HK 23 - Hari yang panjang

27 5 3
                                    

Selamat membaca..

"Tetap lakukan yang terbaik walau selalu mendapat perlakuan yang tidak setimpal, lakukanlah semuanya karena Allah."

-Gilang Ghaffar Aprianto-

▪︎▪︎▪︎

"Yakin gak mau bareng saya aja perginya?"

Gilang berdiri menghalangi Dara yang sudah bersiap pergi ke kampus menggunakan ojol. Sebenarnya ia sedikit merasa bersalah karena sejak subuh tadi Dara selalu cemberut, sepertinya dia kesal karena terlalu banyak di tuntut olehnya.

Melihat Dara yang tidak menjawab, bahkan tidak menatapnya sama sekali membuat Gilang sedikit khawatir dengan kondisi wanita itu. Perlahan tangannya terulur berniat meraih tangan Dara, namun belum sempat terjadi, istrinya sudah menyembunyikan tangan kebelangan tubuhnya.

"Saya lagi gak mau di pegang-pegang pak." Akhirnya ucapan itupun lolos dari mulut Dara. Matanya menatap Gilang lemah, "Saya lagi puasa, ini. Jadi harus menyimpan tenaga supaya kuat sampai sore." Jelasnya.

"Nanti juga akan terbiasa, Ra." Gilang menyemangati sambil tersenyum lembut.

"Dari tadi pak Gilang cuman bisa bilang nanti terbiasa, nanti terbiasa. ini tuh saya bicara yang lagi dialami sekarang pak, bukan nanti." Dara mendelik, dan bersiap untuk keluar melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Namun seketika langkahnya kembali terhenti, pandangannya melihat kearah tangannya yang di tahan oleh Gilang.

"Maaf kalau saya salah dan terlalu memaksakan kehendak saya."

"Udahlah pak, saya mau berangkat ini. Saya males ngomong, takut tenaganya habis." Jawab Dara sembari melepaskan genggaman tangan Gilang.

"Kalau gitu kamu berangkat bareng saya aja ya?" Tawar Gilang sekali lagi.

Tanpa di duga Dara memejamkan matanya dan menghela nafas berat, kenapa dosennya ini tidak peka sih. "Pak Gilang ngerti gak sih kenapa saya gak mau berangkat bareng bapa?"

Gilang hanya menggeleng.

"Kalau saya dekat-dekat sama bapa itu bawaannya pengen marah-marah terus, dan saya gak mau menghabiskan seluruh tenaga saya untuk marah-marah. Jadi please jangan paksa saya buat ikut bareng pak Gilang." Tegas Dara sembari melangkah meninggalkan Gilang yang sedang termenung di tempatnya.

"Tapi pulangnya bareng saya ya, kita beli makanan buat buka puasa."

Samar-samar Dara masih bisa mendengar teriakan Gilang namun ia abaikan begitu saja.

Disisi lain, Gilang terdiam menatap keluar dimana Dara sudah menghilang dari pandangannya. Ia tersenyum kecut.

Gilang sadar, bahwa berdakwah itu memang sulit, bahkan jauh lebih sulit pada keluarga sendiri. Ia tidak pernah merasa kesulitan berdakwah di keluarga karena memang keluarganya sudah paham agama dari sebelum ia lahir. Tapi dengan Dara, istrinya sendiri.

Ini seperti tantangan baru untuknya. Puasa yang memang tidak akan terlihat oleh orang lain, ia sudah dicuekin begini. Bagaimana jika dirinya meminta Dara untuk menutup auratnya. Bisa-bisa kena omel sepanjang hari.

Hijrah Kasih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang