13. Kisah masa lalu

7.2K 453 3
                                    

Physical Abuse

Radhit menghembuskan napasnya pelan, berusaha untuk menahan rasa sesak di dadanya. Wanita itu datang lagi setelah berhasil menghancurkan hidupnya. Rasa sakit itu datang lagi tepat saat ia melihat wanita itu di hadapannya. Radhit sedang berusaha untuk sembuh dari luka yang wanita itu torehkan, tetapi wanita itu datang dan kembali membuat Radhit hampir kehilangan akalnya jika ia tidak menyadari bahwa dirinya harus memimpin rapat siang tadi.

Setelah cukup menenangkan diri, Radhit melirik ke arah jam tangannya. Jam kerjanya sebentar lagi selesai. Saat ini ia hanya ingin pulang dan bertemu istrinya. Pikirannya sedang kacau hingga ia tidak menyadari bahwa mobilnya sudah memasuki komplek perumahan mereka.

"Kok udah masak?" Radhit memasuki rumahnya dan mendapati Oci yang sedang berkutik dengan bumbu dapur yang ada di hadapannya.

Oci tersenyum, "Mandi dulu aja, mas, habis ini aku selesai masaknya.

Bukannya menuruti ucapan Oci, Radhit malah menghampiri Oci, "Kamu udah nggak papa?"

"Udah enakan kok habis minum obat tadi," ucap Oci seraya tersenyum. "Mas Radhit mandi dulu aja."

Radhit mengangguk lalu memasuki kamarnya untuk mandi. Setelah sepuluh menit, ia kembali ke ruang makan yang sudah dipenuhi oleh makanan.

"Tadi jadi ke dokter?" Oci hanya mengangguk. "Sama siapa?" tanya Radhit lagi.

"Sendirian," balas OCI singkat. "Tadi di kantor gimana? Maaf aku nggak bisa ikut meeting," lanjutnya.

"Aman kok tadi ada Jessi sama Pandu." 

Oci mengangguk, "Mas, habis makan aku mau ngomong sesuatu."

"Ngomong apa?"

"Nanti aja."

***

Oci duduk melamun di atas ranjang menunggu Radhit menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja. Ia sudah memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Radhit sesuai dengan saran dari Syena. Ia berharap kehadiran Radhit dapat membantu menyembuhkan trauma yang ia derita.

"Mas Radhit?" Oci cukup terkejut saat Radhit datang dan langsung memeluknya dari samping.

"Bentar aja," gumam Radhit dengan wajah yang ia tenggelamkan di bahu Oci.

Oci hanya diam tidak berkata sedikit pun, ia hanya mengusap pundak Radhit. Ia menerka bahwa Radhit sedang tidak baik-baik saja. Ia tidak bisa membuat kalimat penenang, ia hanya dapat menjadi sandaran bagi Radhit.

Butuh waktu lima menit hingga Radhit melepaskan pelukannya, ia terlihat mengusap matanya dan membuat Oci tertegun. Radhit menangis? Ada apa?

"Mas nggak papa?"

Radhit mengangguk sebagai balasan, "Kamu mau ngomong apa?"

Oci terdiam sejenak. "Besok aja," lanjutnya.

Radhit yang mengerti mengelus punggung tangan Oci pelan, "Aku cuma capek aja kok."

Oci kembali terdiam. Ia tidak tahu apakah ini waktu yang tepat atau tidak. Pasalnya ia melihat Radhit sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Ia tidak mau menambah beban pikiran Radhit.

"Ngomong aja, Ci."

"Tadi aku ke dokter," ujar Oci. "Ternyata badan aku panas bukan karena demam," lanjutnya.

"Terus kenapa?"

"Mas tau aku punya trauma?"

Radhit mengangguk, "Aku pernah denger dari bunda kalau kamu nggak mau nikah karena trauma sama perceraian orangtua kamu."

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang