22. Dia

3 2 0
                                    

  Membalikkan tubuhku ke kanan dan merapatkan pelukan guling. Lalu aku merasakan ada yang naik ke kasurku tetapi aku tidak peduli dan mungkin itu adalah Mas Taiga. Pemuda itu akan mengerjai ku agar aku bisa terbangun tepat waktu. Malas aja, kalau bangun awal-awal banget dan sering kali menguap walau udah mandi. Benarkan? Seolah tidak ada gunanya mandi pagi kalau masih menguap.

   Pipiku terasa sangat geli karena bulu-bulu yang mengoles lembut kulitku. Dalam hati aku menggerutu, kalau Mas Taiga mulai menunjukkan aksinya pasti ia memegang kemucing agar aku terbangun.

Nunggu lima menit untuk bangun, apa susahnya sih?! Aku masih pengen bermimpi indah dengan ayang ayang ku tercinta, batinku terus menggerutu sebal.

  Bulu-bulu itu masih saja ku rasakan di pipiku dan kini beralih ke telingaku sehingga aku bisa mendengar jelas sebuah dengkuran khas serta hidung yang terus menerus mendengus-dengus daun telingaku.

"Meow!"

  Seketika mataku melotot mendengar suara kucing. Tubuhku seketika berbalik ke kanan dan hewan paling imut plus lucu tersebut tepat berada di kasur ku. Mata ini masih membulat sempurna, mulut ber "o" ria, ingin sekali berteriak tetapi suaraku gak mau keluar. Aku melihat kucing gemuk yang indah berwarna putih bercorak cokelat tepat di sampingku.

Awalnya ku kira kakak laknat, Mas Taiga yang membangunkan ku. Namun, sayangnya dugaanku kali ini salah dan pikiranku bertanya-tanya mengenai kucing ini. Bagaimana caranya dia masuk? Padahal seluruh kamarku terkunci bahkan jendela ku pun terkunci rapat. Dan gak mungkin kan kucing ini masuk begitu saja bahkan pintu kamar pun tertutup rapat.

  Kucing bermata kuning itu menatapku lamat-lamat dan mengeluarkan suara imutnya.

"Meow!" ucapnya sambil berjalan mendengus-dengus pipiku meminta diri ini cepat bangun.

Menggaruk rambut yang tidak gatal akhirnya mau gak mau aku bangun di pukul 05.15 wib bisa dikatakan masih pagi kan. Ku gendong itu kucing sambil bertanya-tanya. Ah, pikiranku sekarang dipenuhi tanda tanya besar mengenai kucing yang masuk ke dalam kamar padahal semuanya terkunci. Apa aku harus mengcosplay menjadi Detektif Conan agar aku bisa tau, kucing imut ini menyelinap masuk kamar lewat mana?

"Hei teman kecil. Kamu ke kamarku lewat mana coba! Kamarku tertutup rapat loh." kataku dibalas suara yang menggemaskan.

"Meow!"

  Entahlah, aku harus senang atau apa? Ini terlalu menggemaskan. Jadi aku meletakkan kucing itu diatas kasur lalu aku berjalan ke kamar mandi untuk bersih-bersih, pergi ke sekolah. Tidak membutuhkan waktu lama. Aku sudah siap-siap tinggal bedak tipis-tipis di wajah lalu mengikat rambut panjang ku ini.

Knock! Knock! Knock!

"Atma! Kamu sudah bangun! Buruan ke bawah. Sarapan sudah siap!" teriak mama menggedor-gedor pintu kamar. Aku berteriak dari dalam membalas teriakan mama kalau aku sebentar lagi bakal ke sana.

  Sebelum keluar kamar, aku melihat kucing itu masih duduk di atas kasur menatapku dengan tatapan polosnya.

"Kamu di dalam kamar aja ya. Jangan keluar-keluar kamar sebelum aku pulang dari sekolah." pesanku padanya lalu keluar kamar menuju meja makan.

    Semua orang tengah menunggu ku dan aku meminta maaf karena terlambat. Mas Taiga tidak bisa membangunkan ku seperti biasanya sebab ia harus merevisi skripsinya sedikit ditambah tangan yang masih terasa sakit akibat tusukkan pisau malam itu. Seharusnya aku yang terkena tusukkan itu tetapi malah yang kena Mas Taiga bukan aku. Katanya itu sebuah tanda, bahwa seorang kakak laki-laki peduli dengan adik perempuannya.

"Kakakmu ini akan melakukan apapun demi adiknya. Kalau adiknya dalam bahaya! Aku akan datang!" kata Mas Taiga tersenyum simpul saat itu.

  Mama berbicara pada kami berlima kalau ayah dan mama akan pergi keluar kota selama seminggu. Mama akan pergi saat sore tiba nanti ketika aku dan Mas Daniel pulang sekolah. Pekerjaan ayah akhir akhir ini sangatlah padat, tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Penggila Cinta {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang