. "What so funny, eh?" Harry sedikit menunduk menatapku.

"You smell like a baby girl."

"You're my baby girl." Ucapnya. Ia makin mendekap tubuhku hingga dada kami bersentuhan. Kulitku menyentuh miliknya yang mana membuat aku seperti tersetrum, begitu menyenangkan.

Aku menghela nafas. Ketika aku di dekatnya rasanya begitu hangat dan nyaman. Hanya dengan melakukan hal kecil seperti cuddle, aku merasa kenyamanan itu bertambah hingga berkali kali lipat.

Harry mengelus rambutku dengan lembut. Kepalaku kuletakkan di lengan kekarnya, tangan Harry yang lain memeluk pinggangku. Tapi tiba tiba aku teringat sesuatu. Ini soal Liam, dan Kendall, dan fansnya, dan beberapa hal kecil lain. Ada banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku, aku memerlukan jawaban tapi aku bingung harus memulai dari mana.

"Apa kita harus memberitahu Liam soal ini?" Tanyaku pelan.

"Soal apa?"

"Soal hubungan kita." Harry mengelus pipiku dengan buku buku jarinya.

"Harus." Jawabnya lembut. "Tapi kita harus menunggu waktu yang tepat. Aku tak ingin dia salah paham padaku dan mempersulit kita."

Aku kembali menghela nafas. "Tapi itu tidak boleh lama, aku tidak bisa menutupi kebohongan darinya."

"Tapi kau tidak berbohong, Diana."

"Berpura pura sama saja berbohong, Harry."

Aku merubah posisi menjadi telentang, menatap langit langit kamarku. "Kita tidak berpura pura. Kita hanya belum memberitahukan ini padanya." Suara Harry terdengar lagi.

"Tapi aku tidak bisa menyembunyikannya."

Harry tertawa kecil membuatku menoleh dan mencolek pipinya yang dihiasi dimples. "Kenapa tertawa?" Tanyaku.

"Kau tidak bisa menyembunyikannya, huh? Aku tau kau tidak betah lama lama jauh dariku. Yeah, aku sadar aku begitu merindukan." Katanya dengan smirk.

"Oh yeah, whatever..."

"Tapi serius, semua gadis selalu bereaksi sama seperti itu." Katanya dengan bangga. "Bahkan dulu saat aku masih berpacaran dengan Kendall--" harry tiba tiba berhenti.

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang