Juminten POV
"Lu apa kagak pernah kepikiran buat bunuh diri gitu? Gue kalau jadi lu lebih baik mati secara terhormat daripada hidup harus menanggung malu."
JLEB..
Kata-kata yang dia lontarkan sontak bikin nyeri ulu hati ku.
Aku gak bisa berkata apa-apa lagi rasanya begitu mendengar pertanyaannya. Oh tunggu, lebih tepatnya hinaan dari Mas Livai.
Ingin rasanya aku marah, tapi ah sudahlah.
Ngapain aku marah, untuk alasan apa? Tuh, apa yang dibilang Mas Livai ada benarnya juga kok.
Ya, aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang kurang mampu di kampung, memiliki kepribadian aneh sejak kecil, penampilan yang culun, pernah depresi, dan suka bodoh dalam menghadapi sesuatu.
Lengkap sudah kekurangan ku.
Aneh kan?
Memalukan kan?
Tapi, memang itulah diriku yang membedakan dari kebanyakan perempuan lain di luar sana.
Apalagi menjadi cantik dan sempurna adalah salah satu keinginan utamaku yang mungkin sangat mustahil untuk diwujudkan. Padahal dengan memiliki fisik yang cantik, pasti orang-orang di sekitarku akan jauh lebih menghargai ku daripada yang aku rasakan saat ini.
Fakta di lapangannya memang begitu, kamu cantik maka kamu akan aman, walau punya banyak kekurangan.
Gak terhitung untuk yang ke berapa kalinya, aku cuma bisa membayangkan belakang tubuh Rivai. Belakang tubuh itu masih saja terus membekas di ingatanku.
Ya, tepatnya tiga tahun yang lalu.
Tiga tahun yang lalu paling kelam di dalam sejarah hidup ku.
Saat itu masa orientasi sekolah mahasiswa baru. Masa yang berat untuk aku yang sangat sulit bersosialisasi.
Gak ada satu siswa pun yang mau mengajak aku ngomong untuk sekedar basa basi semata.
Apalagi Risma berada di jurusan Kedokteran yang letak dan jangkauan fakultasnya sangat jauh dari keberadaan fakultas ku, sehingga saat itu membuat kami sulit untuk bertemu.
Semua siswa yang berada di sekeliling ku menjauh karena aku dicap cewek aneh, malah kalau ada games berkelompok dari kakak senior, teman-teman satu kelompok ku malah berunding sendiri tanpa mengajakku.
Gapapa, aku masih bisa terima itu.
Itu hal kecil, aku udah terbiasa dengan pemandangan seperti itu dari zaman sekolah dasar ku dulu.
Tapi, ada satu titik di mana rasa penolakan dari mereka itu benar-benar membuat ku hampir gila.
Aku muak saat semua siswa baru, bahkan senior pun ikut-ikutan menjadikan ku bahan lelucon ketika mereka tau kalau aku adalah mahasiswi perantauan dari perkampungan dan bisa berkuliah di kampus bergengsi tersebut berkat beasiswa khusus orang yang kurang mampu sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelet Halal [ON GOING]
RomansIngin membuat si gebetan jatuh hati secara instan tanpa mendapatkan penolakan sedikitpun? Pakai pelet cinta solusinya! Tapi takut dosa karena musyrik? Tenang saja karena pelet yang dipakai bukan berasal dari dukun, melainkan pelet versi halal lewa...