07. Kehidupan baru di kantor

8.5K 501 0
                                    

Oci membuka matanya saat merasakan kakinya seperti tertimpa sesuatu. Saat pertama kali membuka mata, hal yang ia lihat pertama kali adalah wajah tenang Radhit yang sedang tertidur. Radhit tertidur dengan lengan Oci yang dijadikan guling dan kaki yang menimpa kaki Oci.

Oci sempat terkejut saat melihat Radhit di sampingnya dan baru mengingat bahwa tadi malam Radhit telah ia izinkan untuk tidur bersama dengannya karena selama tiga hari resmi menikah, ia dan Radhit belum pernah sekalipun tidur dalam satu kamar. Radhit yang harus menemani Fatma membuat dirinya harus terus berada di rumah sakit.

Oci menatap langit-langit dengan perasaan yang bimbang. Tiga hari belakangan hidupnya berubah. Tiga hari belakangan pun ia mencoba untuk lebih ekspresif terutama di depan suaminya. Semua ia lakukan untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa keputusannya tidak salah. Meskipun sikap Radhit sangat baik kepada dirinya, tetapi semua itu belum mampu membuat Oci yakin.

Bayangan pertengkaran terakhir yang orangtuanya lakukan sukses membuat Oci kembali bimbang saat ia mulai terbuai oleh perhatian dan kebaikan Radhit. Pasalnya ia selalu melihat keromantisan orangtuanya, akan tetapi semua itu tidak membuat hubungan kedua orangtuanya berjalan dengan baik. Itu yang ia takutkan, ia dan Radhit mungkin saja terlihat harmonis untuk saat ini, tetapi ia tidak tahu bagaimana kedepannya.

~~~

Tepat pukul 04.00 pagi Oci terbangun. Ia memang tidak sedang beribadah, tetapi kebiasaan bangun pagi memang sudah tumbuh sejak ia kuliah dan merantau, ditambah ia harus selalu memasak untuk sarapan dan bekal yang memaksa dirinya harus bisa bangun pagi jika tidak ingin kelaparan saat beraktivitas. Ya, Oci bukan orang yang dapat beraktivitas tanpa sarapan. Menurutnya sarapan sangat dibutuhkan untuk membangun mood di pagi hari dan akan berdampak pada keefektifan kerja.

"Kok pagi banget bangunnya." Suara Radhit menginterupsi kegiatan memasak Oci.

"Eh, mas, udah bangun?" Jujur, ia masih bingung membalas setiap ucapan yang keluar dari mulut Radhit. Rasanya masih sangat canggung.

Radhit terkekeh mendengar perkataan Oci yang terdengar canggung di telinganya, "Mau masak apa?"

"Tinggal udang di dalem kulkas, jadi aku masak udang goreng mentega. Mas suka nggak?"

"Suka kok."

Oci hanya mengangguk lalu melanjutkan acara memasaknya.

Radhit menatap Oci, ia ingin membicarakan sesuatu hal yang cukup penting, tetapi di sisi lain ia ragu karena takut Oceana akan merasa terbebani.

"Kenapa, mas?" Oci merasa sejak tadi Radhit menatapnya seperti ada yang ingin diutarakan.

"Em, kamu pengen ada acara syukuran nikahan kita buat orang-orang kantor nggak?"

Oci terdiam sejenak, "Boleh nggak, mas, kalau jangan ada yang tau dulu kalau kita nikah?"

"Kenapa?"

"Karena kita nikahnya mendadak, aku jadi bingung harus bersikap seperti apa," ujar Oci. "Aku minta waktu dulu, ya, mas," lanjutnya.

Radhit terdiam sejenak lalu mengangguk, "Ya udah kalau itu keputusan kamu."

"Maaf, mas." Oci takut Radhit merasa sakit hati atas permintaannya.

"Nggak papa, aku ngerti kok." Radhit tersenyum lalu beranjak dari duduknya, "Aku mau mandi dulu, ya."

"Iya."

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang