34. Kejadian buruk

6.6K 413 4
                                    

Oci menghela napas lelah, tiga hari sudah Azka resmi menjadi bagian dari divisi editor. Entah ia harus bersyukur atau tidak ketika Azka menjelaskan bahwa ia tidak selamanya berada di cabang ini dan ia hanya di sini sampai perusahaan menemukan kandidat yang pas untuk menjadi karyawan tetap di divisi editor.

"Perlu dibantuin?" Oci sedikit terkejut saat mendapati Azka berdiri di samping cubicle-nya.

"Nggak, makasih," ujar Oci, ia berusaha fokus melanjutkan pekerjaannya.

"Kamu kebiasaan, ya, kalau ngerjain sesuatu ambis banget," ujar Azka sambil terkekeh. "Jangan capek-capek, lah, Ci," lanjutnya.

Oci hanya tersenyum tipis tidak begitu mempedulikan Azka. Ia masih menuruti perkataan Radhit untuk tidak terlalu berinteraksi dengan Azka jika tidak begitu dibutuhkan.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Azka dengan nada yang kesal. Oci masih tidak memedulikan ucapan Azka.

"Oci, saya lagi ngomong," ujar Azka, tetapi kali ini ia menepuk pundak Oci dan cukup membuat Oci terkejut.

Oci berdiri dari duduknya, "Lo ngapain, sih?" Napasnya tersendat. Jujur, dia takut. Sangat takut.

"Saya cuma nepuk kamu kok," ujar Azka bingung.

"Nggak udah pegang-pegang," ujar Oci lagi.

"Saya nggak pegang-pegang kamu," balas Azka lagi.

Oci tidak memedulikan, ia langsung pergi dari sana sambil membawa laptopnya. Ia berjalan menuju ruang meeting yang ada di lantai tiga.

Oci mengulum bibirnya sendiri, menahan air mata yang akan keluar. Hanya satu tepukan dari Azka, tetapi mampu membuat Oci kembali mengingat semua kenangan buruk itu.

Ia benar-benar tidak sanggup. Detik itu juga tangis Oci pecah. Entah ruang itu kedap suara atau tidak. Namun, Oci sudah tidak bisa menahan rasa takutnya.

"Ci, lo kenapa?" tanya Jessica yang tiba-tiba datang.

Kali ini Oci tidak bisa menyembunyikan tangisnya. Semakin Jessica bertanya, Oci semakin menangis.

"Ci, kenapa, hey?" Jessica mengelus pundak Oci yang masih menangis.

"Gue takut, mbak." Oci berbicara terbata-bata karena tangisnya.

"Takut apa?" Jessica terlihat khawatir karena ini pertama kalinya melihat Oci menangis. "Nggak papa kalau lo nggak mau cerita, tapi coba lo tenangin diri lo," lanjutnya.

Oci menghela napas pelan berusaha menghentikan tangisnya. Hampir sepuluh menit, Oci berusaha menghentikan tangisnya hingga mulai mereda.

"Udah tenang?" tanya Jessica yang dibalas anggukan oleh Oci.

"Bentar lagi waktunya balik, lo mau balik ke ruangan nggak?" tanya Jessica.

Oci menggeleng, "Gue nggak mau ketemu Azka, mbak."

Jessica menatap bingung ke arah Oci. Namun, sedetik kemudian ia terlihat terkejut, "Lo diapain sama Mas Azka?"

"Ci, serius? Lo kena pelecehan seksual?"

Oci menggeleng, "Bukan, mbak."

Jessica menghel napas lega, "Terus kenapa? Mas Azka semena-mena sama lo?"

"Enggak kok, mbak."

"Terus kenapa?" tanya Jessica lalu ia menggelengkan kepalanya. "Sorry sorry gue banyak tanya. Nggak papa kalau lo nggak mau cerita," lanjutnya.

"Gue boleh cerita, mbak?" tanya Oci.

Saat ini ia ingin menceritakan ketakutannya, terlebih pada Jessica yang terus menyuruhnya untuk berlaku baik dengan Azka ketika Oci terlihat cuek dan jutek. Katanya agar pria itu merasa nyaman berada di divisinya.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang