Sudah hari keempat Radhit mendiaminya dan lagi-lagi Oci belum berani menegur suaminya. Mereka masih berinteraksi secukupnya. Sama seperti hari ini, mereka akan menuju rumah sakit untuk kontrol kehamilan Oci yang sudah menginjak trimester dua atau lebih tepatnya minggu ke-13.
Oci menendang-nendang angin menunggu gilirannya dipanggil. Ia menoleh ke arah beberapa ibu hamil yang duduk di kursi sampingnya. Ia jadi merasa sendirian karena semua ibu hamil di sana ditemani oleh suami mereka. Sebenarnya Oci juga ditemani oleh Radhit, tetapi saat ini suaminya sedang membeli minuman untuk mereka.
"Nggak kok, nggak disuntik. Dokternya cuma mau ngobrol sama Gio."
Oci menoleh ke arah seorang wanita yang duduk tepat di sebelahnya. Ia sedikit terkejut mendapati seseorang yang ia kenali.
"Farah?" Wanita itu menoleh ke arah Oci. Jarak mereka hanya terpisah satu kursi kosong saja.
Tidak ada balasan dari Farah, wanita itu hanya diam saja lalu kembali menenangkan anaknya yang merengek.
"Ananda Giovani Putra." Suara seorang perawat membuat Farah berdiri untuk masuk ke ruangan dokter. Oci baru menyadari bahwa ruangan dokter anak terletak di samping ruangan dokter obgyn.
Beberapa saat kemudian Radhit datang dengan dua botol air mineral dingin. Ia memberikan air mineral tersebut kepada Oci tanpa mengatakan apa pun.
Setelah menunggu lima menit tanpa percakapan apapun akhirnya nama Oci dipanggil untuk masuk ke ruang dokter. Dokter Yuniar menyambut mereka dengan senyum hangat.
"Apa kabar, Bu Oci?"
"Alhamdulillah baik, dok."
"Ada keluhan selama trimester pertama?"
Oci tampak berpikir, "Sampai sekarang masih mual kalau pagi, dok. Badan juga rasanya lemes sama capek."
Yuniar mengangguk paham, "Oke, kita periksa dulu, ya."
Oci berbaring di tempat yang sudah disediakan, sedangkan Rdhit berdiri di samping Oci.
"Agak lebih tinggi, ya, tensinya daripada kontrol sebelumnya," ujar Yuniar kepada Oci dan Radhit.
"Kalau tensinya tinggi bisa berpengaruh ke bayinya, dok?" tanya Radhit kepada Yuniar.
"Berpengaruh kalau sudah dalam jangka waktu yang panjang. Darah tinggi pada ibu hamil banyak dikhawatirkan karena bisa menyebabkan preeklamsia."
"Terus gimana, dok? Apa perlu pengobatan lebih lanjut?" tanya Radhit lagi.
"Sebenarnya kuncinya cuma jangan setres dan makan makanan yang bergizi. Kalau itu sudah dilakukan dan tensinya bisa normal berarti tidak perlu pengobatan lebih lanjut," ujar Yuniar.
"Pak Radhit bisa lebih memantau kondisi Bu Oci, bisa memberi afirmasi positif juga karena support suami adalah hal yang paling dibutuhkan oleh ibu hamil."
"Pemeriksaan selanjutnya kita cek lagi. Semoga bisa kembali normal," lanjutnya.
Oci terdiam sejenak. Ia akui bahwa ia sempat terguncang dan susah tidur setelah bertemu Kamila. Ia dipaksa untuk mengingat masa lalunya hingga anxiety-nya kembali kambuh. Ditambah silent treatment yang diberikan oleh Radhit menambah rasa sedih yang dirasakan Oci.
"Iya, dok. Terima kasih."
***
Oci sudah berdiri sekitar lima menit di depan ruangan kerja Radhit yang terbuka sedikit. Setelah mendengar ucapan dokter Yuniar, ia ingin menurunkan egonya demi bayi yang ada di kandungannya. Selain itu ia juga sudah merindukan Radhit. Ia ingin bercerita lagi tentang hari-hari yang telah ia lalui. Ia ingi bercerita tentang anxiety-nya yang kambuh akhir-akhir ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Traumas [End]
RomanceHanya dalam tiga hari, hidup Oceana berubah total. Ia yang awalnya merupakan seorang wanita dengan prinsip tidak akan pernah menikah tiba-tiba diharuskan menikah dengan seorang pria yang sangat ia kenal. Bukan teman, sahabat, ataupun pacar, tetapi a...