Chenle masih belum bangun. Baik ketika Jaemin yang berganti jaga, ruangan justru tampak ramai dengan dokter dan dua orang perawat yang memeriksa keadaannya. Ia ingin bertanya, ketika dilihatnya mereka tampak sibuk sekali. Barulah ketika dua perawat tadi keluar, Jaemin bertanya pada Sungchan, selaku dokter yang menanganinya.
"Apa dia baik-baik saja?"
"Keadaannya memburuk. Waktu operasi keadaanya sempat drop seperti ini. Denyut jantungnya lemah juga kesulitan bernafas. Tapi jangan khawatir, aku sudah memasang alat bantu untuknya." Sungchan berusaha menenangkannya lantas bertanya pada hal lain, "dimana Jeno?"
"Dia sedang melihat anaknya."
"Anaknya?" Sengaja mengulang pernyataan itu, Sungchan seperti mencari kepastian dengan memandang intens Jaemin atas jawaban tersirat barusan.
"Aku malas membahasnya." Jaemin mencoba menggelak. Beruntung Sungchan adalah sosok yang pengertian sehingga tidak tertarik untuk memperpanjang urusan.
"Lebih baik kau di sini saja dulu. Keadaannya benar-benar sangat kritis. Aku khawatir akan terjadi apa-apa padanya." Kata-kata Sungchan seakan meruntuhkan harapan Jaemin.
"Apa maksudmu, bukankah kau sudah melakukan yang terbaik?" Untuk pertama kalinya Jaemin menjadi seserius ini. Pertanda bahwa ini bukan sekedar hal remeh temah apalagi menyangkut nyawa seseorang.
"Aku dan semuanya sudah melakukan yang terbaik Jaemin, tetap saja aku tidak bisa mendahului kuasa tuhan." Ungkap Sungchan seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, sampai dia menutup tirai agar ucapannya tidak diperdengar lainnya. "Presentasi dia bisa sadar hanya tiga dibanding tujuh."
"Kau bercanda?" Seketika Jaemin menatap nyalang.
"Aku tidak bercanda. Memang kecelakannya tidak berdampak banyak, tapi benturan perutnya membuat pendarahan pasca operasi. Aku sudah berusaha keras menyelamatkan anaknya."
"Bukankah sudah ku katakan selamatkan Ibunya?"
"Jaem...?" Giliran Sungchan yang menatapnya tak paham. Bukan ungkapan terima kasih yang diterima karena berhasil menyelamatkan salah satunya, Jaemin justru menghardiknya untuk sebab yang tidak ia mengerti.
"Kau mengecewakanku Jung Sungchan! Aku akan membencimu jika sesuatu terjadi padanya!" Jaemin memalingkan wajah, sebelum dokter muda itu memilih pamit untuk memeriksa pasien lainnya.
Kini tinggal Jaemin duduk di samping Chenle. Menggenggam tangannya dengan erat serta merapikan surai rambutnya.
"Bangunlah Chenle...?"
Mustahil menunggu reaksinya karena matanya pun sedari tadi tetap terpejam disertai alat bantu yang terpasang di hidung. Monitor detak jantungnya masih terlihat lemah.
"Kau melahirkan anak yang lucu sekali. Hidungnya mirip Ayahnya dan pipinya sama sepertimu. Membuatku ingin mencubit saja." Tersenyum kecil membayangkan wajah bayi yang belum diberi nama itu. Bayi yang masih di tempat inkubator karena kelahirannya gang tergolong prematur.
"Apa kau tidak ingin menggendongnya?" Jaemin tersenyum sambil membayangkan bagaimana jika dirinya yang menggendong bayi itu. Pasti rasanya membahagiakan sekali. Jaemin pun juga ingin menggendongnya, setelah mendapat izin dokter nanti.
Sekali lagi ia menyentuh pipi Chenle dengan lembut. "Apa kau benar-benar mendengarkanku?" Jaemin terus saja mengusap-usap pipinya walau tidak ada respon. "Maafkan aku yang tidak pernah mengerti bagaimana kesakitannya menjadi seorang Ibu. Apa kau mau memaafkan kakakmu ini?"
Sepanjang hari itu, Jaemin pun menghabiskan waktunya untuk duduk.menemani Chenle dan berbicara seorang diri. Semoga dengan begitu Chenle cepat sadar dan bisa berkumpul bersama lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN CASTLLE (Nomin feat Chenle) REPUBLISH
FanfictionKehidupan pernikahan Jeno dan Jaemin awalnya berjalan baik, sampai sebuah tuntutan keluarga yang mengahruskan mereka mempunyai anak. Dan Chenle datang sebagai jawaban.