Leave Home

8.9K 969 177
                                    

"Apa yang kau bicarakan, Naya?"

"Aku ingin perjodohan ini dibatalkan, mom."

"Ada apa denganmu? Bukankah inilah yang selama ini kau inginkan? Bertunangan dengan Zayn?"

"Kumohon, mom. Aku.. aku hanya tidak lagi ingin bersamanya."

"Apakah karena wanita itu? Wanita yang--"

"No, mom. Semua ini karenaku. I don't want to be with him anymore. Batalkan saja, ok?"

"Naya, mom tidak mengerti denganmu. Lagipula, ini permintaan terakhir ayahmu. Kau tidak ingin mewujudkannya?"

"Aku akan meminta maaf pada dad. Aku akan mengunjungi makamnya secepat mungkin. Tolong katakan pada aunty Trisha, bahwa perjodohan ini dibatalkan. Aku mohon, mom."

"Kau yakin akan baik-baik saja?"

"Y-ya, tentu."

"Baiklah jika itu yang kau mau. Mom akan mengatakannya pada Mrs.Trisha."

"Thank you, mom."

"Anything for you, sweetheart."

Naya menyeka air matanya yang langsung keluar setelah mematikan sambungan telfon. Cameron segera mendekap lagi tubuh mungil gadis itu dengan cukup erat.

Menjauhkan kembali tubuhnya, Cameron menatap lekat wajah Naya yang lagi-lagi terpenuhi oleh air mata, "Kenapa kau harus berbohong?"

"Sudah kukatakan bahwa aku tidak ingin ia semakin terluka. Jika aku mengatakan yang sebenarnya, aunty Trisha pasti akan menyalahkan anak laki-lakinya tersebut. Dan hal itu dapat membuat beban Zayn bertambah."

"Kau terlalu baik, Nayalla." Cameron mengusap puncak kepala Naya seraya tersenyum hangat.

Sedangkan Naya hanya tertawa hambar yang lalu mengedikkan bahu singkat, "Kau tahu, Cam? aku tidak ingin bertemu dengan Zayn untuk sementata waktu ini."

"Aku mengerti." ujarnya dengan anggukan kepala pelan.

"Cam, maukah kau menemaniku?"

"Kemana?"

"Rumah Zayn. Aku ingin mengambil barang-barangku yang berada di rumahnya."

Tentu saja Cameron telah mengetahui Naya yang tinggal secara sementara di rumah Zayn selama ibunya dan ibu Zayn pergi ke New York untuk urusan pekerjaan. Naya tells him everything.

"Ya, baiklah." Naya tersenyum simpul ketika Cameron menyetujui ajakannya, "Tetapi sepertinya kau tidak bisa pergi dengan penampilanmu yang seperti ini."

"Hm?"

"Lihatlah. Rambut yang berantakan, mata yang sembab, wajah yang lengket akan air mata, hidung dan mata yang merah. Serta pakaian tidur itu."

Mendengar pernyataannya, Naya terkekeh dan meninju pelan pundak pria di depannya, "Ayolah!"

"Aw!" Cameron memegangi pundaknya--bertingkah seakan merasakan nyeri yang begitu menyakitkan.

"Kau berlebihan!" Naya kembali terkekeh dan memutar kedua bola matanya malas.

"There you go.. your smile again!" tanpa disadari, gadis itu menyentuh bibirnya dengan kedua tangannya, "Kau cantik jika tersenyum seperti itu, dan bukan senyuman paksa karena rasa sakit yang kau rasakan."

"Terimakasih, Cameron." Naya menundukan kepalanya malu.

"Apalagi jika kau sedang blushing seperti sekarang."

Willing To Feel The Pain [Zayn Malik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang