Dina duduk dengan tenang memandang kearah jendela mobil. Sepanjang jalan Dina banyak menampilkan raut wajah muram. Irham menyadari jika istrinya sedang dalam keadaan badmood dan ia turut andil menciptakan suasana badmood tersebut. Irham melihat putranya tertidur di bangku belakang. Kemudian ia menatap Dina di sampingnya. Hormon wanita hamil benar-benar tidak stabil.
"Masih marah?" Tanya Irham lembut memegang tangan Dina sambil menyetir mobil.
Dina hanya diam, tidak ingin menjawab.
"Din.." panggil irham.
"Aku juga berhak marah Irham, kamu tidak pernah menanyakan pendapatku mengenai sesuatu. Kamu tidak berfikir apakah aku suka atau tidak?" Ucap Dina pelan namun tersirat nada kesal.
"Oke, aku minta maaf. Aku salah, tidak membicarakannya terlebih dahulu denganmu. Saat itu, aku berfikir ini adalah jalan keluar terbaik untuk keluarga kita. Aku tidak bisa hidup berpisah dengan mu dan juga anak kita". Jelas Irham pelan.
"Iya, tapi aku belum siap. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan. Bagaimana pendapat keluargaku, teman dan rekan kerjaku. Belum lagi pendapat temanmu dan keluargamu melihat aku yang tiba-tiba kembali masuk kedalam kehidupanmu dengan membawa seorang anak. Hal ini sangat sulit di terima oleh.." ucap Dina terpotong.
"Mama.. kamu mengkhawatirkan nya? Aku tidak perduli dengan anggapan orang lain atau mama. Takkan ku biarkan mama atau orang lain kembali memisahkan kita. Aku akan melindungi kamu dan anak kita, itu janjiku" ucap Irham menggenggam erat tangan Irham.
Dina menatap putranya di belakang dengan perasaan khawatir, mampukah ia dan putranya menghadapi keadaan yang terjadi kedepannya. Ini kedua kalinya ia dan Irham berdebat sejak keberangkatan mereka. Tanpa persetujuan Dina, Irham mengatakan bahwa mereka akan pindah kembali ke kota dan Irham juga sudah mengurus kepindahan tugasnya di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka.
Jujur saja Dina belum siap menghadapi orang dari masa lalunya, walaupun Irham mengatakan bahwa Dina tidak bekerja disekolah semula, tetapi di sekolah lain yang dekat dengan rumah sakit.
Dina juga tidak habis pikir, bagaimana caranya Irham bisa dengan mudahnya mengurus perpindahan tempat kerjanya. Melalui perdebatan yang panjang, akhirnya Dina mau tidak mau kembali kerumah mereka.
***
"Din.." panggil Irham pelan sambil membelai rambut Dina.
Dina merasakan sentuhan Irham di wajahnya menjadi terusik dan perlahan membuka matanya.
"Sayang bangun, kita sudah sampai" ucap Irham lembut.
Dina melihat sekitar, namun ia merasa asing.
"Ini dimana?" Tanya Dina bingung.
"Rumah kita" ucap Irham lalu turun membuka pintu mobil. Kemudian Irham membuka pintu mobil Dina.
Dina melihat rumah berwarna putih yang ukurannya lebih besar dari rumah mereka sebelumnya.
"Ibu.." panggil ni Ani dari kejauhan.
"Bi Ani.." panggil Dina bahagia.
"Syukurlah, ibu baik-baik saja. Saya sangat senang bisa melihat ibu lagi" ucap bi Ani senang.
"Saya juga, bibi baik-baik saja kan?" Ucap Dina senang.
"Iya Bu, saya baik" ucap bi Ani.
"Bi tolong bantu saya angkat barang ibu dibatasi mobil" ucap Irham sambil menggendong Azriel yang tidur.
"Baik pak, sesuai pesanan bapak kamar untuk Aden udah saya siapkan" ucap bi Ani senang.
Irham masuk kedalam rumah dan diikuti Dina. Dina terpesona dengan desain rumahnya yang berwarna putih dan interior yang sangat bagus, rapi dan bersih. Irham meletakkan Azriel di salah satu kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You by Ibelcia (End)
Genel Kurgu"Dina sadarlah, hentikan hatimu, jangan semakin jauh kamu jatuh cinta kepadanya" ucap Dina dalam hati. "Aku ingin hubungan kita baik-baik saja seperti dulu" lirih Tania. "Bukannya mama senang lihat aku begini, Dia sudah mewujudkan keinginan mama" uc...