09. Pagi hari di apartemen

8K 483 2
                                    

Pagi ini Radhit sudah dikejutkan dengan Oci yang menepuk lengannya. Saat pertama kali Radhit membuka mata, ia melihat istrinya dengan wajah ketakutan.

"Kenapa?" Radhit bergumam dengan suara yang masih terdengar parau. Ia melirik jam yang bertengger di dinding dan waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi.

"Ada yang bunyiin bel terus-terusan. Aku takut soalnya sambil teriak-teriak panggil nama Mas Radhit." Radhit menatap bingung ke arah Oceana. "Suaranya cowok, mas. Gede gitu suaranya."

Siapa yang datang ke apartemennya sepagi ini? Siapa orang yang rajin bertamu di hari Sabtu yang cerah ini? Apa penagih hutang? Perasaan Radhit tidak nemiliki hutang apa-apa.

"Bentar, aku cek dulu."

"Hati-hati, mas."

Saat Radhit keluar dari kamarnya, bel rumah masih berbunyi, tetapi tidak ada suara manusia yang memanggil dirinya seperti yang dikatakan oleh Oci.

Pria itu memutuskan membuka pintu. Oci ia minta untuk tetap berada di kamar karena Radhit baru menyadari bahwa kini Oci hanya mengenakan baju tidur yang sangat pendek.

"Radhit!" Baru saja pintu terbuka, ia sudah disuguhi pemandangan Galang yang hanya menggunakan training santai dan hoodie abu-abu. Apa maksud Galang datang pagi-pagi seperti ini?

"Lo ngapain, sih? Nggak sopan banget pagi-pagi udah bertamu ke rumah orang. Mana mencet bel kayak orang kesetanan." Omelan Radhit hanya ditanggapi oleh senyuman oleh Galang.

Bukan suatu hal yang baru bagi Radhit. Galang memang sering mengunjunginya di berbagai waktu. Subuh pernah, magrib pernah, bahkan pukul 2 pagi juga pernah. Saat itu Galang sedang mabuk dan pria itu menunjuk alamat Radhit sebagai tempat tinggalnya ketika ada orang baik hati yang ingin mengantarnya pulang.

"Masih mending gue pencet bel dari pada gue langsung masuk."

"Itu karena password-nya gue ganti, kalau nggak, ya, udah pasti lo main masuk aja."

Galang menatap Radhit curiga, "Lo ganti password karena bawa cewek pulang, kan? Ngaku lo!"

"Lo ngomong apaan? Nggak jelas! Udah sana pulang." Radhit mendorong tubuh Galang pelan.

"Tuh, kan, lo nggak bolehin gue masuk, pasti karena ada cewek di dalem kamar lo." Galang terus memojokkan Radhit hingga Radhit sendiri bingung maksud dari Galang. "Gue seneng banget kalau lo beneran bawa cewek pulang, tapi gue harus pastiin kalau lo main aman. Awas, bro, kalau hamil bisa gawat."

Radhit menatap Galang dengan tatapan jenuh, ia masih tidak mengerti sahabatnya itu mengoceh perihal apa.

"Mas Radhit." Suara itu membuat Radhit dan Galang menatap ke arah sumber suara. Oci berdiri dengan payung yang berada di tangannya.

"Kamu ngapain bawa-bawa payung?"

Oci menyembunyikan payung di belakang tubuhnya, ia cukup terkejut saat melihat Galang yang berdiri di depan Radhit, "Nggak papa cuma buat jaga-jaga."

"Gue nggak salah lihat, kan?" Oci tersenyum canggung saat Galang menatapnya secara intens. Ia kenal dengan Galang, salah satu direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Sejujurnya ia sangat terkejut karena Galang yang tiba-tiba berada di depan pintu apartemen Radhit, tetapi mengingat Galang dan Radhit yang bersahabat, ia seharusnya tidak terlalu terkejut.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang