Tour

11.5K 896 12
                                    

HAAII^^
Aku cuma mau bilang, aku mohon dengan sangattt jangan jadi silent reader yaaah:(huhuu please bgtttt:'''' karna vote sangat berartii untukku guyss mohon pegertiannyaa yhaa:(

Andddd thank youu!

--

Author's POV

Lelaki bermata hazel itu melangkahkan kakinya kesana-kemari tanpa henti di dalam ruangan yang sama. Ia mengetuk-ngetukan ponsel di tangannya ke depan dagu berulang kali. Tak bisa dipungkiri bahwa kini ia merasakan perasaan gusar dan tidak enak dihatinya.

"Zayn, what's wrong?" Louis mencoba mendekatinya sembari menepuk pelan pundak lelaki itu.

Seketika Zayn menghentikan langkahnya, dan menatap Louis dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan.

"I had some bad feeling, dude." ujarnya seraya mengusap kasar wajahnya.

"About what?"

Zayn tidak menjawab pertanyaan Louis tersebut. Melainkan kembali me-unlock iPhone di tangannya dan mencari sesuatu di dalamnya.

Setelah menekan tombol panggilan di layar ponselnya, ia pun segera menaruh benda persegi panjang itu tepat di samping telinga kanannya.

"Kau menelfon siapa?"

Zayn melirik singkat lelaki disampingnya itu, " Naya."

"Ada apa?"

Lagi-lagi Zayn tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Louis. Ia masih tetap menunggu panggilannya dan berharap agar tersambung oleh gadis brunette yang kini berstatus 'calon tunangannya'--atau yang lebih tepat baginya, 'calon tunangan yang terpaksa'.

"Sial." gumamnya yang kembali mencoba menekan tombol panggilan di contact gadis itu.

"Sebenarnya kau ini kenapa, Zayn?" kini Niall yang pula mendekati Zayn. Ia merasa risih dengan kelakuan Zayn yang terlihat sedikit aneh hari ini.

Percayalah, hampir seharian ini Zayn bertingkah aneh. Ia bertingkah seperti kurang fokus. Bahkan saat ia sedang bersama kekasihnya, Perrie Edwards, ia tidak menggubris ucapan Perrie saat mengobrol tadi. Saat Perrie memintanya untuk mengantarkan pulang, Zayn malah berkata bahwa ia sedang tidak enak badan dan menyuruhnya untuk pulang bersama supir pribadinya. Sesungguhnya ia sendiripun tidak mengerti dengan apa yang sedang dipikirkannya.

Tetapi saat Naya menelfonnya tadi, dan memintanya untuk segera menjemput gadis itu, ia menyadari bahwa perasaan tidak enaknya tersebut mengarah kepada Naya. Saat ia mengetahui Naya hanya seorang diri di halte bus depan universitasnya.

Tidak, Zayn tidak menganggap perasaan ini adalah perasaan kekhawatiran yang timbul pada dirinya untuk Nayalla. Ia hanya berfikir bahwa perasaan tidak enaknya ini hanyalah perasaan takut biasa yang dirasakan setiap lelaki saat teman perempuannya mengalami sesuatu.

Ya, hanya itu.

"Naya. Ia bilang bahwa tadi ia hanya sendiri di halte bus universitasnya. Aku ingin segera menjemputnya karna kupikir ini sudah cukup malam untuk gadis sebayanya hanya berjalan seorang diri. But, Perrie. Perrie menjadi alasan utamaku untuk tidak menjemput Naya."

Keempat temannya kini sudah berada di dekatnya.

"So, how is it now?" ucap Liam yang menatap Zayn serius.

"Saat aku ingin meminta Harry untuk menjemputnya.." merasa namanya terpanggil, Harry segera memajukan tubuhnya ke arah Zayn, "Tiba-tiba saja ia bilang bahwa ia meliat taxi."

Willing To Feel The Pain [Zayn Malik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang