12.

779 28 7
                                    

Kita perlu bicara Jis." Ucap Chenle melalui panggilan telepon.

"Aku sudah menantikanmu untuk itu."

"Dimana kau sekarang."

"Apartement."

"Baiklah tunggu aku disana." Menutup telepon sepihak, Chenle bergegas mengambil coat panjangnya beserta tas.

Menyadari Jeno sedang berkutat di ruang kerjanya sementara Jaemin berada di ruang tengah. Chenle tahu akan satu hal bahwa keberadaan dirinya telah menghambat pasangan muda itu untuk bersenang-senang. Jadi tidak mengapa jika dia minta izin sebentar untuk pergi.

"Perlu kuantar?" Tanya Jeno yang disetujui oleh Jaemin, khawatir Chenle akan pergi ke tempat aneh-aneh seperti kemarin.

"Tidak perlu. Aku memesan taxi saja. Lagi pula kau masih sakit."

Keduanya mengangguk. Dengan begitu membiarkan Chenle keluar dengan taxi onlinne yang menunggunya lalu mengantar ke kediaman Jisung.

Apartemen Jisung terletak di kawasan elit, dengan fasilitas memadai. Hal itu itu tak luput dari peran Ayahnya yang seorang diplomat. Sebelumnya Chenle cukup sering kesana, bolak balik serasa rumah sendiri. Bahkan Jisung tak segan untuk membagi kunci password agar Chenle bisa lebih leluasa.

Namun untuk kali ini, Chenle tidak ingin kurang ajar. Dia menekan bel, dan pintu sudah dibuka oleh sosok yang ingin ditemuinya. Seolah-olah memang sedari tadi Jisung menunggu kedatangannya.

"Hai...!" Jisung bergegas berjalan memeluknya, namun segera langkah itu dicegah oleh Chenle.

"Berhenti disana Jis...?" Tatapan matanya menyipit. Chenle melipat kedua tangan di dadanya. "Jangan dipikir aku tidak tahu atas apa yang baru saja kau lakukan pada orang lain."

Baiklah, harusnya Jisung bisa menduga bahwa topik pembahasannya tidak jauh dari perbuatannya kemarin yang membayar orang untuk menghadang lalu memukuli Lee Jeno. Chenle itu pintar dan pandai menebak segala hal.

"Siapa maksudmu orang lain? Ahm... Dosen muda itu, putra konglomerat atau suamimu?" Jisung berkata dengan nada sinis. Tak mau kalah dengannya.

Melihat dari mata yang tidak mampu berbohong. Sebenarnya ada pertarungan batin dari diri mereka berdua. Keduanya berlomba untuk mengetahui isi hati masing-masing.

"Oh, kau sudah tahu? Syukurlah aku tidak perlu repot-repot memberitahukan sebenarnya kalau begitu."

"Chen, Apa kau dipaksa menikah?" Ucap Jisung menghalus.

Hebat. Hanya dengan merubah nada bicara saja, Jisung menjadi sesimpati itu padanya. Memang sejatinya perasaan tidak bisa berbohong. Entah Jisung yang terlampau tulus atau Jisung yang terlampau bodoh. Selalu saja Chenle untuk membuat keadaan begitu terbalik.

"Itu rumit Jis?"

"Jika kau seterbuka itu padaku, aku mungkin bisa membantumu." Jisung mendekati Chenle dan menepuk pundaknya.

"Tidak ada yang bisa membantuku di dunia ini Jis?"

"Kau punya aku, temanmu?"

Percayalah, lidah Jisung seakan keluh mengucapkannya. Berpura-pura sebagai sosok teman padahal dirinya menginginkan lebih.

"Benarkah?" Chenle mempertanyakan dengan serius.

Andai memang semudah itu untukmu Jis.

"Bahkan jika kau menganggapnya lebih, aku tidak masalah."

Begitula Jisung dan sisi munafiknya yang membuat Chenle tersenyum miring. Selalu ada niat yang tersembunyi dari setiap ucapan atau perilaku yang ditunjukan, membuat Chenle memandangnya sebagai orang yang tidak tulus. Tak urung Chenle membalasnya dengan sifat munafik pula, mendekatkan diri lalu memeluk dirinya erat.

HIDDEN CASTLLE (Nomin feat Chenle) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang