Part 2 | Cinta Pertama yang Kandas

467 70 33
                                    

"Setidaknya aku harus memberikan senyum manis sebagai salam perpisahan sebelum berbalik meninggalkan cinta pertamaku yang kandas."

-Kamelia, from Wattpad: Kamelia

.

.

.

.

.

Happy Reading


"Mel? Kamu sedang apa di sini?"

"Ternyata kamu masih hidup."

Ryan menyugar rambutnya ke belakang. Perasaan panik menghinggapinya. Lelaki jangkung itu langsung menarik lengan Mel menjauh ke tempat yang tidak terlalu ramai, mengabaikan keberadaan gadis yang semula dirangkulnya. Mel berusaha melepaskan cengkeraman tangan Ryan, biar bagaimana pun ia tidak pernah bersentuhan dengan yang bukan mahram.

Lelaki yang mengenakan sweater warna khaki dan celana jin denim itu berusaha setenang mungkin menghadapi tatapan tajam yang dilayangkan Mel. "Please, jangan salah paham. Dia cuman adik tingkat yang satu jurusan denganku, kita lagi ada proyek bareng. Kamu dengerin aku, kan, Mel?"

Tidak, Mel tidak mendengar perkataan Ryan sepenuhnya. Raganya memang berada di tempat, tetapi pikirannya berkelana ke masa ketika pertama kali Ryan mendekatinya sampai sebelum lelaki di depannya itu berubah. Mel menyadari apa yang salah dengan hubungan mereka dan alasan yang membuat hubungan ini harus disudahi.

"Ponselku mati ... " Ryan masih menjelaskan apa pun yang bisa membuatnya mempertahankan gadis yang sudah susah payah ia dapatkan.

"Mel, jangan diam aja," pinta Ryan setengah frustrasi. Sungguh, ia kehilangan akalnya untuk sesaat.

Rasa sesak semakin memenuhi rongga dada. Semakin banyak alasan yang Ryan lontarkan, menorehkan luka yang semakin dalam di hati Mel. Tadinya Mel mengira akan mengamuk dan menampar Ryan bolak-balik. Ia tidak menyangka ternyata pengendalian dirinya bisa sebaik ini. Layla yang melihat dari kejauhan pasti tengah merutukinya karena tidak langsung menghajar Ryan seperti keinginannya.

Mel sudah melihat akhir hubungannya. Namun, ia ingin memberikan satu kesempatan terakhir untuk Ryan sehingga ia tahu bahwa keputusannya nanti adalah yang paling benar.

"Kapan kamu mau nemuin orang tuaku?" tanya Mel dengan sungguh-sungguh.

"Mel, kita baru memulai dua bulan ... "

"Tapi kita udah saling kenal dua tahun!" tegas Mel sebelum Ryan berhasil menyelesaikan perkataannya.

Jawaban Ryan tidak melenceng sedikit pun dari perkiraan. Jawabannya sekarang berbeda dari yang lelaki itu janjikan. Mel segera menepis saat Ryan hendak menggapai tangannya. Namun setidaknya, Mel harus memberikan senyum manis sebagai salam perpisahan.

"Kita selesai di sini!" pungkas Mel sebelum berbalik meninggalkan cinta pertamanya yang kandas. Sejalan dengan itu, pikirannya mulai terbuka dan perkataan Layla selama ini terngiang-ngiang di telinganya.

Mel menguatkan dirinya agar tidak menoleh ke belakang saat Ryan memanggil namanya. Semua impian tentang lelaki itu berguguran satu per satu seiring langkahnya yang menjauh. Terdapat dua kemungkinan yang membuat lelaki itu tidak mengejarnya. Pertama, Ryan tidak ingin mengeluarkan effort lebih untuk mempertahankannya. Kedua, tatapan mengintimidasi Layla yang sejak tadi mengawasinya. Jika saja tatapan bisa membunuh, mungkin sekarang Ryan sudah tergeletak tak berdaya. Ralat, sepertinya ada kemungkinan yang ke tiga yaitu Ryan lebih memilih menghampiri gadis yang datang bersamanya. Di antara ketiga kemungkinan itu, Mel tidak ingin memikirnya.

Saat ini, ia hanya tidak ingin melihat wajah Ryan dan segera menyambut tangan Layla yang menunggunya. Genggaman tangan Layla mampu memberinya kekuatan. Layla juga tidak mencecarnya walaupun dalam hati sempat menggerutu karena Ryan lepas tanpa kekurangan suatu apa pun. Berikutnya mereka menuju ke bioskop yang berada di lantai paling atas mal. Layla membeli popcorn ukuran sedang sementara Mel mengantre untuk membeli tiket di kasir bioskop.

"Coba liat tiketnya," pinta Layla memastikan begitu Mel kembali.

"Nih." Mel mengulurkan tiketnya, lalu mengambil alih popcorn di tangan Layla.

Gadis berambut lurus yang panjangnya hanya sedikit melewati bahu dengan layer tipis di bawahnya itu menatap bergantian pada Mel dan tiket bioskop di tangannya. Mel benar-benar membeli tiket film thriller bertema psikopat setelah sebelumnya bersikeras menontonnya karena mengalami perubahan mood yang drastis. Layla tentu saja tidak menolak karena karena itu memang film yang ingin ditontonnya. Namun, melihat wajah Mel membuat Layla khawatir.

"Apa enggak sebaiknya kita batalin aja nontonnya, Mel?"

"Gimana, sih, La? Orang tiketnya udah dibeli," sahut Mel seraya meraup segenggam penuh popcorn dan memakannya sekaligus hingga pipinya menggembung, "ayo! Filmnya hampir mulai."

Sepanjang film diputar, Mel benar-benar fokus menatap ke depan tanpa memedulikan sekitar. Berbanding terbalik dengan Layla yang sebentar-sebentar menutupi wajahnya dengan telapak tangan karena banyak pasang mata menatap ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah Mel. Bagaimana tidak jika gadis di sebelahnya beberapa kali kelepasan tertawa? Masih mending jika memang ada hal lucu pada film yang sedang ditonton. Mel justru tertawa tiap kali adegan psikopat menyiksa hingga membunuh dengan sadis si korbannya. Mungkin Mel memikirkan Ryan saat menonton. Mel pasti sangat berantakan hari ini.

🐱🐱🐱

Mungkin Mel tidak akan mengeluh walaupun bangun terlambat padahal ada kuliah pagi asalkan kelasnya tidak di lantai tiga. Lebih parah lagi dosennya adalah Pak Hari yang sangat ketat jika berkaitan dengan kedisiplinan mahasiswa. Kini Mel harus berlari-lari menaiki anak tangga seraya mengangkat sedikit roknya hingga memperlihatkan flat shoes cokelatnya. Mulutnya terus berkomat-kamit merapal doa, berharap dosen mata kuliah Menyimak Literal dan Kritis itu belum berada di ruangan.

Ternyata doanya tidak terkabul, bonusnya ada kuis dadakan. Merasa tidak maksimal dalam menjawab, Mel langsung bad mood sampai kelas berakhir. Begitu pula dengan kelas selanjutnya. Ia pun memutuskan pergi ke perpustakaan setelah salat duhur untuk memulihkan suasana hatinya.

Gedung bertingkat tujuh itu terletak tidak jauh dari fakultas Mel. Seperti biasa, tujuan Mel adalah lantai lima. Tempat di mana buku-buku fiksi yang rencananya selama ia berkuliah di kampus ini akan ia jamah satu per satu. Sayangnya perpustakaan selalu ramai di jam segini sehingga sulit menemukan tempat yang kosong untuk membaca buku. Sebenarnya terdapat ruang membaca di lantai dua, tetapi Mel tidak terlalu suka membaca di sana.

Beruntung Mel menemukan satu meja kosong yang tersisa. Lekas ia menempatinya bersamaan dengan seorang lelaki yang meletakkan laptop di meja tersebut. Keduanya sempat beradu pandang selama beberapa detik.

[Bersambung...]


Quote dari novel Laskas Pelangi karangan Pak Cik berbunyi,

"Cinta pertama memang takkan pernah mati, tapi ia juga takkan bisa

menyelamatkan nyawa". Benarkah demikian?


Don't forget to Vote and Comment to support the author 🐣

Thank u <3

KAMELIA : Mawaddah with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang