[ 𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ]
Nama panjangnya Ashana Davinia, perempuan cantik dengan latar belakang keluarga yang bahagia juga berkecukupan. Ia menjatuhkan hatinya kepada seorang laki-laki yang memiliki senyuman seindah mentari. Dia Gavino Ardhaputra --- laki-l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Indah, kayak lo.” — Gavino, 00.
"Gapin, kenapa suka melukis?"
"Suka aja."
"Iiiih yang lain dong alasannya!"
"Ya karena dengan melukis, gue bisa jabarin perasaan gue, yang sulit gue ceritain pake mulut."
Perempuan dengan kalung ala anak MOS (Masa Orientasi Sekolah) itu menganggukkan kepalanya mengerti. "Gapin gak mau nanya balik, gue suka apa?"
"Lo suka apa?"
"Suka Gapin."
"Ih itu cuma bercanda ya, Pin," seru Ashana Davinia, yang lebih sering dipanggil Hana. Dia adalah perempuan cerewet yang menjadi teman pertama seorang Gavino Ardhaputra pada hari pertama MOS. Dan sampai sekarang, mereka masih berteman baik. Hingga menghadirkan sebuah perasaan di hati Hana yang seharusnya tidak hadir di tengah-tengah pertemanan.
Setelah mendengar kalimat terakhir dari audio yang ia putar, Hana buru-buru mematikan rekamannya. Ia geli dengan ucapannya sendiri. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, Hana membenarkan perkataan itu.
"Kok masih lo simpen?"
"Ya mau aja."
"Jawaban gue belibet banget." Laki-laki dengan rambut hitam legam itu terkekeh pelan. "Dan kurang berkelas."
Mendengarnya, Hana mengangguk cepat pertanda setuju. "Tapi karena gue pinter, jadinya gue ngerti."
Laki-laki dengan nametag Gavino Ardhaputra tersebut terlihat memutar bola matanya malas. Hana memang narsis. "Dulu lo lucu tau," ucap Gavin dengan mata yang memandang lurus ke arah tanaman-tanaman segar di depannya. Suasana taman belakang sekolah memang selalu terasa menenangkan. Dan pastinya jauh dari keramaian.
Hana mendelik tak suka. "Maksud lo sekarang gue gak lucu gitu?"
"Gak, lo kayak singa. Suer."
"Iya deh bebek."
"Hm." Kini laki-laki itu kembali memandang ke depan, menerawang jauh dengan pandangannya yang tiba-tiba hampa. Siapapun yang melihatnya dari jarak dekat, akan tahu betapa kosongnya tatapan tersebut.
Keduanya mendadak terdiam. Terjadi keheningan beberapa menit, sebelum perkataan Hana membuyarkan lamunan Gavin. "Langitnya indah, ya?"
Gavin mengalihkan pandangan pada objek paling menarik di sisinya. "Iya, kayak lo."