34.

1K 33 20
                                    

"Pesta?"

Kening Jeno berkerut dari dalam cermin, ketika Chenle menyodorkan dasi dan pakaian kantornya sembari mereka mendiskusikan suatu hal.

"Anak kita sudah enam bulan Jen. Aku ingin membuatkan pesta untuknya." Ungkapnya sambil membantu Jeno mengenakan dasinya.

"Benar, tapi mengapa tidak menunggu hingga usianya satu tahun saja."

"Apakah itu masalah? Bukankah keluarga Lee sendiri terkenal sangat sering mengadakan pesta?"

Ya, itu terjadi saat masa-masa Haechan saja. Sepeninggal Jaemin dan terbongkarnya semua rahasia, keluarga mereka seolah menutup diri dari interaksi dunia luar. Kecuali sesekali orang tuanya tiba di rumah kecil mereka untuk mengunjungi cucunya.

Jeno paham jika permintaan Chenle untuk mengadakan pesta adalah upaya dirinya menuntut pengakuan dari keluarga Lee sendiri atas status menantu tersembunyi. Semenjak melahirkan dan memberinya seorang anak, Chenle jarang sekali keluar. Kebanyakan orang masih menganggap Jaemin satu-satunya istri sahnya dan Chenle hanyalah sekedar orang asing di rumahnya.

Jika memang Chenle menuntut demikian, itu adalah hal yang wajar. Cepat atau lambat hal ini juga akan terjadi. Sudah saatnya Jeno bersikap tegas pada pendiriannya.

"Apa kau keberatan?" Tanyanya. Menyentuh pundak suaminya, lalu meletakkan dagu diatasnya.

"Tidak. Lakukan saja sesukamu. Karena aku tahu kau orang yang keras kepala sekali jika punya keinginan." Ganti Jeno yang menyentuh ujung hidungnya gemas.

"Terima kasih sudah mengenalku baik, Pak guru." Chenle tersenyum memeluk Jeno.

Bahkan hanya sekedar memeluk pun, Jeno masih sekaku ini. Rasa kaget sering menyerangnya tiba-tiba ketika merasakan kedua tangan yang merangkul erat di tubuhnya. Ada kalanya Jeno ingin meminta maaf dengan tulus karena sampai sekarang masih belum bisa membuka hati untuknya. Chenle yang mengharapkan keluarga bahagia, dengan Jeno yang menjadi sosok kepala rumah tangga. Nyatanya itu belum bisa ia wujudkan ketika dia sendiri merasa ada bagian hidupnya yang hilang.

"Aku akan segera ke rumah untuk membantu Mom untuk mempersiapkan pestanya." Chenle berseru antusias.

"Baiklah, aku akan menelfon sopir rumah untuk menjemputmu." Ujar Jeno. Terdengar biasa namun siapa sangkah ucapan yang sering ia utarakan itu sedikitnya memberikan luka di hati Chenle.

Jeno memang terlampau sibuk bekerja, namun apakah dia tidak bisa meluangkan waktu sedikit untuk dirinya. Jarak ke rumah besar hanya terlampau beberapa kilometer saja, seharusnya jika Jeno sepeduli itu dia tidak akan membiarkan Chenle sendirian dengan dijemput sopir pribadi keluarga mereka.

Sudah kebal Chenle dengan segala sifat apatis Jeno. Bisa apa Chenle selain bungkam. Tanpa lawan yang perlu ditantang. Ketika segalanya memang sudah dia dapatkan kecuali satu hal.

Hati seorang Lee Jeno.

-----------------------------

"Mengapa Jeno tidak ikut kemari?" Tanya Taeyong begitu melihat kedatangan Chenle yang menggendong bayinya. Langsung diambil alih bayi itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.

"Dia sedang sibuk Mom?" Jawabnya.

"Sebegitu sibuknya sampai mengabaikan pesta anaknya sendiri?" Sindirnya. Sudah rahasia umum bagi Jeno yang menggunakan alasan sibuknya untuk menghindari urusan mengatas namakan keluarga. Walau sudah punya anak, itu pun tidak mengubah apapun. Jeno semakin sulit ditemui.

"Dulu setiap akhir pekan Jeno selalu menyempatkan pulang kemari, tapi lihat saja sekarang dia bahkan lupa dengan Ayah Ibunya sendiri." Chenle hanya tersenyum menanggapi.

HIDDEN CASTLLE (Nomin feat Chenle) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang