BAB 16

2.6K 33 2
                                    



KUY, JANGAN MALES VOTE & KOMEN Ya... Happy enjoy😘
••
••
••
••

"Aku bisa membantumu mencari dimana makam ibu kandungmu...." Ujar Alex tak lama setelah nafas mereka mulai teratur.

"Maaf ?!" kata Maia kaget.

"Bukan masalah, itu hanya bantuan kecil..." jawab Alex menggedikkan bahunya sambil lalu.

"Aku... tid-tidak, m-maksudku... TIDAK. Terimakasih." Tolak Maia kaku. Dadanya bergemuruh hebat. Dia meremas tangannya yang mulai berkeringat. Wajahnya terasa dingin.

"Kenapa ? Bukannya selama ini kau mencari-carinya ?" Celetuk Alex masih belum menyadari penolakan Maia barusan bukan basa-basi semata.

"Itu... umh, hanya obsesi seorang remaja bau kencur yang selalu kurang puas dengan hidupnya saja. Seiring berjalannya waktu, aku sudah tidak mempermasalakan ketiadaan seorang ibu dan ayah dalam hidupku. Ibuku...dia punya banyak kesempatan untuk menemuiku, tapi bahkan ketika dia akan meninggal pun dia tidak berniat bertemu denganku. Jadi lupakan saja. Aku... sudah move on. Aku baik-baik saja." Sahut Maia ketus.

"Kurasa kau takut meng...,"

"Memangnya kau tau apa tentang hidupku ? Hey Tuan yang hidupnya serba sempurna, dengarkan ini baik-baik, apapun informasi yang kau dapat tentangku, kau tidak akan pernah tau persis apa yang kurasakan saat dipaksa menjadi sebatang kara diusia tujuh tahun! Kau tidak akan tau rasanya tumbuh dirumah penampungan ! Kau juga tidak akan pernah tau rasanya menjadi bahan tertawaan teman-temanmu disekolah karena apa yang kau pakai ternyata barang-barang bekas mereka yang disumbangankan! Jadi tolong, jangan ikut campur dengan hidupku." Sergah Maia kesal. Dengan cepat dia menarik diri dari lelaki itu dan memunggunginya.

Alex terkejut dengan pernyataan Maia barusan. Sebuah detail penting telah hilang atau kemungkinan besar tidak disampaikan oleh detective yang disewanya untuk mencari informasi tentang Maia. Alex menegakkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya ke head board tempat tidur. Matanya mengawasi Maia dengan sorot mata penasaran.

"Kau sebatangkara diusia tujuh tahun ? Dimana keluargamu yang lain ?" tanyanya heran.

"Ibuku anak tunggal, kedua orang tuanya telah meninggal sejak di masih remaja belia. Kemudian dia menikah dengan pria yang jauh lebih tua ketika usianya sembilan belas tahun dan memiliki seorang anak perempuan dengan pria itu. Informasi yang berhasil aku lacak tentang masa lalu ibuku hanyalah ibuku yang berselingkuh dan meninggalkan suaminya demi ayah kandungku, tapi hubungan itu tidak bertahan lama, mereka berpisah karena ayah kandungku waktu itu masih kuliah... keluarganya juga menolak ibuku dan... aku." Lanjut Maia dengan suara bergejolak menahan emosi.

"Dan ?" desak Alex ketika Maia diam melamun dan mengunci mulutnya.

Wajah Maia terlihat tegang, dia meremas tangannya berulang-ulang dengan gugup. Sorot matanya memperlihatkan luka yang dalam dihatinya.

"Setelah pencarian yang berliku, tiga tahun yang lalu aku berhasil menemui suami ibuku, tadinya kufikir... dia ayah kandungku, entahlah saat remaja belia dulu aku sangat merindukan sebuah keluarga yang normal seperti teman-temanku... jadi aku hanya mau berfikir jika ibuku membawa lari aku yang masih bayi karena dia ketahuan berselingkuh, nyata... ibuku hamil dengan lelaki selingkuhannya dan dia diusir suaminya. Ck, bodohnya aku! Harusnya aku berfikir, jika dia ayah kandungku... dia tentu tidak akan membiarkan aku terlunta-lunta dijalanan dan berakhir dirumah penampungan..." ujar Maia lirih dan tersendat oleh isakan.

Alex terdiam. Wajahnya terlihat tegang. Dia tidak mengatakan apapun saat tangannya menggenggam tangan Maia yang mengepal.

Maia segera melepaskan genggaman tangan Alex, dia merasa malu dan terintimidasi dengan bentuk rasa kasihan Alex atas kemalangan hidupnya. Bahkan sejak kanak-kanak pun dia paling benci dikasihani.

"Mantan suami ibuku, dia menyimpan dendam yang besar atas perselingkuhan ibuku. Wajahku yang sangat mirip dengan ibuku membuatnya langsung mengenaliku sebagai anak ibuku dengan selingkuhannya. Rasa sakit hatinya kambuh saat melihatku, dan dia langsung mengusirku...."

"Oh, God... Maia," erang Alex dengan suara yang tercekat. Maia menatap wajah pucat itu dengan dahi yang sedikit berkerut. Merasa aneh sendiri dengan reaksi yang sedikit berlebihan untuk seseorang yang dikenalnya berhati dingin dan tidak memiliki empati terhadap orang lain.

"Jangan mengasihaniku." Ketus Maia. "Dulu aku memang bodoh dan naif, aku menolak mencari tau mengapa selama bertahun-tahun yang sulit itu suami ibuku tidak pernah mencari kami. Perbuatan memalukan ibuku telah membuatku mendapatkan penolakan demi penolakan..."

"Maaf, aku berjanji tidak akan membahas hal itu lagi denganmu, kecuali... suatu hari nanti kau sendiri yang memintaku mencari makamnya..." kata Alex seraya memegang lengan Maia dan menariknya kembali kepelukannya, mengabaikan sikap defensif Maia.

Tapi Maia tidak serta merta mampu meredam emosinya yang terlanjur terkorek hanya dengan satu pelukan romantis Alex. Harga dirinya yang tinggi tetapi rapuh merasa terkuliti dengan rasa kasihan yang ditunjukkan Alex. Lelaki itu terlalu banyak tau tetang dirinya. Dan Maia yang introvert sangat tidak nyaman akan hal itu.

Maia kemudian beranjak ke kamar mandi. Dia menyalakan kran tapi kemudian menjadi semakin kesal karena ternyata air kran masih mati. Dia lalu membasuh mukanya dengan sebotol air mineral yang tersusun rapi di rak. Ketika air mineral itu mengguyur wajahnya, saat itu sebenarnya dia sedang menyembunyikan serapi mungkin air matanya dan isak tangisnya, buntut dari luka lamanya yang kembali terkorek dan berdarah.

Saat gejolak emosinya mulai mereda, Maia mulai menyesali keteledorannya yang telah menceritakan rahasia hidupnya pada Alex. Bayangan kekagetan dan kegelisahan pada wajah Alex, terus menghantui fikirannya.

Lelaki itu pasti tengah menyusun rencana untuk menjaga jarak dengannya. Bagaimanapun Maia tidak bisa menyalahkannya jika Alex memilih meninggalkannya atau bahkan tidak mau mengenalnya lagi setelah kontrak ini berakhir. Itu memang sudah menjadi karma buruk yang mengikutinya sejak dilahirkan sebagai anak haram hasil perselingkuhan. Apalagi kini dia pun diberi cap mandul. Tentu saja, Alex tidak pantas dengannya, bahkan Edward Colin si anak mami sekalipun menghempaskannya, bukan ?

Hanya saja... well, seandainya saja tadi itu dia bisa menutup rapat mulutnya untuk tidak membuat Alex bertambah jijik padanya, mungkin dia bisa melepas lelaki yang pertama menyentuhnya itu dengan kepala dan pundak tegak. Tapi kini kesempatan itu pun sudah hilang...

TOKTOKTOK...

Ketukan halus di pintu kamar mandi itu membuyarkan lamunan Maia. Tetapi gadis itu lebih memilih untuk mengabaikannya saat melihat Alex dari balik dinding kaca kamar mandi yang transpran tengah mengacungkan secangkir kopi yang asapnya masih mengebul kearahnya.

Tetapi Alex tak pernah gagal mendapatkan apa yang dia mau. Dengan tenang dan percaya diri dia membuka pintu kamar mandi, menggunakan kunci yang entah sejak kapan berada dalam genggamannya. Dia kemudian menyeruak masuk dengan raut wajah tanpa rasa bersalah.

"Aku membuat kopi yang enak. Kau boleh menemaniku menyeruput kopi..." Ujarnya tanpa senyum.

"Aku tidak ingin ngopi denganmu. Kau hanya ingin mengorek informasi hidupku. Entah untuk apa. Tapi aku merasa kau tidak tulus." ucap Maia galak tanpa menoleh pada Alex.

"Baiklah, kita tidak usah mengobrol. Minum saja kopinya. Sudah terlanjur aku buat dua. Kita ngopi sambil diam. Tapi... kau boleh mencuri pandang padaku." Jawab Alex ragu-ragu dan raut wajah penuh harap.

"Oh, ya ampun..." erang Maia menahan geli. "Aku baru tau kalau kau senarsis itu." ujarnya menyembunyikan tawa.

Untuk sesaat perasaan kesal dan malu akan masa lalunya yang terlanjur dia ceritakan sendiri pada Alex, sedikit menguap. Ternyata duduk berdua sambil ngopi tanpa berkata-kata pun, jika bersama orang yang disukai bikin adem hati...





🔥
BERSAMBUNG besok...
(puzzle mulai tersusun)

FAKE LOVER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang