HK 22 - Kesepakatan pertama

30 5 0
                                    

Assalamu'alaikum manteman, hai apa kabar?
Maaf karena menghilang terlalu lama. Ketidak konsistenan dalam menulis dan upload cerita terjadi karena kesalahan ku yang kurang bisa membagi waktu antara kuliah dan bekerja.
Ya ternyata sanurma_ kecil ini sudah bukan anak remaja lagi manteman. Hihihi...

Aku sedang membiasakan diri untuk menulis dan berkarya lagi, kalian mendukung ku kann🤭😋

Semoga saja iya.

Dengan begitu dukunglah aku dengan cara membaca dan memberi apresiasi karyaku ya, klik tanda bintang di bawah dan kalau ingin meramaikan boleh komen juga.

Untuk itu selama membaca kembali cerita Dara dan Gilang ❤️

▪︎▪︎▪︎

Mata Dara terbuka saat merasakan sebuah tangan mengelus puncak kepalanya, sontak pandangannya langsung menengok pada seseorang yang berdiri di sebelahnya.

"Masih ngantuk ya, Ra?" Tanya Gilang sembari menarik kursi di samping Dara.

"Menurut bapa?!" Jawab Dara kesal. Dengan mata yang masih berat, ia memilih merebahkan kepalanya di atas meja makan.

"Harus dibiasakan ya, Ra. Keistimewaan dari shaum sunnah senin-kamis ini banyak sekali. Sayang kalau sampai dilewatkan."

Lagi, saat itu Dara bisa merasakan usapan halus dikepalanya. Walau matanya terpejam tapi Dara bisa merasakan pergerakan dan mendengar semua yang diucapkan oleh Gilang, hanya saja memang raganya ini sangat lemah, tidak bisa benar-benar duduk tegak atau sekedar membuka mata.

"Saya suapin ya, mau?" Tawar Gilang yang sedikit menarik perhatian Dara. Dengan perlahan matanya mulai terbuka dan menatap Gilang yang tepat di depan wajahnya.

"Aduh, ngapain deket-deket sih pak?" Protes Dara sembari mengumpulkan tenaga untuk mendorong bahu Gilang. "Saya makannya nanti aja."

"Kapan, Ra? Ini sudah hampir mendekati waktu adzan subuh."

"Ya salah pak Gilang kenapa banguninnya mepet banget."

"Kalau sahur itu memang bagusnya mendekati waktu adzan. Sudah saya suapin saja ya?" Tawar Gilang sekali lagi. Dia sedikit gemas dengan sikap bermalas-malasan istrinya.

Dengan sigap Gilang mengambil nasi dan sarden yang sudah ia panaskan tadi kedalaman piring dan mengambil sendok yang tidak jauh dari mereka. Lalu setelah itu ia menarik tangan Dara pelan guna membetulkan duduknya agar bersandar pada bahu Gilang. Setelah membaca doa Gilang menyuapkan nasi pada mulutnya dan suapan kedua diberikannya pada Dara.

"Cepat buka mulutnya." Perintah Gilang. Dengan pasrah Dara membuka mulutnya dan menerima suapan itu dengan mata terpejam.

Gilang terkekeh melihat perempuan yang mengunyah dengan mata tertutup. Entah kenapa perasaannya sangat senang, situasi ini tidak pernah terbayang oleh Gilang.

Yang selalu Gilang bayangkan ketika sudah menikah adalah bermanja pada istrinya dan dilayani segala kebutuhannya, namun rasanya ini berbanding terbalik. Tapi justru sikap Dara yang seperti ini membuatnya merasa seperti lelaki yang sangat dibutuhkan. Walau sejujurnya memang sedikit merepotkan.

Aktivitas mereka terus berlanjut sampai suapan terakhir di makan oleh dirinya. Dara yang kala itu membuka mulutnya, menunggu suapan masuk kedalam mulut yang tak kunjung datang. Dengan perlahan matanya terbuka dan menoleh pada Gilang yang juga sedang menatapnya sembari mengunyah makanan.

"Kenapa?" Tanya Gilang setelah selesai menelan makanan di dalam mulut.

"Mana lagi makanannya?"

"Udah habis." Jawab Gilang sembari menunjuk piring yang sudah kosong.

Hijrah Kasih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang