58. TKP

6 1 0
                                    

   Tatapan tajam dari Mas Daisuke melihat salah satu gedung industri terbakar oleh lalapan api. Setidaknya ada tiga mobil kebakaran yang sudah terjun di lokasi kejadian serta empat mobil ambulance yang menolong orang-orang luka-luka. Di lokasi kejadian juga ada 2 orang yang merenggang nyawa karena ledakan tidak terduga tersebut.

  Teror kembali datang menghantui masyarakat. Mas Fajar tengah menyelidiki di TKP bersama Detektif Halim, laporan dokumen yang sempat di cek kini terulang kembali. Aku dan beberapa temanku salah satunya: Haku, Jesse dan April sudah sampai. Aku yang di bonceng sama Jesse segera menghampiri kakakku Mas Daisuke.

"Mas Dai! Apa yang terjadi di sini?!" tanyaku khawatir melihat sekeliling.

"Ada orang yang memasang bom di dalam gedung industri ini. Ledakkannya cukup keras." balas Mas Daisuke singkat.

"Apa bom itu termasuk rakitan?" tanya April penasaran. Mas Daisuke terdiam sejenak lalu mengangguk.

Ekor matanya bergerak ke kanan ke kiri. Menandakan kalau ia sedang berpikir keras atas pertanyaan tersebut. "Ya, bisa jadi itu bom rakitan yang bisa menimbulkan ledakan dahsyat. Itu masih dugaan saja jadi belum pasti."

  Jesse memegang dagunya. Ia pikir kalau ledakkan tersebut akibat orang yang memiliki kekuatan. Namun, di salahkan gunakan untuk mengacaukan orang lain. Aku yang mendengar itu setuju atas ucapan Jesse yang udah bisa dikatakan normal. Pemuda bersurai merah tersebut dengan bangganya bahwa ia sangat pintar dalam masalah ini.

  April dan aku tertawa mendengar tingkat pede Jesse. Walau posisinya dalam keadaan waspada seperti ini, Jesse tetap saja mengeluarkan lelucon. Haku menghampiri Mas Fajar dan berbicara serius, aku sama sekali tidak tau, apa yang mereka bicarakan. Kurang lebihnya mengenai masalah teror.

"Aku rasa semakin hari. Ada-ada aja masalahnya." gumamku yang bisa di dengar Mas Daisuke.

Pria itu menghela nafas kasar dan tiba-tiba menepuk kepalaku pelan. Aku terdiam, melihat Mas Daisuke yang pertama kalinya menepuk kepala ku lembut. Pipiku merona karena Mas Daisuke jarang banget bersikap lembut kek gini beda dengan Mas Fajar apalagi Mas Taiga.

"Jangan berkeluh. Namanya juga kehidupan selalu ada rintangan juga masalah. Dan jangan lupa, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Kita hanya perlu mencari jalan keluar itu." ucapnya melirik ke arahku dengan tatapan khas datarnya membuat siapa saja memesona melihatnya termasuk aku, selaku adiknya.

  Ia mengambil sebungkus permen dari saku celananya. Lalu memberikannya padaku, satu bungkus permen mint membuatku tekekeh kecil.

"Candy man!" ejek ku ke Mas Daisuke tapi dia gak peduli.

   Beberapa jam kemudian. Haku dan lainnya membahas perkara teror ini. Sedangkan Jesse dari tadi berkomentar mulu kerjaannya membuat April menoyor kepala Jesse.

Dugh!

"Aegh! Sakit! Bu Ketua!" Aku hanya tertawa terbahak-bahak mendengar rintihan Jesse. Menggeleng pelan.

"Lagian kamu dari tadi komentar keluh kesah mulu." kataku dibalas tatapan sinis dari Jesse, melipat kedua tangan di dada.

"Atma! Kau tau sendiri kan! Kota Krias ini penuh masalah. Habis masalah percintaan terbitlah masalah kriminal." katanya mendesah.

"Namanya juga kehidupan. Kalau gak ada masalah. Bukan kehidupan itu, namanya terlena duniawi!" kataku menutup mulut menahan tawa.

"Nyindirnya terlalu fakta!" sahut Jesse masih kesal.

Haku hanya bisa menyimak dan menggeleng. "Aku rasa kejadian tadi hanyalah gertak-kan saja. Tidak serius yang serius itu pencurian di desa dekat gedung industri itu." jelas Haku pada kami bertiga.

Penggila Cinta {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang