Keara sudah pulang dari rumah sakit beberapa hari yang lalu setelah di rawat dua minggu karena masih ingin dekat dengan anak-nya. Keara ingin tetap dekat dengan anak-nya sehingga jika terjadi sesuatu Keara bisa dengan cepat menemui Baby R. lagi pula agak repot jika bolak-balik rumah-rumah sakit untuk menyusui anak-nya yang membutuhkan asi setiap dua jam sekali.
Keara yang sedang memperhatikan Raihan yang sedang membantu mengeringkan rambut-nya. masih agak canggung tetapi Keara berusaha untuk tetap menyesuaikan diri. semburat merah tercipta ketika mata mereka beradu di kaca rias. Raihan tersenyum dan memeluk Keara dari belakang membuat jantung Keara bertalu di tambah lagi lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Keara.
"Kamu masih risih kalau berdekatan sama aku?" suara lirih Raihan membuat Keara merasa bersalah. bagaimanapun Raihan suami-nya. Keara sudah memastikan dengan melihat beberapa vigura dan album serta Vidio pernikahan mereka. di tambah dengan bukti buku nikah yang ia tidak sengaja temukan di laci lemari. seharusnya Keara memang tidak perlu mem-validasi apapun, kehadiran Raya seharusnya sudah menjadi bukti kuat untuk meyakinkan hati-nya. tetapi tetap saja dirinya merasa belum bisa menerima kenyataan dirinya setuju untuk menikah dengan Raihan meskipun itu hasil perjodohan.
"Maaf." Keara tidak bisa mengatakan apapun selain permintaan maaf.
"Tapi aku masih berusaha buat terbiasa. aku harap kamu sabar menunggu aku untuk terbiasa. mudah-mudahan ingatanku kembali lagi, kan?"
Raihan mengangkat tubuhnya dan Keara memutar tubuhnya mengahadap Raihan.
"Kamu memang paling pintar membuat orang menunggu." Keara terdiam menatap Raihan yang menatapnya intens.
"Aku udah menunggu kamu sepuluh tahun, aku juga sudah menunggu kamu enam bulan agar kamu bisa menjadi milikku. aku menunggu kamu sadar dari koma. sekarang aku juga harus menunggu ingatan kamu kembali di perparah kamu bahkan nggak nyaman kalau berada didekatku." Keara terdiam membiarkan Raihan memuntahkan semua amarah-nya. Keara sadar bahwa Raihan berhak marah dengan semua yang terjadi.
"Kenapa dunia seakan nggak menginginkan kita bersama? kenapa mencintai dan ingin memiliki kamu harus sesulit ini, Ra?"
"Raihan, maaf." Keara hendak mendekat tetapi Raihan malah menjauhi-nya.
"Aku butuh waktu sendiri. jangan tunggu aku pulang." putusnya. Raihan menjangkau jaket kulit, kunci mobil dan dompetnya dan berjalan keluar kamar.
"Raihan." Keara mengejar Raihan yang ternyata sedang menuju kamar Raya. Keara berdiri didepan pintu melihat pemandangan dihadapannya yang membuat jantungnya terasa diremas. Raihan sedang menggendong Raya dan mecium puncak kepala bayi mungil yang sudah mulai berisi itu.
"Han, aku minta maaf. kamu tau perasaanku kan. aku cuma butuh waktu. maaf kalau aku selalu membuat kamu menunggu. aku minta maaf selalu melukai kamu. aku mohon tolong mengerti aku satu kali ini aja." Raihan terdiam menatap Raya yang sudah diletakkannya di box bayi.
"Aku pergi dulu." Keara dengan sigap menahan tangan Raihan.
"Please, Han." Air mata Keara menggenang. Raihan merengkuh Keara kedalam pelukannya mengelus surai Keara lembut.
"Aku ada urusan sebentar. kamu istirahat aja." Raihan melepaskan pelukannya menatap Keara dengan tatapan lembut.
"Kamu pulang kan?" Raihan terdiam menenggelamkan Keara kedalam pelukannya.
"Iya." Raihan melepaskan pelukannya.
"Kamu istirahat mumpung Raya tidur."
Keara mengangguk dan matanya mengikuti kemana Raihan melangkah. meskipun tau Raihan akan pulang entah kenapa perasaan Keara tetap saja tidak nyaman.
************************************************************************************
Mobil yang Raihan berhenti disebuah bangunan tua yang tampak seram bagi orang-orang awam. Raihan dengan gagah keluar dari mobil dan memakai sarung tangan karetnya dan melangkah masuk kedalam gedung itu. Bau jamur dinding dan suhu yang dingin mengikuti langkah Raihan. Raihan menuju ruang bawah tanah Rahasia yang terdapat di gedung itu dan disambut oleh anak buahnya.
"Bos." Seorang lelaki dengan kepala plontos menunduk dan menghampiri Raihan.
"Dia masih hidup?" Raihan menatap tajam sesorang yang hanya berbalut celana dalam sedang tersungkur di lantai kotor dan becek. lelaki itu bahkan berlumuran darah yang mengering dengan tubuh kurus dan kotor.
"Masih, Bos."
"Bagus jangan biarkan dia mati."
Raihan duduk di bangku kayu sedangkan anak buahnya menyiram lelaki yang hampir mati itu dengan se-ember air dan membuat lelaki yang mirip mayat itu terkejut dan terbatuk karena air masuk ke hidung-nya. Anak buah Raihan membantu lelaki itu bangkit dan bersujud di kaki Raihan.
"Lebih baik bunuh saja gue bangsat!" Suara lelaki itu lemah, tubuhnya gemetaran tetapi masih berusaha melawan dan menatap Raihan penuh amarah.
Raihan terkekeh kemudian mendekatkan diri-nya kepada lelaki itu.
"Terlalu mudah untuk anda jika mati sekarang, Panji setelah apa yang sudah anda lakukan kepada istri dan anak buah saya."
Panji yang matanya hanya bisa melihat sebelah itu menyeringai. "Bagaimana kalau Keara tau siapa suami-nya? atau bagaimana kalau semua orang tau bahwa Raihan putra Samudra yang mereka kenal baik dan berwibawa ternyata seorang psikopat."
Raihan meraih minuman yang disodorkan anak buahnya.
"Keara pasti akan meninggalkan lo dan membenci lo seumur hidupnya."
"Dia nggak akan tau. dan kalaupun Keara tau dia nggak akan bisa pergi dari hidup saya, Panji. kenapa? Karena saya tidak akan membiarkan itu terjadi."
"Bajingan, Brengsek!" Raihan tertawa tetapi ekspresi wajahnya dingin menyeramkan
Raihan tanpa aba-aba menendang Panji tetap di dadanya membuat Panji tersungkur dan terseret menghantam dinding. tubuh bagian belakangnya terasa perih karena tergores lantai semen yang kasar dan banyak mengelupas. Panji meringis air matanya mengalir karena rasasakit di dada dan tubuh telanjangnya serta tangannya yang di ikat kencang.
Raihan berjalan menuju Panji seperti seorang predator mengintai mangsa-nya. Raihan yang sedang menyeret pemukul baseball sehingga terdengar menyeramkan. Panjing merengsek bangun dan bersandar di dinding yang dingin.
"Tolong, langsung bunuh gue aja jangan siksa gue lagi, Please." Panji berlutut di hadapan Raihan dengan sisa tenaganya menangkup tangannya memohon ampunan.
"Gue minta maaf. Gue nyesel pernah ganggu Keara tolong."
Raihan kini sudah berjongkok di hadapan Panji dengan tatapan nyalang dan mengetatkan Rahangnya.
"Anda minta maaf bukan karena anda menyesal Panji. tetapi karena anda tidak ingin disiksa lagi. seharusnya dari awal anda tidak menyentuh milik saya." Raihan bangkit dan mengambil ancang-ancang.
"Tolong, Raihan. ampun." Panji sudah mencengkram kaki Raihan ketikan Raihan bersiap mengayunkan tongkat baseball itu.
Raihan tidak perduli dan menendang Panji agar terlepas dari kaki-nya.
"Arghhhh!" Panji berteriak ketika kaki-nya di pukul dengan tongkat baseball tanpa perasaan. ditambah Raihan dengan bengis menginjak-nginjak tubuhnya.
Raihan melemparkan tongkat baseball itu dan mengusap wajahnya yang terciprat darah Panji yang sudah tidak sadarkan diri. Baju dan celana-nya kini berbau darah.
"Obati dia, paksa dia makan jangan sampai dia mati. awas kalau dia mati tanpa sepengetahuan saya." Raihan menatap anak buahnya dengan tatapan nyalang. anak buahnya hanya mengangguk. mereka adalah saksi betapa kejam-nya Raihan menyiksa Panji setiap kali ia datang. entah sampai kapan Raihan puas dan membiarkan Panji mati saja atau jika suatu saat Raihan berbaik hati membiarkan Panji bebas.
Thank For Reading.
Sorry udah lama nggak update guys. Author lagi penyesuaian di tempat baru dan baru bisa nulis sekarang.Thank yang sudah berbaik hati menunggu Author update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Replace
RomanceKeara merasakan hidupnya hampa bahkan ketika ia lahir. Keara mencoba kuat hanya demi ibunya. ketika dirinya sudah tidak bisa bertemu dengan ibunya lagi karena kebodohannya memilih lelaki yang salah, lelaki yang dikira-nya bisa membuat hidupnya bahag...