BAB 2

5.1K 71 21
                                    


Hi, Readers...
FOLLOW, VOTE, n' COMMENT yaaa😘
Enjoy Reading...




MAIA berjuang keras agar terlihat tenang dan penuh percaya diri. Walau pada kenyataannya perutnya melilit serta telapak tangannya lembab dan dingin. Sambil berdoa di dalam hati, agar Alex tidak mengajaknya berjabat tangan, Maia menegakkan bahunya, menarik nafasnya dalam-dalam dan berjalan mendekat ke meja kerjanya Alex.

Lelaki itu tau kehadiran Maia disana, tapi tidak sedikit pun dia menolehkan kepala padanya sebagai basa-basi kesopanan. Maia akhirnya memilih untuk duduk sambil menunggunya selesai menelpon.

Saat dia masuk tadi, Alex sedang menelpon sambil berdiri disamping jendela, bermandikan cahaya matahari yang menerobos masuk lewat jendela kaca diruangannya yang lebih luas dari rumah ibu angkat Maia. Pria itu sedang berbicara dalam bahasa Inggris dengan British Accent yang lembut dan lancar, bak perayu ulung yang berbicara pada kekasihnya.

Meskipun tidak memiliki aksen British, tentu saja Maia lancar berbahasa Inggris, itu karena Mona ibu angkatnya yang berdarah Amerika selalu mengajarkan dan mewajibkan penggunaan bahasa itu kepada anak-anak angkatnya.

"Pakailah yang warna merah, aku tidak pernah melihat wanita manapun yang lebih cantik dari kamu saat memakai warna merah."

Maia rasanya ingin muntah mendengar gombalan receh Alex pada kekasihnya ditelpon. Dia pasti telah menghafalnya dan memperaktekkannya pada puluhan wanita. Tanpa sadar, bibir atas Maia mengerut muak. Tepat disaat yang sama Alex bergeser ke sisi jendela yang lain, dan tanpa dapat dicegah, mata Maia pun mengikuti kemana gerak langkahnya seraya menjelajahi sosok syurgawi itu.

Sial. Alex memang gantengnya kebangetan. Hidungnya mancung, alis matanya tebal, rahangnya kokoh, dan matanya... hmm, matanya seakan bisa bicara dan punya nyawanya sendiri. Tubuhnya kencang dan berotot maskulin. Maia membayangkan lelaki itu setidaknya menyimpan enam roti sobek di perutnya. Dan rambut hitam sedikit gondrong itu, seakan memohon dibelai jemari wanita. Pasti para kekasihnya menjambak dengan gemes rambut itu ketika mereka making love.
Oh, Lord !

Sebuah deheman kasar berhasil memaksa Maia keluar dari lamunannya. Dari atas kursi singgasananya, Alex menatapnya dengan tatapan aneh.

"Selamat datang kembali, nona Maia Angela," gumam Alex sinis.

"Pak Alex Meier, a-anda memanggil saya ... ?" jantung Maia berdebar sangat cepat, nyaris membuat lehernya tercekik karena sulit bernafas, namun begitu, dia memaksakan kepalanya terangkat tinggi.

"Ya, betul. To the point saja, saya memanggil anda untuk memberitahukan bahwa dengan berat hati kami tidak akan memperpanjang kontrak ketring dengan anda." Ujarnya datar dan santai, namun mata elangnya mengamati gerak gerik Maia dengan seksama.

Demi Tuhan, rasanya Maia ingin menjambak rambut lelaki sialan itu hingga semua rontok, botak tak bersisa. Sehingga dia tau apa itu rasanya sakit karena dipermainkan. Meski Maia sudah punya firasat buruk akan pemutusan kontrak kerja itu, tapi rasanya tetap tidak adil baginya. Selama beberapa bulan masa percobaan kerja ini, Alex telah menunjukkan rasa puasnya atas semua hidangan dan pelayanan yang Maia dan teamnya lakukan. Dan kini, dengan tanpa rasa bersalah dia mengumumkan tidak akan memperpanjang kontrak dengan ketringnya lagi.

"Tidak usah berberat hati," katanya kaku. "Jika Angel Catering tidak mendapatkan kontrak itu artinya anda sama sekali tidak puas dengan pelayanan kami."

"Siapa bilang aku tidak puas ? Aku puas dengan pelayanan prima kau dan tim mu. Aku juga terkesan dengan sikap optimismu," balas Alex datar.

Maia menunggu dengan sabar bom yang siap dijatuhkan Alex. Bagaimanapun dia harus melewati ini dengan benar dan 'berkesan', tekad bathinnya geram.

"Kau memiliki bakat dalam memasak dan hebat dalam mengatur segala sesuatu, tapi kau kalah saat melakukan penawaran. Harga yang kau tawarkan sangat rendah. Padahal kau bergerak di industri berbasis tenaga kerja dan biaya bahan makanan sangat fluktuatif dimasa resesi ekonomi sekarang ini. Alhasil kau hampir tidak bisa menutupi pengeluaranmu. Belum lagi kau memiliki hutang pinjaman bank yang sedang melilitmu. Kau hampir bangkrut. Dan bekerja sama dengan perusahaan yang nyaris bangkrut sepertimu akan memiliki resiko lebih tinggi dari pada bekerja sama dengan perusahaan yang stabil. Karena, kau akan menurunkan kualitas makananmu untuk mendapatkan keuntungan. Dan aku melihat celah untuk korupsi disana." Seringai Alex tipis.

Bola mata hazel Maia membelalak penuh. Untuk pertama kalinya, dia lupa untuk bersikap waspada pada daya tarik fisik luar biasa yang dimiliki lelaki itu, Maia menatap langsung ke bola mata coklat kehitaman milik Alex.

"Dari mana anda mendapat informasi saya memiliki hutang bank ?"

"Rahasia." jawab Alex dengan senyum mencemooh.

"Aku, menginginkan pekerjaan itu. Masakanku cukup enak dan telah memenangkan berbagai macam perlombaan, anda dan para staff menyukai masakanku, jadi kufikir, tidak ada salahnya aku melakukan strategi pengajuan harga lebih murah dari kompetitor, toh aku masih untung tipis-tipis. Yang terpenting gaji karyawanku terbayar. Mereka sudah seperti keluarga bagiku. Lagi pula kudengar anda pengusaha yang sangat mendukung UMKM, jadi ..." jelas Maia dengan nada bergetar.

"Tidak ada toleransi, jika itu membahayakan perusahaanku." Potong Alex dengan nada yang seakan bosan dengan semua yang dikatakan Maia barusan.

"Baiklah, jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya pamit. Terimakasih atas kesempatan yang telah Bapak berikan. Permisi." Maia bangkit berdiri. Tak tahan lagi terus direndahkan oleh pria itu. Dia khawatir tidak bisa lagi mengontrol amarahnya. Karna ia benar-benar ingin memukul pria tak berperasaan itu sekarang.

"Duduklah. Aku punya sebuah penawaran yang bagus untukmu." Bujuk Alex dengan nada melembut.

Maia memandangnya dengan alis terangkat tinggi. What the hell ?

"Aku sedang mempertimbangkan sebuah kemungkinan untuk menolongmu terbebas dari kesulitan finansial." Gumam Alex, selembut sutra.

Meski separuh hatinya memperingatkannya akan kemungkinan lelaki itu sedang mempermainkannya lagi. Tapi Maia memutuskan tak ada salahnya untuk mencoba mendengarkan apa maunya si Tuan Ketus itu sekali lagi.

"Aku punya sebuah pekerjaan, semacam akting ringan atau sandiwara, yang aku ingin kau lakukan selama tiga bulan ke depan." Alex sengaja menghentikan kata-katanya dan menatap serius kearah Maia. Namun wanita berambut pirang dihadapannya hanya diam dan menunggu kalimat selanjutnya yang keluar dari mulutnya. "Sebagai balasannya aku akan menyelamatkan usahamu. Jika kau sukses memainkan peranmu, di akhir perjanjian kita, aku akan memberimu setengah milyar. Bagaimana menurutmu ?"

"Maafkan aku," kata Maia akhirnya setelah mencoba berfikir keras tentang alasan yang sebenarnya lelaki itu mengajukan syarat dan hadiah yang sama sekali tak masuk akal itu. "Tapi apa yang baru kau katakan sepertinya terlalu indah untuk menjadi kenyataan." imbuhnya datar. Raut wajahnya terlihat bingung dan curiga dengan apa kemungkinan yang sebenarnya diinginkan Alek darinya.

"Itu tidak terlalu sulit untuk menjadi kenyataan, asalkan kau mengikuti apa yang kuperintahkan. Bisnis yang semakin besar dan uang setengah milyar akan berada dalam genggamanmu." Terang Alex sambil tersenyum sinis.

"Baiklah, aku mendengarkan." Ujar Maia akhirnya memilih mengalah. Bagaimanapun uang setengah milyar itu bisa berbuat banyak. Bukan saja hutangnya terlunasi tetapi juga hutang ibu angkatnya. Dengan begitu sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui bukan ?.

"Aku membutuhkanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku." Ujar Alex tenang dan sangat jelas.

"... ?!"

💋
BERSAMBUNG...


THX bgt buat Readers yang udah FOLLOW, VOTE, COMMENT😘

FAKE LOVER (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang