Pandangan mata pada lawan jenis sesungguhnya adalah salah satu panah beracun yang ditembakkan setan pada anak adam.
-Dalam Wattpad Kamelia
.
.
.
.
.
🍃F.O.L.L.O.W SEBELUM MEMBACA🍃"Untuk tugas akhir semester nanti, kalian bisa memilih mengumpulkan novelet atau novel yang sudah kalian tulis sejak pertemuan ke-9, ya," ujar Bu Praba—dosen mata kuliah Ekpresi Tulis Prosa dan Drama—yang sontak membuat seisi kelas ramai dengan bisik-bisik.
Sebagian mahasiswa panik karena progress menulisnya kecil sehingga perlu banyak waktu untuk memenuhi jumlah kata minimum dalam novelet setidaknya. Sebagian yang lain duduk tenang di kursinya karena progress menulisnya sesuai dengan arahan dosen sejak pertama kali diberikan tugas menulis prosa secara berkelanjutan. Kamelia termasuk tipe yang ke dua.
"Ada yang mau ditanyakan terkait tugas akhir?"
"Izin bertanya, Bu. Jika novelet atau novel yang saya kumpulkan tidak sama dengan tulisan yang sudah dicicil dari pertemuan ke-9 apakah dibolehkan?" tanya salah seorang mahasiswa.
"Boleh-boleh saja, tapi akan lebih baik jika melanjutkan progress yang telah dikerjakan. Menulis itu gampang-gampang susah bukan?" ujar dosen yang banyak difavoritkan para mahasiswa karena gaya mengajarnya yang menyenangkan.
Perkuliahan siang itu pun ditutup dengan doa yang dipimpin oleh komting. Mel mengangkat kedua telapak tangannya dan menggemakan hamdalah berkali-kali dalam hati. Rasa syukur meluap karena akhirnya bisa melewati mata kuliah terakhir hari ini dengan tenang. Ia sudah ingin cepat-cepat pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang tenggat pengembaliannya sudah lewat sehari.
"Mel, abis ini ikut ke kantin, yuk! Bastian mau traktir, tuh," kata Oca, gadis berkacamata bulat begitu Bu Praba meninggalkan kelas.
"Ayo, Mel!" Bastian yang duduk tidak jauh dari kursi Mel menambahkan.
Mel bukan tipe orang yang suka menghindari pertemuan dengan banyak orang di dalamnya seperti Najwa, tetapi bukan pula tipe yang tidak pernah absen dalam pertemuan seperti Layla. Saat ini ia ingin menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk berburu bacaan yang selanjutnya harus dibaca dalam mengisi asupan jiwa. Ia memiliki proyek One Week One Book yang sudah berjalan sejak dua semester terakhir ini.
Jika harus memaksakan diri, akan lebih baik andaikan Layla yang satu prodi dengannya juga ikut serta. Sayangnya mereka tidak sekelas di semua mata kuliah, kecuali mata kuliah umum. Mel memang terbilang akrab dengan semua temannya di kelas, tetapi bukan berarti ia selalu merasa nyaman saat berkumpul dengan mereka.
"Eeem... makasih ajakannya, ya, tapi aku udah ada rencana hari ini. Lain kali aku yang traktir," kata Mel seraya meringis, memamerkan deretan giginya yang rapi.
Di sinilah Mel berada, mengurus keterlambatan pengembalian buku. Saat tengah berbicara dengan petugas, netranya menangkap bayangan Zafran di perpustakaan. Mel bergegas menyusul langkah Zafran begitu selesai dengan urusannya untuk memastikan sesuatu jika tidak ingin tidurnya terganggu malam nanti. Agak terseret sebab lelaki beralis tebal itu berjalan dengan cepat. Akibatnya ia sempat menabrak seseorang saat seharusnya menyusul Zafran yang baru saja naik lift.
Mel mendesah kecewa. Namun tak apa, selagi masih berada di gedung yang sama. Ia naik lift berikutnya sembari menebak-nebak posisi lelaki yang usianya lebih tua dua setengah tahun darinya. Haruskah ia pergi ke lantai empat, tempat pertama kali ia bertemu dengan Zafran?
Lift terbuka di lantai empat. Mulanya Mel hendak keluar, tetapi bersamaan dengan itu seseorang yang sejak kemarin mengusik pikirannya berdiri di hadapannya. Mel melengkungkan kedua ujung bibirnya ke atas. Zafran balas tersenyum dengan canggung pada gadis yang sebenarnya ingin ia hindari untuk sementara waktu. Akhirnya lelaki itu bergabung ke lift yang di dalamnya terdapat empat orang, berdiri tepat di sebelah Mel yang hanya setinggi bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMELIA : Mawaddah with You
Espiritual"Sejak kapan kamu jatuh cinta padaku?" Pertanyaan yang semula tertahan di tenggorokan akhirnya meluncur dari bibir Zafran. Mel melepaskan pelukan Zafran begitu mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Ia memberanikan diri untuk membalas tatapan lelaki ya...