Oci menatap Radhit yang kini sibuk menyetir. Ia merasakan perubahan dari sikap Radhit semenjak mereka makan siang hingga saat ini ketika mereka pulang bersama. Radhit yang memang lebih banyak bicara dibandingkan Oci mendadak menjadi pendiam dan hal tersebut cukup mengkhawatirkan bagi Oci.
"Mas Radhit nggak papa?"
Radhit menoleh ke arah Oci lalu tersenyum, "Nggak papa, emangnya aku kenapa?"
"Kalau capek kita langsung pulang aja. Aku bisa belanja besok."
Radhit terdiam sejenak, "Nggak papa?" Oci mengangguk, ia semakin yakin bahwa Radhit memang dalam kondisi yang tidak baik. Ia mengingat bahwa kemarin pun suaminya itu memang sudah dalam kondisi yang kurang baik, tetapi ia melupakannya karena luka masa lalu yang harus ia buka kembali.
Tidak ada perbincangan dari keduanya hingga mereka tiba di rumah. Setelah membersihkan tubuh pun Radhit langsung menuju ruang kerjanya, sedangkan Oci memutuskan untuk melanjutkan kegiatannya di kamar.
Radhit hanya terdiam di dalam ruang kerjanya, ia tidak melakukan apa-apa karena dirinya hanya ingin menyendiri dan menenangkan diri. Obrolannya bersama Kamila cukup membuat dirinya kembali mengingat masa-masa paling menyedihkan dalam hidupnya. Hanya mengingat saja dadanya sesak apalagi harus membicarakan masalah itu lagi. Ucapan Kamila tentang wanita itu yang mengalami keguguran juga membuat Radhit memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.
Ponsel yang bergetar di atas meja kerjanya membuat lamunan Radhit buyar. Tertera nama Galang sebagai pemanggil.
"Kenapa?" tanya Radhit tepat setelah panggilan tersebut ia angkat.
"Lo nggak papa?" Radhit terdiam, sepertinya sahabatnya itu tahu sesuatu hal. "Gue lihat lo sama Kamila di lorong." Tepat seperti yang Radhit kira, Galang mengetahuinya.
"Nggak papa, ngobrol bentar doang."
Terdengar helaan napas Galang, "Sorry, gue nggak cross check dulu ke HRD."
"Nggak papa lah, lagian kalau lo tau duluan mau gimana? Lo batalin penerimaannya? Kelihatan kurang profesional."
"Butuh curhat nggak?"
"Nggak deh, gue mau kelonan."
"Tai lo, gue juga bisa."
Radhit terkekeh, "Beda, gue udah halal."
"Emang tai lo. Udah lah, gue mau ngurusin kerjaan dulu. Ganggu aja lo!"
Sambungan telepon terputus. Radhit terkekeh, menjahili Galang memang hiburan bagi dirinya. Ia patut berterima kasih kepada Galang karena sahabatnya itu, perasaannya menjadi lebih baik.
Radhit kembali ke dalam kamar, ia mendapati Oci yang duduk di window seat dengan laptop dipangkuannya dan headphone yang ia kenakan. Kalau seperti ini biasanya Oci sedang melakukan hobinya menulis cerita fiksi.
Mendapati bahwa istrinya itu tidak menyadari kedatangannya, ia akhirnya bergabung dan duduk berhadapan dengan Oci.
"Mas?" Oci melepas headphone-nya. "Udah selesai? Mau makan nggak? Biar Aku gorengin ayam."
"Cari makan di depan komplek aja, yuk!"
"Nggak capek?"
"Nggak kalau sama kamu, itung-itung pengganti karena nggak jadi belanja."
Oci tersenyum tipis lalu mengangguk, "Aku ganti ambil jaket dulu."
Setelah bersiap, keduanya memutuskan untuk mencari makan di luar menggunakan motor Radhit. Seperti rencana Radhit, mereka menuju depan komplek yang dipenuhi oleh pedagang kaki lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Traumas [End]
RomanceHanya dalam tiga hari, hidup Oceana berubah total. Ia yang awalnya merupakan seorang wanita dengan prinsip tidak akan pernah menikah tiba-tiba diharuskan menikah dengan seorang pria yang sangat ia kenal. Bukan teman, sahabat, ataupun pacar, tetapi a...