22.

762 33 9
                                    

Jeno benar-benar sudah setengah gila ketika dia memesan banyak makanan hari ini. Menjejerkan semuanya di atas meja, dari pizza, spagetti, ayam goreng dan lainnya hingga melarang Jaemin untuk memasak makan malam. Alih-alih berkata pada istrinya bahwa ini adalah hari baiknya karena mahasiswa bimbingannya baru saja memenangkan olimpiade, tapi yang sebenarnya dia sedang sangat bahagia atas kabar yang diterimanya dari rumah besar.

Kakaknya Mark telah menggugat cerai Haechan. Walau dipikirnya itu sudah keterlaluan —bak habis manis sepah dibuang, tapi mengapa Jeno harus peduli?

Haechan sedang mendapatkan karmanya. Atas semua rasa sakit yang istrinya terima, tangisan, juga segala cercaan yang keluar dari mulut pedasnya, di saat yang sama Jeno selalu memperhitungkannya. Ada kalanya manusia memang harus diam dan mengizinkan tuhan membalas. Dengan begitu kepuasan akan diperoleh tanpa repot-repot dia mengotori tangannya.

"Bersulang sayang?" Ajak Jeno, seusai menuangkan wine dalam dua gelas lalu mengajak istrinya sendiri untuk bersulang.

"Benarkah ini karena kinerjamu? Kau tidak memesan semua ini untuk hal lain kan?" Jaemin yang bertanya penuh selidik. Tidak mengetahui niat busuk Jeno dalam rangkah menertawakan penderitaan Haechan, maka ia harus mengadakan pesta kecil secara private. Maklum kabar perceraian mereka hanya Jeno lah yang pertama tahu.

"Yah, mahasiswa bimbinganku baru saja memenangkan olimpiade Na, memangnya kebahagiaan apalagi yang diharapkan oleh guru sepertiku?" Bohongnya. Dalam hatinya ikut menertawakan juga betapa pandai dia menyusun alasan.

"Kau harus turut berbahagia untukku sayang?" Dan Jaemin mengangguk. Mengangkat gelas itu menerima ajakan Jeno untuk bersulang.

Dalam keadaan normal, Jeno biasa menyusun pesta seperti ini di atas rooftrop lalu mereka akan berakhir panas di sana. Sayangnya dalam hal ini, ada Chenle yang sudah menjadi bagian dari keluarga mereka. Jadi mana mungkin kebiasaan itu akan terealisasikan.

"Kau tidak memanggil Chenle, sayang?" Ungkap Jeno tiba-tiba. Menanyakan kebiasaan istrinya yang aneh sekali tidak mengajaknya. Biasanya untuk soal prioritas, Chenle adalah nomor satu dari pada Jeno.

"Dia mungkin sedang tidur."

"Tapi aku tadi mendengar musik di kamarnya."Tukas Jeno seakan menuntut. Baginya perayaan seperti ini harus dirayakan bersama.

Jika ditanya mengapa tidak Jeno saja yang memanggil, jawabannya adalah tentu saja malu. Di depan Jaemin, hubungan mereka hanya sekedar teman yang saling menyapa dan memperhatikan. Jeno tidak akan pernah berani main mata tanpa seizin Jaemin.

"Baiklah, tapi bolehlah dia memakan makanan seperti ini?" Jaemin kembali bertanya.

"Na, jika kau perduli bayinya jangan menyiksa Ibunya?" Nasehatnya. Merasa tidak setuju atas sikap Jaemin yang melarang Chenle makan ini dan itu. Jaemin hanya takut bayinya kenapa-napa. Terlebih dia trauma dengan apa yang terjadi pada Haechan kemarin.

Hanya menunggu lima menit, dia pun sudah membawa Chenle di ruang makan. Tubuh yang semakin berisi, dengan pipi chuby. Usia kandungan yang sudah empat bulan tinggal menunggu lima bulan lagi untuk kelahiran anaknya.

"Wow, kalian sedang mengadakan pesta?" Mendengar sapaan bernada ceria itu, diam-diam juga Jeno telah menyembunyikan wine yang baru saja dia tuang ke belakang punggungngnya. Aksi yang tak lepas dari penglihatan Chenle, sampai dihujaminya tatapan pria berumur itu dengan kesal setengah mati.

"Bagaimana keadaanmu Chenle?" Jaemin yang bertanya atas aksi menghabiskan banyak waktunya di dalam kamar. Keduanya menjadi jarang mengobrol dan bercanda gurau seperti dulu.

"Tidak lebih baik sebelum aku hamil." Ucapan sinis bersamaan dia mencoba duduk. Ketika dia tiba-tiba merasa ada gejolak di perutnya sampai membuatnya memekik.

HIDDEN CASTLLE (Nomin feat Chenle) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang