Hari menyenangkan bagi Jisung telah berlalu. Setelah makan malam balita itu tertidur sangat lelap, rasa lelah dan kantuk mendera sejak sore tadi tetapi berusaha dia tahan karena belum masuk waktunya tidur. Padahal Jongin mengijinkan Jisung tidur awal.Setelah memastikan suhu ruang, pencahayaan serta kenyamanan anak-anak terpenuhi Si Tan perlahan meninggalkan kamar.
Dia tidak yakin malam nanti Jisung bisa bangun untuk buang air, Jongin sudah memasang popok sebagai pencegahan awal selepas mendengar dengkuran cukup keras dari bayi belum genap 3 Tahun.
Sebelum menutup hari Jongin sendiri, pria itu menuju ke dapur untuk makan malam. Memilah-milah bahan makanan termenung cukup lama didepan lemari pendingin, dia ingin sekali makan ramen sebenarnya. Seharusnya tadi membeli makanan surga itu waktu di luar tetapi Jongin lupa dan sekarang mulai menyesal.
Di mansion semewah ini, mereka tidak memiliki satu pun mie instan sangat disayangkan. Penghuninya memakan makanan sehat juga bergizi tiap harinya namun siapa sangka ada orang nyaris gila yang mencoba menyakiti diri tiga kali sehari. Tidak sehat sama sekali.
Renungannya terpotong begitu mendengar suara langkah kaki, Jongin beranjak menatap kedatangan Sehun. Sama sekali tidak menyangka Si Pucat akan pulang, dia pikir dua atau tiga minggu lagi baru pulang.
"Aku pikir kau takkan pulang malam ini."
"Jadi dirimu mengharapkannya?"Tanya Sehun mendudukkan diri pada kursi setelah menyampirkan jas kerja di sandaran.
Jongin bungkam bergerak mengambil satu cangkir nampak sibuk membuatkan sesuatu disana sampai akhirnya wangi teh krisan tercium ke seluruh ruang.
"Ini lebih baik daripada minum wine."Ucap Jongin sembari meletakkan secangkir teh didepan Sehun.
Pengasuh itu bukannya kembali duduk, justru menyibukkan diri lagi mengambil beberapa bahan makanan untuk diolah.
Memotong sayur-sayuran cekatan sedikit terburu karena dia juga ingin sekali cepat-cepat beristirahat."Pergilah, bersihkan dirimu selagi aku menyiapkan makan malam untukmu."Celetuk Jongin.
"Maid Lee yang menyuruhmu melakukannya?"
Jongin menoleh menatap Sehun sejenak sebelum meneruskan memotong kentang dan wortel "Jangan makan. Aku tidak memaksa."Ucapnya membuat Sehun terkekeh pelan sementara tangannya memijit pangkal hidung merasakan pusing yang tak kunjung hilang.
"Apa dirimu mulai terasa nyaman terhadap hubungan kita?"Tanya Sehun menghentikan pergerakan tangan Jongin.
Tubuhnya kini menghadap kearah Sehun memastikan apa dia sungguh-sungguh perlu menjawab pertanyaan tadi.
Keduanya terdiam agak lama sampai helaan nafas Jongin terdengar "Sehun, aku tidak mengerti definisimu mengenai sebuah perselingkuhan itu semacam apa. Tapi bagiku tidak ada sedikitpun kenyamanan dalam hubungan kita, tujuanmu membawaku pada tingkatan dan garis ini hanya untuk kesenangan bukan?"Jelas Jongin membalikkan tubuh meneruskan pekerjaan yang sempat tertunda. Menahan rasa geram serta kecewa entah sebab apa ketika mereka mulai membicarakan posisi ikatan keduanya sekarang.Sehun beranjak berjalan mendekat berdiri di belakang punggung Jongin. Secara perlahan semakin dekat, tangan pucatnya merengkuh pinggang mengendus aroma wangi dari ceruk leher coklat disana.
"Apa ada yang dirimu inginkan?"Tanya Sehun masih merangkul bahu Jongin.
"Maksudmu?"
"Aku sedang berusaha menyenangkanmu. Katakan."
Si Tan mendecih, entah rayuan apalagi yang sedang Sehun usahakan "Aku lelah."Jawabnya.
"Aku tidak sedang mengajakmu melakukan sex."
"Aku juga tidak butuh rayuanmu itu."Jawab Jongin membuat Sehun tertawa geli menyandarkan dagu pada bahu Si Tan sesekali memberikan kecupan serta pijatan disana.
"Serius tidak mau mengatakannya padaku? Baiklah, kau kehilangan kesempatanmu dalam tiga ... Dua ..."Ucap Sehun melirik melihat mata Jongin yang nampak ragu.
"Sa ...."
"Sebenarnya!"Pekik Jongin membuat Sehun segera menoleh menunggu ucapan bibir penuh itu.
"Ada yang ingin kumakan."
"Apa? Katakan padaku."
"Ramen, aku mau ramen instant. Yang pedas."Ucap Jongin berdehem mengalihkan pandangan rasa malu membuat wajahnya memanas.
Sehun menatap jam di tangan lalu bersuara "Tunggu 15 menit lagi."Ucapnya berjalan pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
Jongin menatap kepergian Sehun dengan tatapan tidak yakin, mana mungkin pria itu mau pergi untuk membeli hal-hal sepele begini.
Sulit terbayangkan, Tapi Jongin melihatnya sendiri. Beberapa puluh menit menunggu, Sehun datang membawa kantung plastik berisi ramen instant sesuai permintaan.
Awalnya Jongin sempat ragu berpikir lama tentang apa yang sebenarnya Sehun pikirkan dan mempengaruhinya melakukan sesuatu di luar kebiasaan.
Selepas makan malam agak terlambat, keduanya berbaring pada sofa dihadapan TV yang menyala. Tubuh mereka tertutup selimut tebal, Jongin fokus memperhatikan tayangan sementara Sehun berbaring di belakangnya, memeluk seperti guling.
"Waktu kau sakit istrimu datang menjenguk."Celetuk Jongin.
"Dia terlihat khawatir padamu."Sambungnya.
"Bisa kita lewati pembicaraan kali ini?"
Jongin merubah posisi menjadi terlentang menatap wajah Sehun yang bertumpu pada telapak tangan. Jemarinya terangkat mengusap dagu Si Pucat terasa sedikit kasar sebab rambut area wajah belum di cukur.
"Sampai kapan terus dihindari? Kalian berdua sama-sama terluka. Mengapa tidak mencoba untuk sedikit saling memahami?"
"Jongin ..."
"Sehun. Bersikaplah sedikit tegas pada pilihanmu sendiri, diriku sama sekali tak berkeberatan jika seandainya kalian tetap bersama."
"Itu takkan terjadi."
"Lalu kenapa masih tidak bisa melepaskannya?"Tanya Jongin.
"Tolong menger-"
"Aku mengerti kemarahanmu, Tapi apa dirimu pernah memikirkan kemungkinan rasa terlukamu tetap ada karena memang kau berusaha agar target kebencianmu selalu berada di sekitarmu?"
Keduanya termenung dalam pikiran masing-masing ketika Sehun memilih beranjak terduduk sambil menyandarkan punggung pada sofa, matanya menatap lurus pada layar TV yang bahkan nampak sama sekali tidak menarik.
"Mana mungkin selepas mereka menginjak-injak perasaan seseorang aku bisa membiarkannya pergi begitu saja?"Ucap Sehun menoleh menatap Jongin menusuk, ragang mengatup menggertakkan gigi menahan emosi yang perlahan mulai menguasai akal sehatnya.
"Sehun--"
"Dirimu mana mungkin tahu bagaimana perasaan terbuang yang sebenarnya. Kau saja tidak pernah tumbuh bersama orang-orang brengsek itu."
"Lalu bagaimana dengan anak-anak?! Tidakkah kalian sama? Apa mereka juga pantas mendapatkannya? Kau takut terluka tetapi membiarkan putramu sendiri mengalami kejadian serupa."Ucap Jongin membuat kepala Sehun berkabut.
Mata itu perlahan menajam tanpa sadar meluapkan emosinya, tangan bergerak memberikan tamparan keras sampai membuat Jongin meringis kesakitan, kulit wajahnya terasa panas dan nyeri bahkan ujung bibirnya mengeluarkan sedikit darah.
Tangan Sehun terlihat bergetar tak terkontrol, pria itu menggeram menyembunyikan tangan di balik punggungnya sebelum memilih berdiri meninggalkan Jongin begitu saja.
"Kau sangat egois!!! Kau harus tahu ituu!"Teriak Jongin marah.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanny's ✔️
FanfictionHunkai Sekai Kapal Hantu. lebih seram daripada kapal lintas agensi