"Mas Radhit mau bawa baju apa aja?" tanya Oci yang kini duduk dengan dua koper di depannya. Satu miliknya dan satu lagi milik Radhit.
"Kemeja, celana kain, celana pendek, sama kaos biasa aja. Nggak usah banyak-banyak, aku mau langsung pulang kalau urusannya selesai," ujar Radhit yang ikut duduk di samping Oci.
"Okey." Oci memasukkan semua baju yang Radhit sebutkan ke dalam koper.
Radhit menghela napas pelan, ia menjatuhkan kepalanya ke pundak Oci. "Pengen ikut kamu aja."
Oci terkekeh, "Ya udah ikut aja."
"Kalau bisa aku mau kabur. Narendra aja boleh kabur, masa aku nggak boleh."
"Jadi beneran berangkat sendirian?"
"Iya kali, nggak tau juga."
"Sabar aja, namanya juga kerjaan."
Radhit mengangguk lemas, "Besok berangkat jam berapa?"
"Sekitar jam enam."
"Pesawatku jam setengah delapan, aku nggak bisa nganterin. Kamu naik taksi online aja nggak papa?"
"Nggak papa."
"Beres, deh." Setelah beberapa menit Oci merapikan baju-baju yang akan mereka bawa, akhirnya pekerjaan itu terselesaikan.
"Tidur, yuk!" ajak Radhit yang sudah bersiap untuk mematikan lampu.
***
Perjalanan dari Jakarta ke Surabaya hanya membutuhkan waktu 60 menit menggunakan transportasi udara. Namun, pada pukul satu siang Radhit baru sampai di salah satu hotel yang ada di Surabaya setelah kembali dari perusahaan utama. Ia bahkan belum menyentuh kasur sama sekali sejak sampai di Surabaya. Ia berniat untuk istirahat sebelum melanjutkan makan malam bersama petinggi perusahaan.
Radhit membuka ponselnya. Tidak ada tanda-tanda Oci membalas pesannya tadi pagi. Radhit memang berangkat lebih awal dari pada Oci karena jarak rumah dan bandara yang cukup jauh. Namun, ia sudah mengirimkan banyak pesan yang tidak kunjung dibaca oleh Oci.
Udah sampai belum? Udah makan siang?
Setelah mengirimkan pesan itu, Radhit masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi. Tadi pagi ia belum sempat mandi karena harus berangkat pagi.
Tidak butuh waktu lama, Radhit telah keluar dari kamar mandi dengan kondisi lebih segar. Ia berniat untuk tidur sebentar. Namun, suara ketukan pintu terdengar. Dengan langkah gontai, Radhit berjalan untuk membuka pintu kamarnya. Entah siapa yang datang, tetapi Radhit merasa ini bukan saatnya yang tepat karena dirinya benar-benar lelah.
Mata Radhit yang semula mengantuk langsung terbuka sempurna saat melihat seseorang yang berada di depan kamarnya.
"Oci? Kamu kok di sini?" tanya Radhit yang masih terkejut.
"Aku capek, mas. Boleh masuk nggak?" Radhit mempersilahkan Oci untuk masuk ke dalam kamar hotelnya.
"Kamu kok bisa sampai sini, Ci?" Radhit kembali bertanya karena Oci sudah izin untuk pergi ke Jogja mengikuti outing kloter pertama, tetapi ia malah berada di Surabaya.
"Karena ada kerjaan di sini," balas Oci singkat. "Aku mau mandi dulu, boleh?" Radhit mengangguk.
Cukup lama Radhit menunggu Oci mandi. Sekitar 30 menit setelah Oci keluar dari kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Traumas [End]
RomanceHanya dalam tiga hari, hidup Oceana berubah total. Ia yang awalnya merupakan seorang wanita dengan prinsip tidak akan pernah menikah tiba-tiba diharuskan menikah dengan seorang pria yang sangat ia kenal. Bukan teman, sahabat, ataupun pacar, tetapi a...