03. Membuat sebuah keputusan

8.4K 451 5
                                    

Adzan subuh yang berkumandang menjadi alarm alami bagi Radhit. Ia terbangun ketika suara adzan dari masjid rumah sakit terdengar nyaring. Malam ini ia memang memutuskan untuk menemani Fatma di rumah sakit. Rendra sendiri dipaksa Radhit untuk pulang karena pemuda itu mendapat kelas pagi keesokan harinya. Liliana juga sempat datang bersama Omar dan memberi tawaran untuk menemani Fatma, namun Radhit tolak. Keluarga Liliana sudah banyak menolong keluarganya. Rasanya ketika Radhit masih sanggup ia tidak perlu meminta pertolongan lagi.

"Adit." Suara Fatma memecahkan lamunan Radhit.

"Iya, nek. Butuh apa?" Radhit menghampiri Fatma yang terlihat ingin duduk.

"Bantu nenek ke kamar mandi, nenek mau wudhu." Dengan sigap Radhit membantu Fatma untuk berwudhu di kamar mandi.

"Aku ke masjid dulu, ya, nek."

~~~

Cukup lama Radhit berada di masjid bahkan hingga matahari sudah menampakkan wujudnya. Saat sampai di ruang inap Fatma, ia mendapati Oci yang sedang berbincang dengan Fatma. Kedua perempuan berbeda generasi tersebut tertawa kecil, sepertinya mereka sedang membicarakan hal yang lucu hingga keduanya tidak menyadari keberadaan Radhit.

"Radhit kok nggak masuk?" Suara Liliana yang baru saja datang cukup mengejutkan laki-laki itu.

"Eh, bunda. Iya, ini baru mau masuk." Radhit menggaruk belakang kepalanya canggung seperti sedang tertangkap basah.

"Ya udah, ayo masuk! Ini bunda bawa sarapan buat kamu." Radhit hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Liliana.

Keempat orang di ruang inap Fatma menikmati sarapan mereka masing-masing. Sesekali juga mereka berbincang hangat, lebih tepatnya Fatma, Radhit, dan Liliana yang berbincang sedangkan Oci hanya menyimak perbincangan mereka sambil sesekali menanggapi dengan tawa kecil. Hal sekecil ini sungguh membahagiakan bagi Fatma.

Seusai sarapan, Liliana berpamitan untuk membuka toko kue miliknya hingga tersisa Oci, Radhit, dan Fatma di ruangan itu.

"Nenek udah tidur, ya?" Radhit yang sedari tadi menghadap laptop akhirnya menatap ke arah ranjang Fatma.

"Udah, mas." Oci duduk di sebelah Radhit setelah memastikan tubuh Fatma terbalut selimut, "Masih kerja, mas?"

Radhit terkekeh, "Mana bisa gue kayak kalian yang kalau cuti bisa bebas kerjaan."

Oci ikut terkekeh kecil, "Masalah Riandea gimana, mas?"

"Gue serahin ke Bagas," ujar Radhit. "Kata Bagas juga udah deal."

"Jadwalnya kapan, mas?"

"Sabtu ini."

Oci menatap kaget ke arah Radhit, "Beneran Sabtu ini, mas? Kok mepet banget."

"Rabu depannya dia harus balik ke Jepang jadi mau nggak mau harus weekend minggu ini." Radhit berkata seraya menutup laptopnya. "Lo rencana pulang kapan? Bisa ikut event-nya kan?"

Oci terlihat berpikir, "Rencana pulang Minggu pagi tapi kalau emang acaranya Sabtu nanti saya pulang Jum'at aja nggak masalah yang penting kondisi nenek udah membaik."

"Jangan, deh, Ci kalau gitu. Jum'at kan masih masuk masa cuti lo." 

"Nggak papa, mas. Saya emang dari awal udah janji sama Riandea buat ikut acara launching bukunya," balas Oci. "Mas Radhit rencananya ikut nggak?"

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang