16. Berbagi cerita

6.9K 397 2
                                    

Hari Kamis bagi Radhit dan Oci berjalan seperti biasanya. Mereka berangkat ke kantor dengan mobil masing-masing dan akan berinteraksi layaknya partner kerja. Namun, sejak Kamila menemui Radhit siang itu, Radhit menjadi lebih terusik, pasalnya Kamila berusaha terus berinteraksi dengan Radhit. Beruntungnya Galang yang paham langsung memberikan berbagai pekerjaan kepada Kamila agar wanita itu tidak terus-menerus mengganggu Radhit. Anggaplah Galang kurang profesional, tetapi hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membantu sahabatnya.

Seperti saat ini, Radhit bergegas untuk keluar dari ruang meeting setelah menyelesaikan rapat dengan divisi marketing. Namun, lagi-lagi ia kurang cepat. Kamila berhasil menahannya sebelum ia masuk ke dalam ruangan.

"Kenapa Kak Radhit menghindar terus? Aku cuma pengen ngobrol," ucap Kamila yang saat ini berdiri di depan Radhit, menghalangi pergerakan pria itu untuk bisa masuk ke ruangannya.

"Saya banyak kerjaan," balas Radhit. Mungkin jika ada yang melihat ekspresi Radhit saat ini, mereka mengira Radhit memiliki dua kepribadian karena Radhit yang biasanya murah senyum dan Ramah kini menjadi sangat dingin dan terkesan menyeramkan.

"Kak Radhit udah berubah, nggak kayak Kak Radhit yang aku kenal," ujar Kamila dengan raut wajah kecewa. "Mana Kak Radhit yang peduli sama aku? Mana janji buat selalu ada untuk aku?" lanjutnya.

Radhit menatap Kamila tidak percaya. Apa wanita itu masih belum sadar akan kesalahannya di masa lalu. Ia memilih untuk tidak memedulikan ucapan Kamila dan berjalan ke arah ruangannya.

"Padahal aku cuma bohong gitu aja, tapi Kak Radhit malah ninggalin aku." Perkataan Kamila kali ini benar-benar membuat Radhit menghentikan langkahnya.

"Cuma?" gumam Radhit lalu ia membalikkan tubuhnya. "Cuma?" tanyanya lagi. "Yang kamu bilang cuma itu berhasil ngancurin semuanya," lanjutnya. Kali ini dadanya kembali sesak mengingat kepingan-kepingan masa lalu yang sebenarnya tidak ingin ia ingat.

"Aku ngelakuin itu karena nggak mau kehilangan Kak Radhit," ujar Kamila.

Radhit berusaha tidak memedulikan ucapan yang terlontar dari mulut Kamila. Ia tidak ingin mengingat masa lalu itu lagi dan ia juga masih sadar untuk tidak meledakan emosinya di kantor.

***

"Ci, lihat Kamila nggak?" tanya Galang kepada Oci yang sedang bersiap untuk bertemu dengan penulis.

Oci menggeleng, "Enggak, Pak."

"Dia belum ke sini berarti?"

Oceana kembali menggeleng, "Kita janjian di lobby, Pak."

Pukul 10 siang, Oci memang ada janji untuk bertemu penulis yang akan menerbitkan novelnya di perusahaan mereka. Ia akan pergi bersama Kamila yang menjabat sebagai sekretaris Galang dan beberapa karyawan dari divisi marketing karena mereka akan membicarakan tentang strategi marketing untuk memasarkan novel. Galang sengaja menyuruh Kamila untuk ikut karena lagi-lagi ia ingin membiarkan Radhit hidup dengan tenang tanpa adanya Kamila di kantor. Setidaknya sampai jam makan siang selesai.

Galang menghela napas pelan, "Ya udah kalau gitu. Ini mau langsung berangkat?"

"Mau ke ruangan Mas Radhit dulu ngasih naskah," balas Oci yang diakhiri dengan senyuman.

Galang mengangguk, "Emang bagusnya izin suami dulu," bisiknya lalu pergi dari hadapan Oci.

Oci menoleh ke sekitarnya memastikan bahwa tidak ada yang mendengar ucapan Galang. Ia lalu menenteng tasnya dan berjalan menuju ke ruangan Radhit.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang