"Rame banget," gumam Oci saat mereka sampai di basement Alun-alun Surabaya.
"Mungkin karena ini hari Sabtu," ujar Radhit sambil memandang ke seluruh ruangan. "Kamu tau tempat ini dari mana?" tanyanya. Ia memang pernah tinggal di Surabaya, tetapi tempat ini belum pernah ia dengar sebelumnya.
Oci menoleh, "Mas Radhit nggak pernah main sosial media, ya? Tempat ini kan salah satu tempat hits di Surabaya."
"Emang iya?"
"Aku lupa kalau orang tua main hp cuma buat buka WhatsApp sama Youtube doang."
Radhit menatap Oci tidak percaya, "Wah, parah aku dibilang orang tua."
Oci terkekeh, "Ayo, ke sana!"
Mereka berkeliling melihat lukisan-lukisan yang ada di pameran seni. Cukup banyak foto yang mereka ambil, tetapi lebih banyak foto candid Oci yang diambil oleh Radhit menggunakan ponselnya. Mereka juga sempat berkeliling mencicipi beberapa makanan ringan yang dijual di sana.
"Makin rame, mas. Kita balik hotel aja, yuk!"
Waktu sudah menunjukkan empat sore dan semakin banyak pengunjung yang datang. Mungkin karena malam minggu akan segera tiba.
"Jangan balik ke hotel, deh," ujar Oci lagi.
"Kamu mau kemana lagi?"
"Katanya mau ajak aku ke tempat street food."
"Boleh, tapi tempatnya buka habis magrib. Kita mampir masjid dulu, ya, sambil nunggu." Oci mengangguk setuju.
***
Oci menatap kondisi di sekitarnya, "Katanya buka habis magrib."
"Memang habis magrib. Kenapa emangnya?"
"Rame banget padahal baru jam enam," ujar Oci sambil melihat sekelilingnya yang penuh dengan orang.
"Nggak nyaman, ya? Mau cari tempat lain aja?"
Oci menggeleng, "Nggak papa kok cuma nggak nyangka aja kalau bakal serame ini."
"Kamu duduk di sana aja biar aku yang beliin," ujar Radhit memberikan opsi.
Oci kembali menggeleng, "Aku mau ikut."
"Ayo, keburu makin rame!"
Keduanya berkeliling mengitari stan-stan makanan yang ada di sana. Lapangan Kodam Brawijaya, salah satu wisata kuliner malam yang terkenal di Surabaya. Sebenarnya Radhit juga tidak tahu tempat ini karena saat dirinya tinggal di Surabaya, tempat ini belum ada. Ia tahu dari supir taksi yang mengantarnya ke hotel.
"Aku mau ke sana, ya." Belum sempat Radhit menjawab, Oci sudah berjalan membelah lautan manusia.
Mau tidak mau Radhit ikut berjalan membelah lautan manusia, mengikuti Oci yang berjalan begitu cepat. Hingga mereka berhenti di salah satu stan penjual telur gulung dan teman-temannya.
"Bihun gulung sama telur gulung sepuluh ribu, ya, bu," ujar Oci kepada ibu penjual lalu ia menatap ke arah Radhit. "Mas Radhit mau?"
Radhit menggeleng, "Minta kamu aja."
"Oke."
Setelah menunggu beberapa menit, Oci menerima telur gulung yang sudah matang. Mereka melanjutkan perjalanan mengelilingi lapangan besar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Traumas [End]
RomansaHanya dalam tiga hari, hidup Oceana berubah total. Ia yang awalnya merupakan seorang wanita dengan prinsip tidak akan pernah menikah tiba-tiba diharuskan menikah dengan seorang pria yang sangat ia kenal. Bukan teman, sahabat, ataupun pacar, tetapi a...