HK 11 - Hari pernikahan papa

47 11 1
                                    

Holla manteman, jumpe lagi.
Pa kabar aku?
Semoga sehat walafiat. Aamiin

Sebelum baca, jangan lupa baca bismillah dan doa supaya penasaran sama chapter selanjutnya.
Doain juga author nya rajin update.


Selamat membaca🙌

___________

Dara duduk di antara tamu-tamu, sedang menyaksikan sepasang manusia yang melakukan ritual. Alunan musik menjadi pengantar suasana romantis untuk pengantin baru yang ada di depan sana, mereka tersenyum lebar seolah memamerkan kebahagian pada dunia.

Disana, pengantin baru itu adalah papanya yang baru saja mengucapkan ijab kabul dengan tante Lucy. Diantara banyaknya orang yang berbahagia, tidak ada satupun yang menyadari keadaan Dara. Perasaannya hancur, ia tidak rela melihat papa menikah lagi. Mata Dara mulai perih menahan tangis, harapannya untuk bisa hidup bahagia bersama papa seolah sirna dan dibanting oleh kenyataan bahwa ada sosok baru yang hadir dalam hidup mereka.

Dara memang bukan anak kecil lagi, ia juga ingin menerima takdir yang telah kehilangan sosok ibu. Tapi rasanya sulit, masalah silih berganti sejak ibunya meninggal dan itu membuat dirinya sulit menerima orang baru. Namun walau begitu, Dara tidak pernah mau dikasihani dan dianggap lemah.

Acara sudah berjalan sampai matahari hampir tenggelam, kini Dara memutuskan pergi karena tidak ingin bertemu dengan papa untuk sementara waktu ini. Dengan lunglai, ia berjalan melewati tamu-tamu yang sedang menatapnya heran.

"Dara mau kemana? Acaranya belum selesai loh." panggil salah seorang ibu yang duduk di belakangnya.

"Aku mau cari angin dulu tante, pegel lama-lama duduk mulu."

"Oh gitu, ya sudah jangan lama-lama ya takut papa-mu nyari. Soalnya tadi saya diamanahi untuk menjaga kamu."

"Papa nyuruh tante awasin aku?" tanya Dara tak menyangka.

"Iya, kamu jangan kemana-mana ya. Tadi katanya setelah acara selesai, kalian akan pergi."

Pergi kemana?"

Sumpah demi apapun Dara tidak pernah setuju jika dibawa pergi dan tinggal bersama mereka. Dengan segera Dara pergi tanpa menoleh lagi pada papa yang masih sibuk menyalami tamu di depan sana.

Dara menyusuri lobi hotel dengan perasaan campur aduk, rasa kecewa, marah, kesal bercampur menjadi satu. Kenapa disaat seperti ini, Dara harus merasa tersakiti, papa seperti membuangnya begitu saja. Tidak bisakah laki-laki tua itu memahami perasaannya juga, Dara hanya butuh sosok papa yang selalu mengajaknya bermain, melindunginya dari bahaya, memeluknya ketika sedih. Bukan sosok papa yang mencari pengganti sang ibu untuk bisa merawat atau bahkan memberikan kasih sayang.

Dara tidak bisa menerima ini, ia akan sangat egois jika itu adalah tentang ibunya. Langkah Dara berhenti sebentar sebelum akhirnya kembali melangkah dan menerobos hujan di luar sana. Suasana di dalam gedung ini sangat berisik dan ramai sampai tidak ada yang menyadari bahwa langitpun sedang menangis bersama Dara.

Langit sudah mulai gelap dan Dara berjalan tak tahu arah, ia hanya menyusuri jalanan dengan basah kuyup. Banyak orang yang menatapnya dipinggiran sana, mungkin aneh melihat semua orang berteduh sedangkan Dara terus berjalan menembus hujan dengan dress putih selutut tanpa lengan, udara dingin tidak ia gubris dan mungkin saja semua orang tidak menyadari jika Dara sedang menangis. Air mata sudah menyatu dengan derasnya hujan.

Sampai pada saat dimana Dara berhenti melangkah dan mendongakkan kepala menatap payung yang entah datang dari mana.
Dara berbalik dan mendapati sosok Gilang yang menatapnya datar.

Hijrah Kasih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang