Truth or Dare

8.9K 873 56
                                    

Naya's POV

Aku tidak mungkin harus mengatakan yang sebenarnya pada Zayn, bukan? Perrie akan sangat marah padaku apabila ia mengetahui bahwa aku memberi tahu Zayn atas perlakuannya.

"Answer me." ujar Zayn lagi. Tatapan kedua matanya tidak berpindah dari mataku. Cepat-cepat aku mengalihkan pandangan dan mencoba menyusun alasan untuk kukatakan pada Zayn. Setidaknya mengurangi kegugupanku agar tidak--

"And look at me."

Sial. Bahkan ia memotong pikiranku.

Suara dinginnya berhasil membuatku menuruti ucapannya untuk menatapnya.

"A-apa yang kau bicaran, Zayn?" bodoh. Mengapa kau bertanya hal yang sangat tidak bermanfaat, Nayalla?!

Tampak ia menghela nafas panjangnya dan menghembuskannya cukup berat.

"Apakah begitu sulit hanya menyebutkan sebuah nama?"

Aku kembali terdiam ketika melihat siratan kedua matanya yang tak dapat ku deskripsikan. Ia terus menatapku dengan tatapannya tersebut.

"Ayo." aku tersentak ketika tangan kekarnya itu menarik pergelangan tanganku. Untunglah aku mengenggam hot dog pemberiannya dengan cukup kuat sehingga tidak terjatuh.

"Kita ingin kemana, Zayn?" tanyaku sembari mencoba menyamakan langkahku dengannya.

"Kembali ke penginapan." aku hanya mengangguk beberapa kali.

Beberapa saat kemudian, ia melepaskan lingkaran tangannya di pergelanganku. Kupikir ia membiarkanku untuk melanjutkan kegiatanku memakan hot dog. Begitupula dengan langkahnya yang melamban dari sebelumnya.

"Mm.. dimana Perrie?" sejujurnya aku tidak ingin menanyakan hal ini. Tapi jika saja aku tidak memastikan keberadaan wanita itu, apa yang akan terjadi padaku jika ia melihat Zayn sedang berjalan berdua denganku?--ya, walau dengan penyamaran yang tengah dilakukan Zayn.

"Pergi berbelanja dengan temannya."

"Ia membawa temannya kemari?"

"Tidak. Perrie bilang bahwa temannya yang memang memiliki sebuah urusan di kota ini." jelasnya yang membuatku mengangguk mengerti.

"And hey, darimana kau tahu aku sedang berada di taman? dan juga menginginkan hot dog ini?"

Cukup lama baginya untuk menjawab pertanyaanku, "Entahlah." ucapnya acuh tak acuh. Ya, mungkin memang seperi itulah seorang Zayn. Sangat diuntungkan ia menjawab ucapanku tadi. Setidaknya tidak seperti biasanya yang mendiamkanku.

Keheningan kembali menyelimuti kami berdua. Aku sudah menghabiskan makananku. Dan kini aku hanya memperhatikan beberapa anak kecil yang sedang bermain. Tentunya sambil terus berjalan bersama Zayn menuju penginapan.

Pandanganku terkunci pada seorang anak laki-laki kecil yang tengah menangis seorang diri dengan tangannya yang mengenggam sebuah corn ice cream yang terlihat telah habis.

"Zayn, wait." aku menghentikan langkahku, "Bisakah kau menungguku sebentar?"

Zayn menatapku terbingung. Dengan cepat aku meralat ucapanku agar tidak membuatnya berfikiran bahwa diriku ingin ditunggui olehnya.

"Ah--tidak, maaf. Aku akan menyusul ke penginapan. Jika kau ingin--"

"Aku akan menunggumu." potongnya yang membuatku sedikit terkejut. Merasa tidak ingin membuatnya menunggu lama, aku segera berlari kecil meninggalkannya dan menghampiri anak lelaki tadi.

"Hey." aku menyapanya sembari membungkukan tubuhku karena tinggi tubuhnya yang cukup jauh dariku.

Terlihat ia masih terus terisak ketika mulai mendongakan wajahnya ke arahku.

Willing To Feel The Pain [Zayn Malik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang