Stay together

10.6K 896 6
                                    

Naya's POV

Berlari sekitar 100 meter cukup melelahkan karena diriku yang memang diharuskan untuk terburu-terburu mengejar kelas keduaku yang sudah mulai sejak beberapa menit yang lalu. Sedangkan kelas pertamaku baru saja selesai. Menyebalkan.

Kemarin Zayn mengantarku pulang hingga sampai ke rumah setelah makan di sebuah restoran bernuansa laut. Begitupun dengan hari ini. Tadi pagi, ia kembali menjemputku untuk mengantarku ke universitas. Aunty Trisha pasti yang memintanya.

Bzzt bzzt bzzt.

Getaran sebuah ponsel berhasil membuatku menghentikan kedua kakiku yang hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai ke kelas tujuanku. Dengan cepat aku merogoh ponselku dari tas selempang yang kugantungkan di pundak kanan dan menerima sebuah panggilan masuk.

"Halo?"

"Halo, Naya. Ini mom. Mom menggunakan nomor ponsel adik Zayn, Waliyha. Bisakah kau pulang sekarang? oh-- maksudku, ke rumah Zayn sekarang. Mom ingin berbicara penting denganmu."

"But--"

"Zayn yang akan menjemputmu. Ia sudah berangkat sejak tadi. Bye, sweety."

Aku mengerjapkan mataku beberapakali. Terkesiap dengan apa yang baru saja mom ucapkan di telfon tadi. Ia menyuruhku pulang? benarkah? saat ini juga? Ugh, bahkan aku belum menyelesaikan seluruh kelas mata kuliahku pada hari ini.

Seperdetik kemudian, aku merasakan sebuah cengkraman tangan seseorang yang membuatku tersentak dan tertarik dengan satu hentakan dari tangan tersebut.

"Hei! apa yang ka--"

"Diamlah!" umpatnya di balik topi hitam dan sebuah masker yang menutupi setengah dari wajahnya. Tapi tidak dengan kedua matanya. Aku dapat dengan jelas melihat mata hazel nan indah yang kini menatapku, he is Zayn.

"Zayn? apa yang kau lakukan?" aku mengerutkan dahiku sambil terus berlari mengikuti tarikan tangan dan langkah Zayn yang lebih dulu dariku.

"Jangan sebut namaku, bodoh! aku menyuruhmu diam, bukan bertanya."

Aku segera menutup mulutku dengan tangan kiriku yang terbebas dari tarikannya. Lebih baik diam daripada harus berdebat dengan Zayn.

Setelah sampai di mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari depan universitas, Zayn membuka maskernya dan dengan cepat memasuki mobilnya. Diikuti denganku yang juga memasuki mobilnya di kursi samping pengemudi.

"Ada apa, Zayn?" aku menolehkan kepalaku ke arahnya yang sedang membuka topi yang tadi dikenakannya. Ia tidak langsung menjawabku, melainkan menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya yang kurasa menuju ke rumahnya.

"Mom Trisha menyuruhku untuk segera menjemputmu. Ada hal penting yang harus dibicarakan. But i don't know what is that." ujarnya tanpa menolehku. Ia tetap memfokuskan pandangannya ke jalanan.

"Huh, aku belum selesai dengan seluruh mata kuliahku hari ini, Zayn. Sedangkan aku tidak ingin selalu ketinggalan kelas mengingat kelulusanku satu tahun lagi." protesku dengan tangan yang kusilangkan di depan dada. Entahlah.. aku mulai terbiasa berbicara dengan Zayn.

"Sebelum menjemputmu, aku juga sedang berlatih dengan bandku. Tiba-tiba mom menelfonku untuk menjemputmu dan segera pulang ke rumah. Bodohnya, mom tidak memberikan nomormu padaku. Jadi aku berkeliling universitas dengan pakaian tertutup seperti tadi untuk mencarimu. Sungguh melelahkan." Mungkin inilah kalimat terpanjang Zayn yang pernah Zayn ucapkan padaku seumur hidupku. Cukup dapat membuatku tertegun sejenak, haha.

"Terimakasih." gumamku dengan senyum kecil yang kulengkungkan di wajahku. Aku memberanikan diri untuk menghadapnya yang sedang menyetir.

"For what?" ia tetap tidak memalingkan pandangannya. Suaranya yang terdengar dingin berhasil membuatku mengurungkan niat untuk menghadap kearahnya dan berharap ia membalas ucapanku dengan senyuman pula.

Willing To Feel The Pain [Zayn Malik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang