38. Perkara permen

7.7K 489 3
                                    

"Ci, udah siap belum?" tanya Radhit sambil membuka pintu kamar. "Kamu belum mandi?" tanyanya terkejut.

Sabtu ini mereka berencana akan pergi ke Bandung untuk memberikan kejutan kehamilan Oci. Sejak pagi Radhit sudah meminta Oci untuk mandi dan bersiap-siap, sementara Radhit mencuci mobilnya. Rencananya setelah Radhit pulang dari tempat cuci mobil, mereka langsung berangkat ke Bandung agar tidak terlalu siang. Namun, kenyataannya saat Radhit pulang, Oci masih berbaring sambil menonton drama di ponselnya.

"Aku nggak mau mandi," ujar Oci yang masih berbaring di kasur.

Radhit menghela napas, "Ya udah nggak usah mandi, ayo langsung berangkat."

"Aku belum pake skincare," ujar Oci yang masih belum mau beranjak dari kasur.

"Oke, aku tunggu, kamu skincare-an dulu aja."

Oci menggeleng, "Aku males banget mau bangun dari kasur."

Radhit menghela napas lagi menahan kesal, "Terus kamu mau apa? Nggak usah pergi? Ya udah di rumah aja."

Beberapa detik kemudian, Oci bangun dari tidurnya, "Kamu marah, mas?"

"Nggak," balas Radhit sambil melipat selimut yang terjatuh.

"Nggak, kamu marah," ujar Oci lagi yang masih terus melihat ke arah Radhit.

Radhit menghela napas lalu menatap Oci dengan senyuman, "Nggak, sayang. Udah, ya, kalau kamu mau tetep berangkat cepet siap-siap, kalau nggak mau yaudah nggak papa."

Oci berjalan ke kamar mandi dengan malas, tubuhnya seperti tidak ingin di ajak bergerak meskipun hanya melangkah beberapa meter.

Radhit kembali menghela napas. Ia yang awalnya hanya mendengar pengalaman teman-temannya saat menghadapi hamil, akhirnya merasakan sendiri dan ternyata harus banyak menyiapkan kesabaran.

Hanya butuh waktu dua puluh menit, Oci sudah siap dengan one set coklat dan cardigannya. Ia hanya memoles wajahnya dengan moisturizer, sunscreen, dan liptint. Malas rasanya memoles make up lainnya.

"Beli jajan dulu, ya," ujar Oci ketika ia baru masuk ke dalam mobil.

"Boleh."

Mobil mereka melaju menuju minimarket yang ada di depan komplek. Sudah menjadi kebiasaan Oci yang selalu mampir ke minimarket untuk membeli makanan ringan. Bahkan, ia bisa membawa satu kantong belanja berisikan makanan ringan ke kantor.

Setelah berbelanja, mereka melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Butuh waktu tiga setengah jam untuk mereka sampai di rumah. Sejak tadi jalanan ramai lancar tanpa kemacetan, sehingga mereka tidak perlu berlama-lama di jalan.

"Loh, kok dateng nggak ngabarin?" Liliana yang sedang duduk di teras menemani Omar mencuci motor tiba-tiba berdiri ketika melihat Radhit keluar dari mobil.

"Apa kabar, bun?" tanya Radhit yang lebih dulu masuk ke dalam halaman rumah.

"Alhamdulillah," ujar Liliana. "Kok nggak bilang mau ke sini?" lanjutnya.

"Kejutan, bun," balas Radhit lalu terkekeh.

Liliana tersenyum lalu ia melihat ke arah Oci yang masih mencari sesuatu di mobil, "Kak, kamu ngapain di sana? Sini dong."

"Bentar, bun."

Radhit kembali menghampiri Oci, "Kamu cari apa?"

"Chacha aku mana, ya?"

"Chacha apa?" Radhit menatap Oci bingung.

"Permen Chacha yang tadi aku beli," ujar Oci dengan nada kesal.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang