.
.
.Beomgyu dan Jeongin yang masih belum sadar akan keberadaan Sungchan yang ngikutin mereka pun tak berniat menoleh ke belakang. Beomgyu menatap lurus ke arah pintu berbahan kayu jati yang catnya sudah mulai terkelupas oleh usia, begitupula dengan tanda pengenal ruangan yang udah usang, dipenuhi oleh jaring laba laba yang bahkan udah mulai kelabu warnanya.
Beomgyu maju, memegang knop pintu yang terbuat dari kuningan itu dan mencoba membukanya, namun tidak berhasil. Tapi itu Beomgyu udah tau kalo pintunya kekunci, tapi dia masih tetap berusaha membukanya, kayak bakal ada keajaiban gitu kalo dia terus melakukan itu.
"Kebuka sih, kebuka, tapi lu bakal ngerusak gagang pintunya, Beom." Suara Sungchan terdengar dari belakang mereka membuat kedua orang itu terkejut.
"Lu ngapain disini, bocah?!" Bentak Beomgyu.
"Lu lancang banget manggil gua bocah." Balas Sungchan.
"Sejak kapan lu ngikutin?" Tanya Jeongin.
"Dari tadi. Habis kalian lewat kelas gua." Balas Sungchan sambil berjalan ke arah pintu tua itu, dia mengintip ke dalam lubang pintu dan Sungchan mengernyitkan dahi ketika tak melihat apapun selain kegelapan.
"Ada kunci di dalem." Kata Sungchan sambil menengok ke sana sini.
"Hah? Kuncinya di dalem? Nancep?" Tanya Jeongin.
"Iya." Balas Sungchan sambil melompat, meraih sebuah kawat yang tergantung nggak aturan di kabel.
"Gimana bisa? Masa ada orang di dalem?" Tanya Beomgyu sambil menempelkan telinganya di pintu itu, mencoba menangkap suara apapun yang memberinya petunjuk bahwa ada manusia di dalam sana. Tapi dia nggak denger suara apa apa.
Setelah Sungchan membengkokkan kawat itu membentuk seperti ujung hanger, dia mengambil potongan sebuah triplek tipis yang bersandar di dinding. Dia selipkan triplek itu lewat bawah, kemudian dia mulai menusuk lubang kunci itu menggunakan kawat tadi. Tak berselang lama, atau emang Sungchan aja yang udah jago, terdengar suara 'tak' dari dalam.
Ketika Sungchan menarik kembali triplek itu, terdapat sebuah kunci di atasnya. Segera diambilnya untuk membuka pintu ruang arsip itu. Ketika pintu terbuka, bau debu segera menusuk indra penciuman mereka, membuat ketiganya terbatuk-batuk dan bersin.
Setelah sampai dalam, Jeongin segera menutup pintu, tak ingin ambil resiko jika saja ada guru yang mungkin berkeliaran sampai sana. Matanya Beomgyu menelisik setiap lemari buku yang ada di dalam ruangan luas itu, mencari tulisan yang akan menunjukkan manakah rak yang menyimpan data soal para siswa lulusan tahun 2018.
"Beom, ini bukan, sih?" Tanya Sungchan sambil mengangkat sebuah map bewarna kecoklatan yang kotor banget, kayak ada bekas kotoran cicak yang udah mengering.
Jeongin dan Beomgyu pun segera berjalan mendekati Sungchan yang mulai membuka map itu. Di dalam map, terdapat banyak lembaran kertas yang di jilid menjadi satu. Halaman pertama sampai kesekian, hanya berisi data umum, nama, kelahiran, dan data lainnya.
"Nggak ada apa apa." Kata Sungchan.
"Bentar, Chan.." Jeongin menghentikan tangan Sungchan yang akan membalik lembaran itu lagi, "liat pinggirannya ini. Ada yang kesobek."
Beomgyu memicingkan mata dan benar saja kata Jeongin. Ada bekas robekan disana, seperti emang ada yang sengaja merobeknya—dengan terburu buru karena bekas robekannya sangat tidak rapih. Normalnya jika memang lembaran itu tidak diperlukan atau nggak penting, bukankah 'orang ini' bisa merobeknya dengan baik dan tidak terkesan terburu buru? Masalahnya, robekan kertas itu berdampak pada halaman yang lain, membuatnya regang satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | vol.3 | Ep.1 : Butterfly Effect
FanfictionBeomgyu : "Gua nggak sudi saudaraan ama anak gatau terimakasih kayak Heeseung!" Heeseung : "Gua juga ogah saudaraan ama anak nemu kayak Beomgyu." Jeongin : "Sadar diri Heeseung.. lu juga anak nemu, anjir." Jaehyuk : "Seret betul bahasamu, Kak." Sung...