Myosotis Sylvatica

1.6K 309 18
                                    

"Kepengecutan yang paling besar adalah ketika kita membuktikan kekuatan kita kepada kelemahan orang lain."

- Jacques Audiberti -

××××××××××

Hena menjauh dari sana, meninggalkan Azriel yang masih terdiam sembari memeluk Farhan. Tak berselang lama, handphone Azriel berdering, dan itu adalah panggilan dari Rael.

"Semuanya telah siap, pertunjukkan akan segera dimulai."ucap Rael dengan santai berada diatas rooftop lantai 17 asrama, bersama dengan Rezef.

"Baiklah, kita lihat reaksi mereka."

Hena menghubungi Dytrian mengenai apa yang baru saja ia lihat. Dengan penuh semangat, ia segera menghubungi Dytrian.

"Bagaimana?"

"Dugaanku benar, Azriel akan membunuh Sun, Sun Sikloheksana. Sudah kuduga, mana ada anak yang akan menghancurkan kehidupan orang tuannya. Azriel sama saja dengan yang lain, ia tak akan bisa hidup dalam kemiskinan. Ia tau, menghancurkan ayahnya sama saja menghancurkan masa depannya."

"Kalau begitu, lakukan sesuatu dan buat Dea keluar dari sekolah ini, sebelum rencana selanjutnya kita mulai."

"Baiklah."

Dytrian mematikan handphonenya dan berbalik menatap seorang wanita yang tengah duduk sembari membaca sebuah majalah. Sosok Dytrian ini adalah sosok siswa berkaca mata yang pernah membantu Dea saat berada diperpustakaan.

"Sesuai rencanamu. Semua target telah berhasil disingkirkan. Sisanya adalah Azriel dan Rezef."

"Biarkan Azriel tetap hidup Dytrian, agar ia bisa melihat bagaimana Rael akan menjadi senjata untuk menghancurkan organisasi dan masa depannya. Rael adalah sahabat putriku, dia pasti akan balas dendam untuk itu."

"Kau percaya pada Rael? Dia bukan anak yang mudah terpengaruh."

"Tapi aku percaya, ia akan mencari keadilan untuk kedua orang tuanya. Termasuk harus bersaing dengan Azriel."

"Sejak awal memang anda menargetkan ketua organisasi, bukan?"

"Benar. Mereka telah menghancurkan hidupku. Mereka bahkan membunuh putriku, tidak mereka membuli putriku karena cacat. Putriku seorang tunawicara, namun ia mampu mengalahkan anak mereka. Setelah itu, mereka membunuh putriku karena tau jika, suamiku adalah ayah dari anak yang mengalahkan anak mereka dalam peringkat Piramida. Mereka begitu terobsesi dengan persaingan peringkat. Anak mereka harus selalu berada diatas. Tak peduli bagaimanapun caranya."

"Walau begitu, kau tak boleh menyentuh adikku. Dia hanyalah alat dari Adrian. Tak masalah jika kau ingin membunuh Adrian, namun tidak dengan Dea."

"Adrian, secara tidak langsung, dia telah membantuku. Semua targetku tercapai karena kegilaannya yang begitu terobsesi dengan peringkat. Walau begitu, nama baik ayahmu akan segera hancur. Padahal kesempatan ini adalah kesempatan yang sangat sulit ia dapatkan."

"Aku tak peduli dengan mereka, aku hanya peduli pada adikku. Jangan pernah mencoba menyentuhnya."

"Masalahnya bukan ada padaku, tapi ada pada Adrian. Kau pikir dia akan melepas Dea begitu saja? Dia bahkan jauh lebih gila dari dugaanku."

"Kau benar, Adrian adalah masalahku sekarang."

Disisi lain, Adrian berjalan ditengah kegelapan koridor sekolah. Para siswa yang masih berkeliaran, mulai merasa ada yang aneh dengan penerangan di sekolah mereka. Tak berselang lama, satu persatu dering handphone mulai terdengar. Secara kompak, para siswa mengangkat panggilan tersebut.

Blind And Bad Rivalry (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang