Ekstra Part (2): Semakin tua, semakin dewasa

3.4K 193 4
                                    

"Bunda, itu siapa?" Ravi memandang tidak suka kepada seorang bayi laki-laki yang berada digendongan Oci.

"Ini adek Ravi, dong. Ayo, disapa adeknya!" balas Oci sambil mensejajarkan wajah bayi kepada Ravi.

Ravi terdiam sejenak lalu ia naik ke atas sofa yang diduduki Oci. Balita berusia tiga tahun itu menarik kuat lengan Oci.

"Jangan, bunda!" Ravi menarik lengan baju Oci.

"Eh, nanti adeknya jatuh, sayang." Mendengar ucapan Oci, balita tiga tahun itu berteriak kesal.

"Ravi..." Radhit memberi peringatan kepada anak laki-lakinya itu.

Ravi turun dari sofa dan menghampiri Radhit. Tangannya terulur meminta Radhit untuk menggendongnya. Dalam gendongan Radhit, Ravi terisak-isak.

"Ya ampun, kenapa?" Hana yang baru saja datang menatap heran ke arah Ravi yang menangis.

"Cemburu, bundanya gendong bayi," ujar Oci seraya menyerahkan kembali bayi laki-laki itu kepada Hana.

Hari Sabtu yang cerah ini, Oci memutuskan untuk berkunjung ke rumah Hana yang baru saja melahirkan. Hana memang sudah melahirkan seminggu yang lalu, tetapi Oci baru bisa berkunjung karena seminggu ini ia berada di Bandung dalam rangka liburan keluarga.

Hana terkekeh, "Gimana kalau punya adek sendiri?"

"Belum bisa, sih, kayaknya. Bisa tantrum setiap hari," balas Radhit seraya terkekeh.

"Nevin gitu juga nggak waktu punya adek?" tanya Oci kepada Hana.

Hana menggeleng, "Mungkin karena Nevin ngelihat temen-temennya udah pada punya adek semua, jadi dia minta adek mulu. Apalagi waktu tau kalau gue hamil. Setiap hari ditanya kapan adeknya keluar. Fomo dia," ujarnya lalu terkekeh.

"Berarti emang waktunya tepat." Radhit menanggapi ucapan Hana.

"Jarak empat tahun udah cukup kok menurut gue."

Oci menggeleng, "Lihat gue gendong bayi aja ngambek, Na. Apalagi punya adek sendiri."

Hana tersenyum lalu melambaikan tangannya ke arah Ravi, "Sini, Ravi nggak mau kenalan sama adek?"

"Tuh, adeknya mau kenalan." Radhit menurunkan Ravi.

Ravi berlari ke arah Oci sambil memandang ke arah bayi di gendongan Hana.

"Mau pegang tangan adek nggak?" Hana mengangkat tangan bayinya. Ravi mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan bayi Hana perlahan.

"Kecil, bunda." Ravi menoleh ke arah Oci.

"Iya, adeknya masih kecil. Dulu Ravi juga segini."

"Ravi nggak mau punya adek juga kayak Abang Nevan?" tanya Hana seraya tersenyum kecil.

~~~

"Ravi udah tidur?" Oci menoleh ke arah Radhit yang baru saja masuk ke dalam kamar.

Radhit mengangguk, "Masih belum selesai?"

Oci menghela napas pelan, "Belum, masih banyak."

"Santai aja ngerjainnya, nggak bakal dimarahin atasan kok," ujar Radhit lalu terkekeh.

"Nggak profesional banget, sih," balas Oci seraya terkekeh.

Dua tahun yang lalu Oci memutuskan untuk resign dan membantu Radhit di perusahaan penerbitannya sebagai Editor In Chief.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang