Mungkin Jongin belum mengingat sepenuhnya kejadian tempo hari, ketika kesadaran telah mempengaruhinya dia hanya dapat melihat Sehun sedang berada dalam jarak cukup dekat."Apa yang anda lakukan disini?"Tanya Jongin.
"Menurutmu? Sudah merasa sangat sehat sampai bisa ditinggal sendirian?"
Jongin diam, menghembuskan nafas menatap selang infus di sisi tubuhnya. Hingga ingatan akan malam itu terulang dalam otaknya membangunkan dia pada ketakutan sekian kalinya, air mata menetes dari sudut matanya yang sembab dan membengkak. Menatap Sehun lagi lalu memutuskan untuk mengubur memori itu.
Setidaknya dia telah tahu bagaimana konsekuensi yang akan dirinya terima saat berani melawan Sehun. Jongin hanya harus berhati-hati.
"Katakan kalau dirimu membutuhkan sesuatu."
"Dimana Tuan Jisung? Apa dia baik-baik saja?"
"Kupikir aku pernah mengatakan agar kau bisa mementingkan diri sendiri dibanding orang lain."
Jongin diam memutar tubuh berbaring memunggungi Sehun, kelopak matanya tertutup lagi. Sepertinya menghindar adalah pilihan tepat sekarang, saat rasa sesak membuatnya kesulitan bernafas karena sebuah ingatan buruk yang membuatnya tersungkur dalam ancaman.
Sehun merasakan keanehannya, kepekaannya pun membuat ketakutan tersendiri. Ketika lengan itu melingkar pada perut Jongin, dahi itu berkerut semakin merapatkan memejamkan mata.
"Sudah mengingatnya, Jongin? Kuberikan waktu untuk menelannya. Sebaiknya kau mencerna dengan baik.
Kau tahu? Diriku selalu menyembunyikan wajah ini dari orang-orang sekitarku."Ucap Sehun. Tangannya menelusup di balik piyama mengusap perut Jongin pelan menjalar sampai punggung, hembusan nafas berat. Jongin semakin meringkuk mencoba mengabaikan."Andaikan saat itu kau pergi dari motel, dirimu tidak perlu melihat diriku. Tapi kau sangat berani menilaiku dan dengan tepat menggambarkan diriku, aku sangat tersanjung bahwa orang asing sepertimu mengenalku sejauh ini."Ucap Sehun tersenyum.
"Istirahatlah. Aku akan datang lagi nanti."Ucap Sehun terkekeh kecil tepat di telinga Jongin sebelum memberikan kecupan sensual di pipi sampai ke leher tanpa melewatkan satu jengkal pun.
Kepergian Sehun merupakan udara bebas bagi Jongin, mata itu segera terbuka. Mengambil nafas rakus, mata memerah dan berair menahan tangis. Ketakutan memukul otaknya hingga membuat tubuhnya kewalahan menahan reaksinya.
Jongin berteriak menangis ketakutan membuat maid yang sedang berada di sekitar sana berlari panik. Maid Lee menghambur memasuki kamar Jongin menatap pemuda disana sudah seperti orang gila, menarik rambutnya kuat dan menangis terisak-isak.
"Ibu ...."
Maid Lee tiba mencoba menenangkan, memegang kedua bahu memberikan usapan lembut disana "Nyonya hiks ... Aku mau berhenti."Isak Jongin memeluk wanita setengah baya didepannya.
"Maaf, Aku telat mengatakannya. Kupikir ini tidak akan terjadi begitu cepat."Ucap Maid Lee menghembuskan nafas menyesal menimbulkan tatapan penuh tanya dari mata bulat berair Jongin.
Keduanya tersentak dalam lamunan serta pikiran kalut masing-masing. Maid menghembuskan nafas mata itu terlihat gelisah tetapi dengan segera tangannya beralih mengenggam telapak tangan Si Tan.
Pelayan tua itu menceritakan semua kebenaran dan apa yang telah terjadi pada keluarga tempatnya berkerja. Dia sudah berada disana selama puluhan tahun dari saat suami Irene masih bersama mereka, ketika itu Sehun baru menginjak usia dewasa mulai merintis karir ditengah kesibukan menjadi mahasiswa Universitas.
Keretakan antara Irene dan sang suami sudah terjadi sejak lama sejujurnya. Namun keduanya tetap bertahan bersama, Irene kekeh mempertahankan karena wanita itu tidak mau putranya menjadi korban sebab ketidakharmonisan rumah tangga.
Maid Lee berada ditengah-tengah mereka, mengurus segala keperluan Sehun dari pagi hingga larut malam. Tak dipungkiri bahwa sebagaimana dua orang tuanya menyembunyikan rapat-rapat kerusakan hubungan, Sehun tetap mengetahuinya.
Dia menyaksikannya sendiri, menggunakan dua mata kepalanya. Perasaan marah hampir membuat dia kehilangan akal serta kewarasan, saat dimana hati benar-benar sedang meluap-luap namun kesadaran diri serta otaknya lebih dulu bertindak 'Tahan saja, Diam saja, Jangan melakukan apapun.'
Hari itu Sehun hanya berakhir bersembunyi di balik kaca mobil, melihat ayahnya bersama wanita lain. Dan kenyataan pahit lain yang membuat Sehun begitu memendam rasa marah, benci serta dendam.
Wanita itu; Ibu dari kekasihnya. Kim Sejeong.
"Aku sangat mengerti betapa terkejutnya dirimu sekarang. Tidak ada satupun orang yang tidak mengetahuinya dirumah ini terkecuali Nyonya Irene."Ucap Maid Lee lalu menghembuskan nafas perlahan.
Si Tan diam tak tahu harus seperti apa setelah mendengar ucapan wanita disampingnya, bibirnya terasa berat untuk bersuara.
"Jadi, apa anda membelanya di hadapanku?"
Maid Lee segera menggeleng cepat mencegah kesalahpahaman yang tengah Jongin asumsikan padanya "Tidak. Aku tidak. Perbuatannya tentu bukan sesuatu yang perlu di bela ataupun di benarkan, Tapi aku hanya mengatakannya dari sudut pandangku sebagai orang dewasa yang dari waktu itu sampai sekarang bersamanya Jongin."Ucapnya tersenyum lemah.
"Tuan Sehun sama halnya dengan Tuan Jisung dan Tuan Jisung ketika kecil. Mereka adalah bentuk dari kurangnya peran orang dewasa. Kau pasti paham, Bukan? Tidakkah dirimu kembali karena alasan yang kau pahami betul tentang anak asuhmu, Jongin."
"Maaf. Bisakah kau memberiku waktu sendiri."Mohon Jongin pelan.
Maid Lee menghembuskan nafas pelan sebelum beranjak "Katakan padaku kalau membutuhkan sesuatu."Ucapnya mengusap bahu Jongin memberikan bentuk dukungan kecil sebelum berlalu pergi meninggalkan kamar.
Mata itu mengedar ke seluruh ruang melihat ponselnya diatas meja. Pesan serta panggilan dari Jeno yang terabaikan, niatnya hanya untuk bertahan karena kesulitan ekonomi tetapi nyatanya keadaan Jongin justru lebih buruk seseorang impulsif, manipulative kini berada di sekitarnya. Apa Jongin kurang sial? Benar, Seharusnya dia sadar diri sebelumnya tentang kehidupannya yang terasa lebih mulus sejak berkerja di tempat sebesar ini.
Mana mungkin kehidupannya berjalan baik-baik saja selamanya?
Dan mungkin awal dari kejadian malam itu, Sehun mulai bertingkah lain dari biasa. Seolah perlakuan buruk terhadap Jongin tidak pernah ada, pria itu melekat padanya.
Sudah seminggu sejak insiden tersebut, hal mengejutkan lain dimana Sehun akan pergi berkerja di pagi hari dan pulang pada sore hari.Kejadian diluar kebiasaan yang membuat Jongin semakin waspada juga ketakutan, walaupun memang Sehun tak lagi melakukan apapun terhadapnya.
Sepulang kerja pria itu akan berada di ruangan pribadinya dan hanya keluar di malam hari dengan rutinitas sama; menghabiskan dua botol wine didepan televisi.
Malam kedelapan, Pukul 1 dini hari. Sehun melangkah keluar dari ruang kerjanya berjalan ke arah dapur mengambil sebotol wine serta gelas. Mendudukkan diri didepan TV yang menyala, tayangan sama setiap malam. Jongin bahkan ragu pria itu benar-benar memperhatikan karena yang dirinya lakukan hanya menghabiskan cairan merah itu.
Jongin duduk diatas lantai menyandar pada pintu. Berada di sekitar anak-anak membuatnya merasa lebih aman, setidaknya Jongin tidak perlu ketakutan Sehun akan memaksa menerobos masuk dan melakukan hal buruk padanya.
Menghembuskan nafas susah payah, Malam hari seperti siksaan baginya. Tapi kenapa dirinya harus bertahan?
Jongin tidak tahu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanny's ✔️
FanfictionHunkai Sekai Kapal Hantu. lebih seram daripada kapal lintas agensi