Jarak

7.1K 582 11
                                    



Hari terus berganti dan tidak terasa kandungan Keara sudah menginjak bulan keenam. Perutnya sudah terlihat menggemaskan dengan tubuh ramping dan rambut pendek yang membuat penampilan Keara jauh lebih segar. Keara memutuskan untuk memotong pendek rambutnya agar tidak gerah karena semenjak trimester ke dua Keara jadi mudah merasa kegerahan.

"Jadi, Pak Panji akhirnya setuju pakai team kita?" Lucky mengangguk tersenyum lebar. Awalnya Lucky merasa hopeless ketika keributan yang terjadi beberapa bulan lalu dengan Panji. Tetapi sekretaris lelaki itu mengabarkan bahwa proyek itu akhirnya berlanjut.

"Tapi mereka minta untuk syutingnya dialihkan di pantai Kute, mbak." Keara mengangguk.

"Oke nggak masalah. Kalian siapkan semua keperluan yang dibutuhkan ya. Ingat ini kerja sama team. Hubungi talent yang sudah kita sepakati dan hubungi juga team vidiografis dan jadwalkan syuting secepatnya. Bayu tolong dampingi Lucky untuk survey tempat syutingnya." Bayu dan Lucky mengangguk.

"Gue jadi pengen ikut ke bali." Keluh Keara.

"Kenapa lo mendadak ngidam?" Lily terkekeh menatap atasannya itu.

Keara mengangguk. Tetapi dokter sudah mewanti-wanti agar Keara tidak berpergian jauh untuk sementara waktu. Kehamilannya cukup rentan di trimester kedua. Dokter mengatakan bahwa nutrisi yang di serap oleh janin yang di kandungnya kurang sehingga ukuran janinnya lebih kecil dibanding umurnya. Keara juga memutuskan untuk berkerja dari rumah dan hari ini adalah hari terakhir Keara masuk kantor.

"Gue bakalan masuk kantor beberapa kali, kalau ada masalah hubungin gue aja. Gue Ready 24/7. Untuk Team B gue akan menunjuk Yoshep sebagai manager, untuk Raka tolong bantu Yoshep. " Mereka mengucapkan selamat kepada Yoshep.

"Oke See, ya." Keara mengemas tas dan dokumen-dokumen penting-nya yang akan di bawa ke rumah.

"Elo kenapa nggak resign aja sih." Protes Raka membantu Keara yang sedang berbenah.

"Kenapa, elo mau gantiin posisi gue kalau gue resign?" Raka berdecak sebal. Raka bukannya menginginkan posisi Keara tetapi Raka hanya khawatir ketika Mama-nya Keara menceritakan kondisi Keara. Raka merasa Keara seperti menjaga jarak. Keara akan selalu menceritakan apapun bahkan ketika Keara kesal dengan kelakuan Raihan. Keara selalu menceritakan semuanya. Tetapi Keara bahkan tidak menceritakan hal sepenting ini.

"Gue cuma nggak mau elo kenapa-kenapa."

"That's why gue WFH."

"Tapi elo bisa stress nanti. Elo bisa balik kerja lagi setelah Baby lahir. Nggak usah maksain kerja."

"Ini hidup gue, kerjaan gue, keputusan gue. Nggak usah ngurusin gue. Urus aja hidup lo sendiri." Raka terdiam. Perkataan Keara terasa menampar-nya. Raka tau Keara masih marah karena perkataannya dulu. Raka tidak bermaksud untuk mengatakan hal itu.

"Lo masih marah?" Keara menghela nafas dan menatap Raka intents. Sementara yang lainnya hanya diam pura-pura tidak perduli padahal mereka memasang kuping lebar-lebar karena ruangan Keara memang tidak ditutup. Mereka baru pertama kali melihat Raka dan Keara perang dingin selama dua bulan belakangan ini.

"Gue udah minta maaf, kan?"

"dan gue udah maafin."

"Terus kenapa elo bersikap dingin sama gue. Elo mengacuhkan gue selama ini."

"Gue biasa aja lo aja yang baper." Keara meraih tas dan kardus berisi dokumen tetapi di tahan oleh Raka.

"I'm sorry." Raka menatap Keara sendu. Keara adalah sahabatnya, adiknya, juga orang paling penting di hidup Raka. Selama hampir tiga puluh tahun mereka bersahabat untuk pertama kalinya mereka bertengkar. Benar-benar baru pertama kali mereka berbeda pendapat dan berselisih paham. Dan untuk pertama kalinya Raka menaikan suaranya dihadapan Keara.

"Gue juga udah minta maaf kan untuk sikap kurang ajar gue. Elo udah maafin gue dan gue udah maafin elo.Masalah selesai. Sekarang apa lagi?" Raka terdiam menatap Keara lekat.

"Bersikap kayak dulu."

"dan gue akan kelewat batas lagi." Raka terdiam.

"Ka, kadang jarak itu perlu. gue sadar selama ini gue selalu ikut campur dalam hidup lo. Makanan lo, tempat tinggal lo bahkan gaya hidup lo. Karena elo membiarkan gue masuk terlalu dalam sampe akhirnya gue kelewat batas dan ikut campur dalam kehidupan pribadi lo."

"Seperti yang lo bilang. Sekarang gue akan fokus dengan rumah tangga dan bayi gue. Gue nggak akan ikut campur dengan hidup lo sama sekali. Dan elo juga nggak perlu ngurusin hidup gue lagi. Itu yang terbaik buat kita." Keara melangkah meninggalkan Raka yang hanya menunduk. Raisa yang sedari tadi melihat kedua orang itu berdebat merasakan perasaan aneh di hati-nya.

Firman dengan sigap mengambil kardus di pelukan Keara.

"Nggak usah, Man. Gue bisa sendiri."

"Bumil nggak boleh angkat yang berat-berat."

Keara hanya diam membiarkan dan mereka berdua berjalan di koridor menuju lift. Sesekali Keara mendengar beberapa karyawan menggunjingkan dirinya. Keara menebalkan telinga. Melihat dari sisi karyawan lain jelas saja mereka iri karena Keara bisa berkerja dari rumah. Kalau karyawan lain sudah pasti dipecat. Raihan sebenarnya menyarankan hal yang sama dengan Raka. Tetapi Keara menolak. Keara tetap keras kepala ingin berkerja jika Keara berhenti kerja sekarang Keara tidak akan bisa masuk keperusahaan ini lagi karena sudah pasti posisinya sudah digantikan orang lain. Raihan berjanji posisi Keara akan kembali setelah Keara berkerja lagi tetapi Keara tidak mungkin menyingkirkan penggantinya nanti.

"Berisik lo, bacot. Lo kerja apa mau ngerumpi." Sembur Firman tidak tahan karena cibiran yang dilontarkan beberapa karyawan yang mereka lewati.

"Kayak lo masuk ke perusahaan ini nggak pakai orang dalem aja." Sungut Firman kepada resepsionis yang bergosip di meja mereka. Sebenarnya jarak Firman dan Keara dengan kedua resepsionis itu cukup jauh. Tetapi Keara tau kedua resepsionis itu sengaja mengeraskan suara mereka. Kedua resepsionis itu menyinggung Keara yang bisa berkerja dari rumah mentang-mentang istri pemilik perusahaan.

"Kalo pengen juga kayak Keara nikah sama orang kaya makanya. Atau nggak sama pak Kunto sana, duren mateng."

"Udah, Man." Keara menenangkan Firman yang sudah ingin menyemburkan lahar lagi.

"Gue bukan ngomongin lo kali. Kenapa elo yang sewot?" sungut salah satu resepsionis yang berambut Panjang.

"yang elo omongin temen gue." Semprot firman lagi. "Gue aduin sama Pak Raihan, dipecat langsung baru tau rasa." Kedua perempuan itu seketika pias.

"Gue punya bukti kalau kalian semua ngomongin Istri bos terang-terangan. Cctv di atas kepala kalian itu merekam suara kalau kalian lupa."

"Man, udah."

"Elo juga kenapa diem aja sih?"

"Karena gue bukan lo. Udah deh buruan gue pegel." Keara menarik Firman yang sedang menggotong kardusnya ke mobil yang sudah terpakir di depan lobby.

"Thank ya, Man." Firman mengangguk.

"Sehat-sehat ya bu bos. Jangan pikirin omongan setan alas kayak mereka." Keara mengangguk sembari tertawa. Keara masuk kemobil yang di kendarai Joe yang melenggang bercampur dengan kendaraan lainnya.

Time ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang