Part 5 | Kejutan di Sore Hari

336 67 28
                                    

"Lo naksir dia, Bang?"

Zafran menolehkan kepalanya dengan cepat. Tawanya meledak kemudian. "Lo bukan orang pertama yang nanya itu ke gue."

"Jadi beneran lo naksir dia? Pastinya, sih. Dia tipe cewek yang banyak disukai cowok," ujar Damar seraya mengingat kisah percintaannya dengan tampang ngenes. Sudah lama sejak terakhir kali dirinya putus. Putus dari tali pusarnya.

Topik tentang Kamelia terdengar menarik ... ralat, sedikit menarik untuk dibahas. "Karena cantik?"

Damar membelalakkan matanya sebelum menggebrak meja. Mengundang tatapan orang-orang di kantin kampus yang tidak terlalu ramai.

"Wih! Ini pertama kalinya sejak gue berteman sama lo, gue denger lo muji cewek cantik," kata Damar takjub hingga geleng-geleng kepala.

Zafran menarik tangan Damar agar kembali duduk di bangkunya setelah beberapa saat menjadi pusat perhatian.

"Bagian mana dari kalimat gue yang terindikasi memuji? Hah?" sembur Zafran kemudian.

🐱🐱🐱

Weekend ini Kamelia memutuskan untuk pulang ke rumah yang jaraknya kira-kira dua setengah jam dari kampus jika ditempuh dengan kereta. Lala dan Luna akan genap berusia delapan tahun. Mel sudah berjanji untuk datang ke acara syukuran keponakan kembarnya itu yang pasti akan mengundang sanak saudara terdekat. Bisa dibilang seperti ajang kumpul dua keluarga, keluarga kakak dan kakak iparnya.

Apalagi ketika video call tempo hari si kembar meminta agar kado ulang tahun darinya harus diberikan secara langsung. Tidak boleh diwakilkan apalagi dipaketkan. Ia memang sangat dekat dengan dua keponakan kecilnya. Kelucuan mereka membuat Mel tidak bisa menolak.

Dan di sinilah Mel saat ini. Duduk mengawasi Lala dan Luna yang tengah asyik bersenang-senang di playground salah satu mal dekat rumahnya. Mel seakan-akan tidak pernah kehabisan energi. Setelah menempuh perjalanan kemarin dan membantu orang rumah masak-masak untuk acara syukuran, hari ini Mel menuruti ajakan keponakannya jalan-jalan.

"Omel!" panggil Luna seraya berlari ke arahnya, "Una mau mentung tikus."

Adik beda tujuh menit Luna menyusul. "Jangan! Main semprot air aja," pintanya.

Mel mendengarkan perdebatan menggemaskan di antara anak kecil di depannya sambil mengangguk-angguk.

"Ayo Omel!" Lala menarik tangan kanannya untuk segera beranjak, sedangkan tangan yang satunya ditarik Luna.

"Jadinya mau main yang mana dulu? Mentung tikus atau semprot air?" tanya Mel yang kini menjadi objek tarik-tarikan.

Beruntung tangannya tidak elastis seperti trampolin yang tadi dimainkan dua anak berambut kepang itu. Jika tidak, mungkin tangannya sudah bisa untuk lompat tali saking Lala dan Luna terus menarik ke sana ke mari.

Puas bermain, kini saatnya berburu hadiah ulang tahun di toko mainan yang merupakan surganya anak-anak. Mel terus mengawasi pergerakan si kembar yang tidak bisa diam hingga membuatnya kewalahan. Meskipun begitu, rasanya menyenangkan bisa menghabiskan waktu seperti ini. Sayang sekali Layla tidak bisa menemaninya pulang. Gadis yang sama hiperaktifnya itu juga pasti sedang berlari tersengal-sengal saat ini menuju garis finis pada lomba lari maraton yang diikutinya. Najwa juga tidak bisa menemaninya karena punya kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan.

🐱🐱🐱

Sore yang cerah. Mengingatkan Mel ketika bermain layang-layang di lapangan kompleks rumahnya dulu kala masih anak-anak. Sayangnya kini lapangan tersebut sudah berganti menjadi bangunan rumah bertingkat dan minimarket. Dari tempatnya duduk saat ini, Mel bisa mengamati keadaan di sekitar rumahnya yang sudah banyak berubah.

Rambut bergelombang yang panjangnya sepunggung dengan poni tipis itu berayun-ayun dipermainkan angin. Mel memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Menikmati ketenangan yang disajikan pencipta lewat semestanya. Rencananya, ia akan terus duduk di kursi malas yang terletak di balkon kamarnya hingga senja samar-samar datang. Namun, ketukan di pintu kamar disusul langkah kaki lebar-lebar menginterupsi kegiatannya saat ini.

"Kamu kok malah santuy-santuy di sini, Mel?" tanya kakak perempuannya, Azalia, yang rumahnya tepat berseberangan dengan rumah Papa-Mama.

"Emang kenapa, Mbak?" Mel menampilkan wajah polos, lalu menyesap tehnya yang mulai dingin.

Lia menghela napas panjang. "Sekarang kamu dandan yang rapi, terus bantuin nyiapin makan malam," ujarnya seraya menggamit lengan Mel ke dalam.

Mel duduk di bibir ranjang, memerhatikan kakaknya yang tengah memilihkan baju untuknya. Ia menurut saat disuruh ganti baju lalu memakai kerudung light pink yang senada dengan bajunya. Makan malam kali ini pasti dengan keluarga Mas Radit—kakak iparnya—seperti kemarin di rumah depan. Makanya Mbak Lia sampai repot-repot ke kamarnya untuk menyuruhnya berpakaian rapi.

Mel segera menyusul ke bawah mengikuti kakak perempuannya itu menuruni anak tangga dua-dua sekaligus dengan kakinya yang selincah ketika masih kecil. Mel melewati meja makan yang di atasnya telah tertata rapi hidangan makan malam ketika menuju dapur yang memang letaknya bersebelahan.

"Makan malamnya enggak di rumah Mbak Lia?" tanya Mel yang terheran-heran melihat dapur rumahnya tampak sibuk.

Mbak Lia yang bergerak cepat memindahkan sop dari panci ke mangkuk menoleh. "Enggak."

"Mel, tolong tuangkan agar-agarnya ke cetakan, ya. Mama mau nemuin tamu di depan," ujar mamanya ketika terdengar deru mobil memasuki halaman rumah.

Mel segera mengambil alih pekerjaan mamanya dengan kening mengerut. "Itu bukan tamunya Mbak Lia?"

"Bukan. Tamunya Mbak, kan, datangnya kemaren pas ulang tahun si kembar," jelas wanita berhijab mocca itu sebelum meletakan mangkuk sop di meja makan.

"Mbak, si kembar mana? Kok, tumben sepi."

Baru saja Mel bertanya, teriakan Lala dan Luna langsung terdengar memekakkan telinga.

Luna berlari menuju dapur. Begitu melihat Mel, gadis kecil itu langsung menarik-narik ujung bajunya. "Omel, katanya Lala suka sama cowok ganteng di depan."

"Ih Una!" teriak Lala yang mengejar Luna dengan napas tersengal-sengal, "jangan bilang-bilang!"

Mbak Lia mencuci tangan di wastafel. "Lala-Luna, jangan merusuh di dapur!" ujarnya seraya mengulurkan setoples permen jelly yang sangat ampuh membuat kedua anaknya diam.

Mas Radit menyusul keberadaan anaknya untuk mengamankan mereka. Namun, yang dilihatnya Lala dan Luna sudah duduk anteng di samping mamanya.

"Dek, tadi ibu nelpon. Ngabarin katanya udah sampai rumah," ujar Mas Radit pada Mbak Lia.

"Loh, ibunya Mas Radit udah pulang? Kok, aku enggak tahu," kata Mel yang mengira makan malam kali ini juga akan bersama keluarga Mas Radit yang datang berkunjung dua hari lalu.

"Orang kamu dari siang sampe sore tidur enggak bisa dibangunin. Udah kayak hibernasi aja," timpal Mbak Lia yang membuat Mel cemberut. Mel tidur juga karena lelah setelah menjaga si kembar yang tidak bisa diam.

"Udah, kamu ke depan aja Mel. Dipanggil mama," ujar Mas Radit seraya menyuapkan beberapa butir permen jelly ke mulut Mel yang hendak memprotes. Kakak iparnya memang yang paling tahu cara untuk membuatnya diam.

Mel beranjak seperti yang dikatakan Mas Radit, masih dengan mengunyah permen jelly di mulutnya. Samar-samar ia mendengar obrolan di ruang tamu. Sepertinya topik obrolannya asyik hingga tawa renyah papanya ikut terdengar.

Langkah Mel terpaku begitu melihat siapa yang duduk di kursi ruang tamu. Gadis itu hampir-hampir tersedak permen jelly saat matanya bersibobrok dengan iris coklat gelap milik seseorang yang tidak pernah ia sangka akan bertamu di rumahnya.

"Mas Zafran, kok, di sini?"

[Bersambung...]

Bertemu, bertamu, ber ...

Jangan lupa vote dan comment sebelum lanjut ke part berikutnya 🙂

⭐⭐⭐⭐⭐
💬💬💬

KAMELIA : Mawaddah with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang