55. Mengawasi Sekolah di malam hari

10 1 0
                                    

    Jam terus berputar. Tanganku bergerak di atas kertas putih menuliskan beberapa kalimat di setiap gadis yang sudah tersedia. Angin dari kipas angin di pojok kamar sangat terasa membuat rasa sejuk di udara malam yang panas. Aku menulis tugasku sesekali melihat buku paket yang ada di depanku. Di selah-selah mengerjakan tugas sekolahku. Hati ini merasa tidak enak dan ingin sekali membantumu teman-teman menemukan Misteri Pengagum Rahasia itu.

      Aku terdiam memikirkannya mengabaikan tugas sekolahku sejenak, berpikir. Lalu Sachi berjalan ke arahku dengan keempat kakinya, ekor kucingnya menjuntai ke atas. Ia melompat ke arahku dan duduk di pangkuanku membuat seulas senyum ku terlihat jelas.

"Oh Sachi, kau menggemaskan sekali." ucapku mengelus kepalanya dengan lembut sehingga Sachi merasa senang. Mengerang pelan sambil menggoyangkan ekor kucingnya tanda senang. Aku tekekeh.

"Meow!" kepalanya menggeleng sejenak membuat kalung yang bertengger di leher, berbunyi.

"Kalungnya indah banget. Kau suka kan, pemberian Dewa waktu itu." kataku sembari memegang gelang itu menatapnya dengan senyuman.

Telinga kucing Sachi berdiri dan ia menatapku dengan wajah imutnya bikin aku gemas. Suara imut khasnya membuatku semakin gemas dengan Sachi. "Kamu menggemaskan sekali, Sachi hehe." kataku mengingat-ingat kalau Sachi yang keluar dari gambar.

  Aku merasa senang dengan kehadiran Sachi di kehidupanku walau kehadirannya sangat mengejutkan bagiku. Gambaran yang dibuat April dan aku mewarnainya hidup. Biasanya kekuatan April akan menghilang setelah di gunakan dan tidak akan pernah hidup jika pemiliknya tidak memintanya. Tetapi Sachi, ia sangat mengejutkan semua orang termasuk aku.

   Sachi terus menatapku seolah ia mencintaiku sebagai tuannya yang merawat dirinya. Tanganku terus mengelus bulu lembut Sachi. "Sachi, apa kau lapar? Aku akan mengambilkan makanan untukmu." kataku di balas suara kucing yang semangat.

"Meow!" ucapnya kegirangan dan segera turun dari pangkuanku. Aku yang melihatnya tersenyum.

Bangkit berdiri keluar dari kamar dan turun dari tangga menuju ke dapur buat mengambil makanan kucing. Sachi sudah bergerak cepat menuju ke dapur dan menaiki meja dapur. Aku mengambil kursi pendek dan langsung naik ke atas kursi tersebut. Membuka lemari mengambil makanan kucing.

  Tiba-tiba kursi yang ku naiki bergoyang membuat tubuh ini kehilangan keseimbangan. Aku pun terjatuh dan Sachi melompat dari atas meja.

Guabrak!

  Bunyi begitu keras terdengar jelas sehingga aku mendengar suara teriakan Mas Daniel dari atas sana.

"Suara apa itu! Apa ada yang membuat masalah!" teriaknya dari atas.

Mataku terbelalak menatap langit dapur dan seorang pemuda dengan kedua telinga di kepalanya. Sachi menjadi manusia setengah kucing, pipinya memerah.

"Apa Nyonya Atma? Baik-baik saja?" tanyanya tersenyum.

  Posisi kami berdua sama-sama terjatuh di lantai. Sachi berhasil merangkul ku sebelum mencium lantai dan berakhir terjatuh, ia juga menatap lemari di sekitar dapur dan beberapa gelas plastik di atas meja terjatuh. Maka dari itu menimbulkan suara berisik. Aku segera bangkit duduk melihat Sachi khawatir.

"Kau baik-baik saja kan, Sachi?" tanyaku dibalas anggukan kecil.

"Iya, aku baik-baik saja kok." balasnya tersenyum tipis dan sedikit meringis.

"Oh, maafkan aku, Sachi." kataku menepuk bahunya masih khawatir mengecek kalau ada luka di tubuh Sachi.

"Sungguh, aku baik-baik saja." katanya melihat ke lantai,"Nyonya Atma, makananya berantakan di lantai." lanjutnya membuatku tersadar kalau ucapan Sachi benar, makanan yang ku ambil jadi berserakan atas tindakan ceroboh ku.

Penggila Cinta {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang