02. Alam Bawa Sadar

8 3 5
                                    

"Dimana ini? Kenapa semua orang-orang tergeletak seperti ini?!" ucapku melotot melihat banyak orang di lorong, tergeletak tak berdaya.

Sekuat tenaga, aku memberanikan diri untuk menelusuri lorong ini dan salah satu dari mereka ku hampiri, mengecek nadinya. Mataku lagi-lagi terbelalak tidak percaya setelah mengetahui denyut nadinya tidak ada. Mengecek beberapa orang juga hasilnya sama. Denyut nadinya tidak ada. Lorong ruangan ini sangat panjang dengan cahaya lampu yang redup.

Suara derap langkah kaki melangkah cepat menelusuri lorong panjang ini berharap ada jalan keluar atau ujung lorong. Namun, sedari tadi aku berlari mencari jalan keluar tidak ada dan setiap lorong selalu ada orang yang tergeletak tak bernyawa seperti ada pemangsa yang membuat mereka meninggal. Lalu pandangan ku menangkap sosok pemuda yang sangat ku benci muncul. Tetapi ia berdiri membelakangi ku dan memakai jubah putih.

"Apa kau yang melakukan ini semua? Menghisap darah mereka hingga mereka kehilangan nyawa?" ucapku lantang to the poin ke Aksara.

Aksara sama sekali tidak merespon ucapanku. Ia hanya berdiri membelakangi ku seolah aku ini tidak ada, suaraku tidak terdengar. Membuatku ingin sekali melayangkan kepalan tangan ke arahnya.

"Apa kau tidak mendengarkan ku, Aksara Putra?"

Ia sama sekali tidak menggubris ucapanku meski aku sudah menyebut nama panjangnya itu. Apa ia sengaja mempermainkan ku dengan pura-pura tidak mendengarkan ku? Cerdik atau bodoh, aku sama sekali tidak peduli. Yang ku pedulikan sekarang keselamatan orang-orang.

Dan aku juga sadar bahwa yang ku lakukan disini adalah di alam bawa sadar ku. Jadi aku mengalami Lucid Dream, mimpi yang bisa ku kendalikan tetapi tidak tau akan bertahan lama atau tidak. Selagi aku bisa mengendalikan, aku akan mengajak Aksara angkat bicara.

"Apa kau yang melakukan ini semua, Aksara Putra?" tanyaku lagi kali ini nada serius dan pandangan tajam melihat jubah putih bagian belakang tertiup angin kencang.

Angin dingin memenuhi lorong ini dan aku bisa merasakan rasa dingin yang menusuk kulit ku yang lembab. Aku ingin mendengar, alasan mengapa ia menghisap darah orang-orang yang tidak bersalah hingga meninggal. Setahuku, vampir menghisap darah manusia seperlunya dan tidak sampai mengambil nyawa mereka. Tetapi itu hanyalah opiniku saja. Setiap vampir memiliki aturan tersendiri dan caranya untuk mencari sasaran empuk.

Suasana menjadi lebih dingin dari apa yang aku duga. Diri ini masih berdiri tegak sambil mengepalkan tangan kuat-kuat menatap Aksara yang sama sekali tidak menggubris ucapanku. Jika ia bertindak seenaknya sendiri dan membuat hal yang menggemparkan kota kecil Krias maka aku akan bertindak. Tidak peduli ia menyukai ku, terobsesi denganku. Aku tidak peduli.

Rambut hitamnya bergoyang sesuai arah angin meniup. Ia menoleh sedikit memperlihatkan sisi wajahnya dengan hidung mancung.

"Kalau aku membuat semua orang tewas dengan menghisap darah mereka. Memang kenapa? Itu adalah tugasku, memangsa mereka." kata Aksara.

"Tapi...kau bisa kan mengisap darah hewan entah itu kelinci, burung atau lainnya. Mengapa harus ma-" ucapku berhenti sejenak ketika angin berhembus kencang dan Aksara sudah berada di depanku, menatap tajam.

Mataku membulat sempurna bmendongak melihat tatapan tajam memesona tersebut. Aura vampir milik Aksara sangatlah berwibawa bak seorang pangeran vampir. Kekuatannya bisa kurasakan sangat dahsyat walau ini hanyalah mimpi alam bawa sadar ku.

Apa maksud semua ini? Mengapa aku bisa merasakan kehadiran Aksara secara nyata di alam mimpi?-batinku tertegun.

"Mengapa harus manusia? Karena manusia adalah mangsa yang terlezat daripada hewan." katanya memotong pembicaraanku.

Penggila Cinta {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang