Ningrum Rosis

1.9K 324 18
                                    

 "Terkadang orang tidak ingin mendengar kebenaran karena mereka tidak ingin ilusi mereka dihancurkan."

- Friedrich Nietzsche -

××××××××××

Keesokan harinya, Azriel mendapat kabar jika rekan se-angkatannya mendapat perlakuan buruk. Mulai dari tak bisa ikut olimpiade, kelas tambahan hingga ekstrakurikuler. Azriel sontak menuju ke sana dengan wajah kesalnya.

"Apa ada masalah?"

"Sepertinya begitu, pihak sekolah bahkan tak bisa melakukan apapun. Petisi akan terus berlanjut sampai pemilihan ketua berikutnya."

"Mereka terlalu menantang kita."

Tak berselang lama, Azriel sampai di PLY School dengan pakaian seragam yang rapi. Namun kali ini ia tak sampai memakai jasnya. Hanya menggantung jas tersebut di kedua pundaknya.

Azriel melangkah masuk ke dalam sekolah. Setibanya, Azriel sukses menarik perhatian semua orang. Ia mungkin hanya sendiri, tapi bagi mereka penghuni sekolah tersebut. Azriel terlihat berjalan seolah diikuti 100 pengikutnya. Begitu takut mereka terhadap Azriel. Itu hal yang mungkin, karena sampai saat ini. Belum ada siswa yang berhasil menempati peringkat Piramida untuk menggantikan posisi Azriel sebagai ketua osis.

Saat Azriel berjalan, ia terhenti sejenak saat mantan anggota osis angkatan tahun ke-3 berhenti dan menutup jalan bersama dengan para pengikutnya.

"Kau sudah sampai? Apa yang membuat mu terburu-buru kembali? Apa kau sudah menyerah?"

"Minggir, aku tak punya banyak waktu untuk meladeni kalian."cetus Azriel

Mendengar perkataan Azriel dan tatapan Azriel yang begitu mengintimidasi, membuat mereka segera memberi Azriel jalan.

"Sepertinya ia sedang kesal."

Azriel mengetuk pintu ruang pendisiplinan kemudian melangkah masuk kedalam.

"Sudah ku bilang, aku tak punya..."

Staf pendisiplinan terdiam sejenak ketika melihat siapa yang datang.

"Azriel?"

"Sebarkan informasinya, selama masa jabatan ku belum berakhir dan tak ada satupun siswa yang berhasil mengalahkan ku bahkan hanya 0,01 point saja. Aku Azriel, masih memegang kendali atas osis, bahkan jika aku telah mengundurkan diri dari posisi itu."tegas Azriel

"Tunggu, kenapa tiba-tiba begini?"

"Jangan pikir aku tidak tau pak. Haruskah aku berlaku tak sopan agar kalian semua memperlakukan rekanku dengan baik? Perlakukan mereka layaknya siswa pada umumnya. Tak ada pembatasan antara angkatan yang satu dengan yang lain. Kesabaran ku bisa saja habis dan melakukan sesuatu yang tak diinginkan oleh semua siswa disekolah ini. Maaf sedikit berbicara tak formal dengan bapak. Saya permisi!"

Walau begitu singkat, nyatanya mereka semua tak bisa mengucapkan sepatah kata lagi. Karena mereka tau, Azriel adalah siswa yang sangat populer baik didalam ataupun diluar sekolah. Ia bahkan menjadi panutan bagi siswa yang memiliki ambisi yang besar. Kecerdasan Azriel membuat siapa saja merasa kagum dan juga iri. Hingga berlomba-lomba bersaing masuk ke swasta tersebut jika mereka gagal bersaing untuk masuk ke sekolah negri.

"Sepertinya keputusan kita dirapat kemarin terlalu terburu-buru."

"Menjadi staf dan guru disekolah ini benar-benar tak mudah. Tapi demi gaji yang dapat mensejahterahkan keturunanku, aku rela bertahan disini."

"Rasanya asam lambungku sedikit meningkat."

Azriel kemudian berjalan keluar untuk kembali ke sekolah cabang. Segera ia melajukan motornya dan berlalu pergi dari sana.

Blind And Bad Rivalry (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang