Part 42 | Candu

309 50 34
                                    

⚠️WARNING!⚠️

📍Part ini bisa menyebabkan salting brutal, hati-hati terutama untuk para jomblo! Segala bentuk kebaperan dan lain-lain bukan tanggung jawab penulis.
.
.
.

"Setiap melihatmu tersenyum, jantungku selalu berdetak seperti akan meledak. Saat kamu tertawa, aku merasa kehilangan pijakan hingga ingin sekali memelukmu. Jika itu cinta ... maka benar aku mencintaimu."

Mel hanya menemukan kesungguhan dalam sorot mata lelaki yang kini tampak putus asa. Setelah memperhatikan lebih dekat, ia baru menyadari lebam biru di wajah suaminya. Gadis itu menatap suaminya khawatir, lalu membantunya berdiri.

"Wajah kamu ... "

"Kamu mungkin tidak bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang tidak tulus, tapi kamu bisa merasakannya."

Zafran tidak memberikan kesempatan bagi gadis itu untuk berkata-kata lagi. Mereka hanya perlu saling merasakan ketulusan masing-masing. Mel memejamkan matanya dan begitu saja butir bening kembali terjatuh. Namun, kali ini bukan karena hatinya yang remuk redam. Hatinya justru kembali menyatu perlahan-lahan seiring kelembutan yang ia rasakan dalam hangat sentuhan lelaki yang juga memejamkan mata teduhnya.

Ini terasa berbeda sejak terakhir kali Zafran menciumnya. Rasanya lebih menenangkan ... pelan, tidak terburu-buru. Zafran memberikan seluruh hatinya saat ini dan Mel tenggelam di dalamnya. Namun, Mel tidak menyangka jika setiap detik yang bergerak mampu menenggelamkannya terlalu dalam hingga kesadarannya terasa melemah. Zafran seperti candu paling kuat di dunia yang sangat memabukkan.

Mel bahkan tidak sadar sejak kapan hijabnya terlepas. Kucir rambutnya ikut menghilang karena perbuatan Zafran. Rambut panjang bergelombangnya kini tergerai menambah kecantikan yang terpancar di wajahnya.

Zafran melepaskan ciumannya saat Mel terlalu erat mencengkeram kedua pundaknya. "Kenapa hmm?"

Suara parau yang terdengar di telinga Mel semakin menambah rona merah di pipinya. Namun, tidak semerah bibir ranum gadis itu yang kini melengkung indah. Ah, akhirnya senyum bulan sabit itu kembali terbit.

"Aku merindukan senyuman ini," ujar Zafran seraya menghapus jejak basah di bibir tipis yang kini menjadi candunya. Lelaki yang telah dirundung penyesalan luar biasa itu ingin merasakan manisnya lagi, lagi, dan lagi.

Mel balas menyusuri wajah lelaki yang berdiri menjulang di hadapannya. Sentuhannya terhenti di pelipis lelaki itu yang sedikit lebam, lalu turun ke tulang pipinya. Berikutnya ke rahang kokoh yang untungnya tidak sampai bergeser. Jelas itu lebam akibat pukulan. Semula ia ingin menanyakan dari mana lelaki itu mendapatkan lebam biru yang tidak mengurangi ketampanannya sedikit pun.

"Nggak sakit, kok." Zafran tersenyum untuk menghilangkan kekhawatiran di wajah istrinya.

Mendengar itu justru membuat Mel dengan sengaja menekan lebam di wajah lelaki itu.

Zafran meringis pelan. "Ssh ... Ini hasil berantem sama Juna sebelum terlambat jemput kamu."

Mel tampak terkejut begitu mendengar nama Juna disebut. Kilatan memori persahabatan antara suaminya, Juna, dan Kiara langsung berkelebat di benaknya. Persahabatan yang berakhir seperti mimpi buruk. Namun, akan lebih baik jika itu benar-benar mimpi buruk karena kamu hanya tinggal terbangun dari tidur. Kini Zafran dan Juna kembali bertemu setelah salah satunya terus mencari sementara satu yang lainnya berusaha keras menyembunyikan diri.

"Juna datang mengantarkan nyawanya. Dia malah lebih parah lagi," lanjutnya memberi penjelasan saat Mel masih tidak menyangka mendengar pertemuan tak terduganya.

Kini Zafran akan berusaha untuk menceritakan hal-hal yang selayaknya diceritakan antara suami istri. Ia tidak ingin menyembunyikan apa pun lagi dari istrinya yang bisa menjadi bumerang untuk rumah tangganya di kemudian hari. Setidaknya ia ingin belajar untuk tidak menanggung kesakitannya seorang diri seperti yang pernah Mel katakan. Ia akan menghadapi lukanya dengan lebih berani dan perlahan-lahan melepaskannya.

"Kamu bikin Juna babak belur?" Mel memperhatikan buku-buku jemari milik Zafran yang memerah dan sedikit lecet. Pukulan yang dilayangkan pada pihak lawan pasti tidak tanggung-tanggung.

"Kok kamu keliatan lebih mengkhawatirkan dia?"

Mel tidak bisa menahan senyumannya melihat ekspresi yang terpampang di wajah suaminya sebelum mencuri satu kecupan di pipi. "Mel obatin dulu sebelum lanjutin yang tadi."

Zafran tidak jadi cemburu, satu kecupan itu berhasil membuatnya luluh. Gadisnya itu sudah lebih pandai setelah ia mengajarinya beberapa kali. Namun, sebaiknya ia mengajarinya lebih giat lagi. Mendadak ia ingin menggoda gadis yang kini tengah menuntunnya untuk duduk di sofa ruang tengah.

Mel hendak mengambil kotak P3K di lemari samping tv saat Zafran menahan lengannya. Gadis itu menatapnya dengan raut bertanya.

"Lanjutin yang mana?" tanya Zafran kemudian.

Mel baru menyadari kalau ucapannya barusan terdengar ambigu. Padahal maksudnya adalah melanjutkan obrolan tentang Juna. Namun, wajahnya sudah keburu terpanggang karena Zafran terus menatapnya dalam. Mel menggigit bibirnya gugup dengan wajah memerahnya yang benar-benar menggemaskan tiap kali tersipu.

"Jangan digigit! Biar aku saja."

Malam ini mungkin akan menjadi malam yang panjang untuk menceritakan perasaan masing-masing tanpa kata.

{To be Continued}

GIMANA HATI KALIAN AMAN?🙈 SYUKURLAH, AKU SUDAH MELEYOT SOALNYA💓

Galang di pojokan 🙀😽😻

Surga itu kamu, duniawi juga kamu ...

Sumpah mati yang kumau cuma sama kamu 🎵

KAMELIA : Mawaddah with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang