Orang berlalu lalang memilih barang belanjaan dengan troli yang terlihat sudah penuh. Tangan-tangan itu seolah tanpa beban mengambil apapun tanpa mempertimbangkan harga, berbeda dengan bapa-bapa yang ada di sebelahnya ini. Sejak tadi mengecek list belanjaan, memilih merk dan beberapa kali mengecek harga.
Dara mengarahkan pandangannya pada troli dan Gilang secara bergantian. Sudah hampir satu jam mereka berputar-putar di area perbuahan, tapi tidak satupun buah yang dia ambil. Bosan, Dara bahkan sudah menopang dagu di troli sembari memainkan ponselnya.
"Berapa lama lagi sih pak?" tanya Dara yang sudah tidak peduli apakah Gilang mendengarnya atau tidak.
"Mending tunggu di mobil deh."
"Kamu tunggu di mobil, jangan harap bisa makan malam." ancam Gilang.
"Lagian bapa sebenernya mau beli apa sih? Dari tadi gak selesai-selesai."
"Saya lagi pilih buah kesukaan papa kamu, dari pada ngomel mending kamu bantu saya."
Kali ini Dara menatap Gilang dengan posisi sempurna, keningnya berkerut bertanda ia sedang bingung.
"Itu list dari papa?" Tanya Dara sembari merebut kertas kecil dari tangan Gilang.
"Kok?" Dara menatap Gilang dengan ekspresi bingung, kertas itu kosong. Kalau tidak ada list, kenapa dari tadi Gilang menatap kertas itu seolah kertas itu dipenuhi daftar belanjaan.
"Aneh banget, orang bawa kertas biar gak lupa harus beli apa. Bapa malah bawa kertas kosong."
"Ini buat catatan, supaya kalau beli bahan makanan sudah tau dimana tempatnya." Gilang mengambil kembali kertas itu lalu kembali sibuk memilih buah.
"Papa nyusuh beli sesuatu? Beli apa, biar saya bantu cari."
"Enggak, papa kamu gak pesan apa-apa."
"Terus kenapa kita kesini pak?" Dara menggeram kesal. Sejak tadi mereka berkeliling tapi tidak satupun barang yang masuk ke troli.
"Memangnya kamu gak mau bawain sesuatu buat papa? Malam ini papa pindah lho."
"Saya gak peduli, papa pindah bukan urusan saya. Ngapain repot-repot kaya gini. Mending saya belanja keperluan pribadi aja."
"Kok gitu ngomongnya?"
Dara tidak mengubris, berjalan meninggalkan deretan buah-buahan menuju deretan snack. Dara berjalan sesuka hati tanpa menyadari bahwa Gilang mengikutinya dari belakang.
"Dara tunggu." Dara berbalik melihat tangannya yang dipegang oleh Gilang.
"Apa?" tanya Dara galak.
"Kamu kenapa begitu sama papa? Beliau orang tua kamu."
"Saya gak mau jawab."
"Hubungan kamu dengan papa tidak baik?"
"Saya gak mau bahas, pak."
"Kenapa?"
Kali ini Dara membuang muka, menatap kemanapun asal jangan Gilang. Ia tidak mau membahas apapun tentang papa. Mungkin waktu itu ada sesuatu sampai papa dan tantr Lucy bisa leluasa mengajaknya bicara, kali ini perasaan Dara kembali sakit jika mengingat papa menikahi wanita lain.
Bisa Dara rasakan genggaman di tangannya mengerat, Gilang seperti ingin memberikan ketenangan. Hampir saja Dara luluh. Sebelum suara seseorang membuatnya menyentak tangan Gilang.
"Dara, lo ngapain disini... Bareng pak Gilang?" aku Cecil.
Dara tampak panik, terlebih Ceci tidak sendirian. Cecil bersama Dalvin? Dara tidak salah lihat kan. Kenapa laki-laki itu bisa datang dengan Cecil.
Matanya mengarah pada tangan yang saling menggenggam, ribuan tandatanya muncul di kepalanya juga tak lupa rasa curiga yang tiba-tiba lewat bagai angin yang berhembus kilat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Kasih
Romance#2 Wedding Series Gilang&Adara _______________ Adara kira menyanggupi tantangan dari teman-temannya bisa menjadikannya bukti bahwa seorang Adara Zahira mampu menaklukkan semua lelaki termasuk dosennya sendiri. Namun, apa yang menjadi power dirinya s...