Sehun menyeringai merasa tertantang mendengar pertanyaan meluncur begitu mudah dari bibir penuh pria tan didepannya. Matanya menatap lurus tanpa ada sedikitpun getaran emosi berbanding terbalik dengan Si Tan yang seiring waktu melangkah mundur saat Sehun mulai menghimpitnya diantara pintu dan tubuhnya yang lebih tinggi.Tangan pucat itu bergerak tanpa ragu, vena menonjol, jari panjang serta telapak tangan kasarnya menyentuh bahu. Mata tajam itu menatap sedikit menunduk menautkan kembali tatapan mereka "Kesenangan seperti apa yang berada di pikiranmu hm?"
"Sesuatu yang membuatmu menegang?"Ucap Sehun meremat bahu kaku Si Tan cukup kuat sampai bibirnya harus dia gigit agar bisa menahan ringisan nyeri.
"Atau bagian dari sesuatu yang meningkatkan adrenalinmu?"Sambung Sehun sembari tangannya terus bergerak semakin turun secara sensual mengusap dan memberikan tekanan kecil pada perut Jongin.
"Katakan, Kita melakukannya bersama. Kesenangan apa yang kau rasakan saat itu? Tidakkah pertanyaanku sangatlah relevan, Tuan Kim Jongin?"Ucap Sehun lalu terkekeh kecil melihat bagaimana tubuh itu membeku, kelimpungan menghadapi situasi yang membuatnya sungguh-sungguh terpojok.
Mata bulat Jongin menajam sementara tangan kananya begitu berani menahan pergelangan tangan Sehun menolak sentuhan-sentuhan yang membuatnya semakin kacau menghadapi keadaan.
"H-hentikan!"Ucap Jongin mengatupkan rahang.
"Kenapa?"
"Apa saya membutuhkan sebuah alasan agar tidak diperlakukan buruk seperti ini?!"Ucap Jongin terpancing sampai akhirnya berani menyentak tangan Sehun sedikit kuat membuat pria itu hampir terbawa emosinya.
"Dirimu selalu mempunyai sisi lain yang membuatku terkejut, Tuan Kim. Diluar ekspektasi ternyata kau sangat-sangat baik melakukan perlawanan. Aku justru semakin tertantang."Ucap Sehun tersenyum nampak seolah penolakan tadi bukanlah apa-apa membuat Jongin sepenuhnya geram tidak menampik kenyataan bahwa dia begitu marah, wajahnya menunjukkannya dengan begitu jelas.
Mata tajam itu menyala-nyala terlihat bahagia menemukan lawan sebanding, seekor serigala tengah mengincar mangsa. Tangan kekarnya melepas ikat pinggang pada celana, Saat Jongin akan melarikan diri gerakan Sehun begitu lihai menarik kerah baju belakang Si Tan menendang tulang keringnya sampai lutut itu membentur lantai marmer.
"Lepas!"Geram Jongin mencoba meronta namun kekuatan Sehun tentu jauh lebih kuat timbang dirinya ditambah Si Tan harus menahan nyeri pada kakinya.
Sehun menyamakan tinggi menghembuskan nafas menatap wajah Jongin dari jarak dekat sampai hembusan nafas pengasuh itupun menerpa wajah.
"Apa gunanya menatapku begitu, Jongin? Dirimu tahu betul itu takkan berdampak sama sekali padaku."Ejek Sehun tertawa puas lalu menarik rambut Jongin keras menyeret tubuh pengasuh yang terlihat ringkih masih berusaha melawan demi menyelamatkan diri.
"Kupikir kau mulai tertipu pada kebaikanku, Tuan Kim."Ucap Sehun menghempaskan Jongin kearah ranjang berdipan kayu rendah.
Nafas Jongin memburu, menelan bulat-bulat situasi yang begitu membuatnya ketakutan serta bingung.
"Jadi, Apa kau masih ingin melanjutkan permainan keras ini atau kembali pada kesenangan masing-masing?"Tanya Sehun memberikan kesempatan menarik kerah baju Jongin memaksanya menjawab pertanyaan."A-aku tidak mau."Jawab Jongin terbata menimbulkan kemarahan. Sehun mengatupkan rahang memberikan tamparan kuat pada pipi Si Tan.
Teriakan disertai ringisan sakit terdengar, rasa panas menjalar di seluruh wajah. Jongin terisak ini bukan keadaan dimana dia bisa bertahan.
"Aku tidak mau."Lirih Jongin lagi.
Telinga Sehun memerah dilingkupi emosi, menarik kerah baju Jongin agar terbangun dan memberikan tamparan kuat kedua kalinya. Darah mengucur dari sudut bibir namun Si Tan memilih tetap bertahan.
"Apa ini kesenangan yang kau maksud?"Tanya Jongin pelan menatap Sehun dengan tatapan lemah. Pipinya terlihat merah padam dan membengkak.
"Kau senang saat orang lain terluka kan? Kau senang ketika melihat orang-orang tidak berdaya di hadapanmu? Rasa frustasi mereka membuatmu bahagia."Ucap Jongin meneteskan air mata tanpa bisa ditahan. Dia sekuat tenaga melawan rasa takutnya sekarang ketika menyadari satu hal; Sehun bukan pria yang bisa dikendalikan.
"Bukan tanpa alasan dirimu mempertahankan pernikahan yang bahkan dipenuhi kesengsaraan. Kau gila!!! Bajingan!"Teriak Jongin ketakutan mendorong bahu Sehun kuat. Air mata tak henti mengucur, tubuhnya beringsut mundur.
Cukup lama Sehun tidak bereaksi mematung selama beberapa menit sampai isakan Jongin menyadarkannya lagi. Matanya menatap pengasuh yang tengah meringkuk di sudut kamar, ketakutan itu membuatnya terhibur.
Rasa takut yang sedikit berbeda, ada perlawanan kuat walaupun dirinya pasti sangat paham bahwa Sehun bukanlah lawan mudah.
Tawa kencang terdengar, Sehun bertepuk tangan. Otaknya serasa dipenuhi rasa bahagia yang membuatnya tertawa meledak-ledak.
Pria itu menghampiri Jongin meraih bahunya lalu memeluk erat, masih dengan tawa puasnya "Kau benar-benar berbeda."Ucap Sehun justru makin membuat Jongin menangis ketakutan.
Selepas kejadian itu, Jongin jatuh pingsan. Otaknya mengalami shock. Pada keesokan harinya demam tinggi menyerang, bahkan untuk sekedar membuka kelopak mata pun tak sanggup.
Akhir pekan yang seharusnya dapat digunakan untuk bertemu keluarga setelah sekian lama gagal. Jongin melupakannya.
Sudah dua hari, Jongin menghabiskan waktu berbaring di ranjang kamarnya. Mengandalkan cairan infus sebagai pengganti makan.
"Demamnya belum turun juga."Ucap Irene gelisah pasalnya sudah dua hari pengasuh cucunya itu mendadak tak sadarkan diri juga demam tinggi. Dokter pun hanya bilang jika Jongin hanya membutuhkan bed rest selama 3-4 hari walaupun begitu Irene masih merasakan kekhawatiran mendalam.
"Biarkan dia istirahat. Jangan mengganggunya."
"Minta maid menjaganya. Ibu sangat ingin merawat anak itu, Tapi pekerjaanku sungguh sulit ditinggalkan."
"Baiklah, aku bisa mengambil cuti untuk menjaga anak-anak."
"Ah, ngomong-ngomong. Apa sebelumnya Jongin jatuh? Ada memar-memar di tubuhnya. Kenapa tidak ada laporan apapun mengenai itu?"
"Dokter kan sudah menjelaskannya tadi. Memarnya ada karena Jongin terjatuh saat pingsan."
"Astaga, Ibu benar-benar tidak fokus. Tetap kabari aku mengenai keadaannya. Ibu pamit dulu, jaga cucuku baik-baik."
"Ya."
Irene mengangguk kembali menatap Jongin lalu menghembuskan nafas merasa bersalah. Apa dia terlalu memaksanya? Mengasuh anak memang pekerjaan melelahkan. Seharusnya dia mencari pengganti saja ketika Jongin memilih resign dulu.
Wanita itu meninggalkan mansion bersama perasaan tak karuan sementara Sehun masih berdiri bersandar pada pintu tertutup, bersedekap dada menatap Jongin yang masih terlelap.
Pria itu mendekat duduk pada tepian ranjang menatap wajah damai didepannya, dahi sempit yang cantik, bulu mata lentik, hidung dengan tulang hidung agak tinggi tetapi terlihat mungil, bibir penuh serta tebal.
Telapak tangan terangkat menangkup pipi dengan memar disana, mengusapnya perlahan.
Mata Sehun menyadari ada gerakan kecil pada kelopak mata itu "Kim Jongin."Panggilnya.
Lenguhan pelan terdengar dari bibir penuhnya, Sehun menanti di tempatnya. Menunggu mata itu terbuka sempurna, kedipan berulang matanya mengedar, Jongin meringis merasakan denyutan kuat pada kepala mencoba memahami keadaannya saat ini. Kenapa dia bisa disini dan berakhir dalam keadaannya sekarang?
"Jongin."
"Ibu ..."
TBC
Mari kita mulai konfliknya ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanny's ✔️
FanfictionHunkai Sekai Kapal Hantu. lebih seram daripada kapal lintas agensi