Part 48 | Jogja I'm coming

278 39 35
                                    

Apa yang paling menyenangkan tentang perjalanan jauh? Mel pikir itu adalah packing. Mengepak barang-barang ke dalam koper terasa menyenangkan bagi Mel. Gadis itu bisa memilah dan memilih barang-barang yang wajib dibawa melalui dua sampai tiga penyortiran. Tak jarang proses itu menjadi momen nostalgia dadakan saat berhadapan dengan barang-barang yang menyimpan kenangan.

Setelah proses penyortiran selesai, menjadi tantangan yang seru untuk menata barang-barang yang lolos seleksi ke dalam koper. Tidak jarang Mel membongkar kopernya dua sampai tiga kali sampai tidak ada ruang kosong di dalam koper. Jujur saja ia sama seperti perempuan kebanyakan yang barangnya banyak saat bepergian sehingga perlu memaksimalkan ruang dalam koper.

Apalagi sekarang ditambah dengan barang-barang suaminya. Meskipun begitu, hasil akhirnya adalah barang bawaannya dalam koper harus tampak rapi. Itulah mengapa Mel menyebutnya sebagai tantangan yang seru.

"Sayang, barang-barangku mau dikemas satu koper atau beda koper?" tanya Zafran yang baru selesai mengurus kucing kesayangannya yang sempat dititipkan pada Bara semalam. Tentu saja untuk perjalanan kali ini kucing gembul itu akan ikut serta karena mereka akan tinggal selama setengah jatah liburan semester di Jogja.

Ah, panggilan lelaki itu terdengar manis di telinga. Rasanya Mel belum terbiasa mendengar panggilan yang kadang-kadang terlontar dari bibir penuh suaminya hingga rona merah kerap kali menjalari wajahnya yang seputih gading.

"Satu koper aja, pakai punya Mel yang besar. Biar nggak terlalu makan tempat di bagasi. Najwa, kan, juga ikut nanti," timpal Mel tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-buku yang belum dibuka segelnya. Perempuan itu tengah asyik memilih buku bacaan yang akan dibawa dalam perjalanan.

Zafran tersenyum melihat istrinya yang tampak antusias dalam perjalanan mereka ke Jogja, lebih tepatnya kepulangan mereka. "Kamu sebenernya balik ke Jogja bukan cuman mau nemuin Layla, kan?"

"Iya, Mas. Mel rindu rumah, terus momen ini bisa disebut liburan bareng temen-temen dan bulan madu bareng kamu," jawab Mel yang membuat suaminya semakin melebarkan senyumnya. 

Benar. Sejak kembali ke Semarang, Mel belum pernah pulang lagi ke kota kelahirannya. Ia rindu masakan mamanya, ia rindu mengobrol langsung dengan papanya, ia rindu kecerewetan kakaknya yang mengalahkan emak-emak kompleks, ia rindu kakak iparnya yang pengertian, ia rindu si kembar yang selalu mengobrak-abrik kamarnya, dan masih banyak yang ia rindukan tentang Jogja.

Selain itu, lebih spesial lagi karena hubungannya dengan suaminya berjalan dengan baik. Bisa dibilang misinya untuk meraih hati lelaki itu berhasil, papanya benar. Mel tidak sabar menceritakan perihal tersebut kepada papanya secara langsung.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" Zafran mengambil duduk di depan lemari kamar mereka yang terbuka lebar memuntahkan isi-isinya.

"Mikirin kamu, Mas. Apalagi?" timpal Mel enteng, padahal Zafran sudah mau guling-guling di lantai mendengarnya. Entah rayuan gombal atau bukan, yang jelas menyenangkan hati pasangan itu termasuk ibadah, bukan?

🐱🐱🐱

"Abis jambak-jambakan sama Zaara, kayaknya Layla langsung diseret pulang, deh," ujar Najwa yang belum lama ini mendapatkan kabar keberadaan Layla. Nyatanya Layla malah sudah memulai libur akhir semesternya di Jogja.

"Bisa-bisanya dia bikin panik sampai nggak ngabarin gini," gerutu Mel seraya bersandar di mobil yang terparkir di depan gerbang kos lamanya.

"Kamu nggak ada bedanya, Mel." Najwa mengingat kembali saat telepon dari Dipta masuk ke ponselnya hampir tengah malam menanyakan keberadaan Mel. Ia jadi heran sendiri karena punya dua sahabat yang suka ilang-ilangan.

Mel meringis, lalu memeluk Najwa yang sangat sabar menghadapinya dan Layla.

"Ngomong-ngomong, Zaara itu siapa?" tanya Zafran begitu menutup bagasi mobilnya setelah menata barang bawaan Najwa.

"Saudari tiri Layla yang resek itu, Mas," jawab Mel sembari membayangkan wajah dingin yang sama keras kepalanya dengan Layla.

Tidak heran kalau duo troublemaker itu sering kali berbenturan dalam banyak hal. Mel sudah kenyang sejak sekolah menengah atas ketika mendengar makian dan keributan yang terjadi hampir setiap hari antara Layla dan Zaara baik di sekolah maupun di luar sekolah. Mendengar cerita Mel yang menggebu-gebu membuat Najwa dan Zafran kompak tertawa.

"Padahal tidak selucu itu kenyataannya," pungkas Mel yang sudah duduk di samping kemudi.

Tiba-tiba seorang lelaki menahan pintu mobil belakang saat Najwa hendak menutupnya. Lelaki itu menjatuhkan diri di samping Najwa yang membulatkan matanya kaget. Gadis bergamis putih bunga-bunga itu bahkan sampai melongo. Sementara suami istri yang ikut menoleh ke belakang itu menampilkan wajah penuh tanya.

Lelaki berjaket hitam itu tersenyum tanpa dosa menikmati beragam ekspresi yang dilihatnya. "Hai?"

"Lo siapa?" sentak Zafran pada lelaki yang nyelonong masuk ke dalam mobilnya.

"Sayang, kamu kenal?" Nada bicaranya berubah lembut begitu menatap gadis di sampingnya.

"Enggak!" jawab Mel cepat-cepat.

"Teman kamu, Naj?" tanya Zafran beralih pada Najwa.

"Bukan-bukan! Aku nggak kenal juga!" Najwa sampai berteriak panik.

"Wah, parah!" Lelaki itu menatap bergantian pada dua perempuan yang pernah ketahuan mengintipnya minus satu orang di tempat Najwa mengajar anak-anak mengaji pada suatu sore.

Dengan sigap Zafran keluar dan mengitari mobilnya, lalu menyeret paksa lelaki mencurigakan itu untuk keluar dari mobilnya. Mereka sempat berdebat di luar, sementara Mel dan Najwa saling berpandangan di dalam mobil.

"Ini salahku," ujar Najwa sebelum ikut keluar dari mobil disusul dengan Mel.

"Tenang dulu, Mas. Rama emang suka mancing emosi," seru Najwa saat melihat suami sahabatnya itu menarik kerah lelaki berjaket hitam yang tampak santai itu.

Lelaki yang baru saja disebut namanya oleh Najwa itu tersenyum. "Dengar, kan? Gue Rama ..."

"... calon suami Najwa," imbuhnya.

"Aku nggak pernah bilang gitu, ya," protes Najwa tidak terima. Aliran darahnya berdesir naik turun tiap terlibat dengan lelaki yang belum lama ini menerobos masuk ke hidupnya yang damai.

Zafran melepaskan kerah baju Rama, ia jadi pusing sendiri. Mel menarik tangannya mendekat, lalu membisikkan sesuatu di telinganya. "Cowok itu setengah waras, Mas."

"Kamu mau aku nekad naik motor kebut-kebutan nyusulin kamu ke Jogja dengan resiko kecelakaan atau biarin aku numpang di mobil dia dengan aman?" tanya Rama memberikan pilihan pada gadis yang tidak berhenti mengucapkan istighfar dalam hatinya.

Kini Zafran mempercayai ucapan istrinya.

"Aku janji nggak bikin ulah," lanjut Rama saat Najwa tidak menyahut, netranya beralih menatap Zafran, "kita bisa gantian nyetir mobilnya. Gimana?"

"Keputusannya di tangan Najwa," sahut Zafran yang diangguki oleh istrinya.

Najwa menghela napas berat saat semua orang menatapnya ... menunggu jawaban.

{To be Continued}

Merhaba, Rama 🤗 ini tokoh baru yang akan ikut menemani kalian menjelang tamat🍁

Btw barangkali kalian lupa kalau Mel, Layla, dan Dipta itu satu sekolah waktu SMA, ya ... Aku emang baru nyebutin nama kota "Jogja" di part ini, tapi kalau masih ngeh aku pernah sebutin jarak tempuh pas Mel pulang ke rumah naik kereta itu kira-kira kayak jarak tempuh Semarang ke Jogja. Tapi.. tapi.. cuma sebatas itu, ya. Aku buta jalan please dan nggak jago bikin setting 😭🤧😖😫

Jadi, gimana Part 48 | Jogja I'm Coming? Kalau aku, sih, pengen diajak ke Jogja juga😆
Sebutkan kota favorit kalian gaes!

KAMELIA : Mawaddah with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang